Final Piala Presiden edisi ketiga tahun 2018, tinggal menunggu hitungan jam lagi siap digelar. Presiden Joko Widodo juga memastikan akan hadir di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).
PPKGBK waspada
Dari berbagai literasi yang saya baca, acungan jempol layak dilayangkan khusus kepada Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) dalam menyiapkan SUGBK untuk menghelat acara.
PPKGBK di bawah Kementrian Sekretariat Negara, tidak mau peristiwa tidak etis suporter terulang yang ketiga kalinya. Berbagai upaya telah dilakukan dan persiapan-persiapan yang akan menggaransi SUGBK tetap terjaga. Terjaga segala fasilitasnya, terjaga seluruh lingkungan di GBK. Dan PPKGBK siap sedia serta selalu waspada.
Akhir kisah Piala Presiden?
Kira-kira bagaimana akhir kisah dari drama Piala Presiden yang laga puncaknya akan dimainkan di Stadion yang menjadi Cagar Budaya Indonesia, yang kini berganti baju menjadi Stadion Megah? Siapkah suporter dari empat tim yang akan berlaga memperebutkan tiket juara 1, 2, 3, dan 4 menjadi pengaman untuk diri sendiri, teman, suporter lawan, dan fasilitas SUGBK, khususnya tempat duduk singe seat-nya?
Akankah kisah tidak etis suporter terulang seperti saat SUGBK menjadi arena pertandingan Timnas versus Islandia dan Bhayangkara FC melawan FC Tokyo? Padahal bila diidentifikasi, seluruh suporter yang hadir pada dua perhelatan tersebut bisa dikatakan suporter sopan, cerdas, mampu (dari segi ekonomi).
Namun, faktanya, kendati hanya satu atau dua tempat duduk lepas bautnya, atau beberapa suporter, menonton sambil berdiri di atas tempat duduk atau sandaran tempat duduk, tetap saja membuat cela dan viral di media massa.
Suporter manusia biasa
Suporter cerdas, sopan, dan "mampu" juga manusia biasa. Konsentrasi dan pikiran serta fisik yang lelah, akan siginifikan memengaruhi kinerja otak. Maka, bila suporter tidak mempersiapkan diri dengan baik, belum makan, belum minum, maka kondisi di dalam stadion yang akan berjam-jam lamanya, akan menguras pikiran dan tenaganya, terlebih duduk terpaku di tempat duduk singel seat bernomor , yang tidak akan membuat suporter bergerak leluasa seperti di tribun penonton berdiri (beton) saat laga semifinal baik di Stadion Manahan Solo maupun di Stadion Kapten I Wayan Dipta.
Belum lagi ditambah oleh perjuangan menembus masuk pintu Stadion dengan antri, serta sebelumnya juga harus antri masuk pintu ring tiga di bagian pemeriksaan barang dengan alat detektor. Ada juga perjuangan menukar tiket daring, serta perjuangan membeli tiket langsung. Perjalanan dari tempat parkir, perjalanan menuju pintu stadion yang bisa jadi jauh dari tempat kedatangan dan tempat parkir.