Mohon tunggu...
Suparjono
Suparjono Mohon Tunggu... Administrasi - Penggiat Human Capital dan Stakeholder Relation

Human Capital dan Stakeholder Relation

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Branding adalah Representasi Performance

29 Maret 2023   13:39 Diperbarui: 29 Maret 2023   13:42 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Akhir-akhirnya kita melihat sebuah fenomena eksistensialisme yang cukup massif. Hal tersebut terlihat bagaimana upaya seseorang, sekelompok orang atau organisasi untuk terus eksis dalam ruang publik. Perebutan ruang publik sering diwujudkan dengan jumlah follower, subcribe dan viewers yang jumlahnya ratusan, ribuan, jutaan dan seterusnya. Berbagai daya dan upaya dilakukan oleh seseorang, sekelompok orang ataupun organisasi untuk terus mendapatkan dan menambah jumlah follower, subcribe dan viewers.

Perebutan ruang publik dilakukan dengan berbagai cara yang variative dan kreatif. Ada yang cukup sederhana atau receh, ada yang konyol, ada yang menerobos norma kebiasaaan, bahkan ada yang bertaruh dengan nyawa. Terakhir, istilah flexing sangat lekat menghiasai media sosial baik yang mainstream maupun kanal-kanal medioker. Tak hanya itu saja, cara-cara yang digunakan kadang terencanakan dengan baik kadang juga hanya coba-coba sehingga banyak sekali kita dengar  berujung kepada somasi, berurusan dengan pihak berwajib bahkan pada kematian. Tindakan dan cara yang diambil oleh seseorang, sekelompok orang atau organisasi tentu mempunyai niat untuk menunjukkan adanya diferensiasi antara satu dengan yang lainnya. Tak ayal lagi, cara dan tindakan yang diharapkan mendapatkan simpati malah sering kali berujung kepada kebencian.

Tentu hal tersebut tidak diinginkan oleh seseorang, sekelompok orang ataupun organisasi, karena membersamai kanal -- kanal media yang ada saat ini cukup membantu dalam upaya merebut ruang publik sebut saja WhatsApp, Instagram, Facebook, Tiktok, Telegram, dan Youtube. Tentu banyak yang melatarbelakangi setiap orang, sekelompok orang atau organisasi dalam membersamai media yang ada. Baik dalam upaya membangun jaringan, membangun silaturahmi yang terputus, healing, killing time,  mendapatkan added value dalam bisnis maupun membangun branding.

Fenomena perebutan ruang publik secara tidak langsung mengharapkan impact yang mampu memberikan pemahaman terhadap apa yang dihadirkan oleh seseorang, sekelompok orang atau organisasi pada ruang publik, yaitu top of mind atau branding. Upaya menjadikan produk yang dihasilkan oleh seseorang, sekelompok orang atau organisasi menjadi top of mind tentu tidak mudah. Ketidakmudahan tersebut seringkali menjadi tantangan tersendiri dalam menghasilkan issue atau tema dari setiap narasi yang dibangun. Perlu trial and error yang cukup berani atau istilah kerennya perlu riset yang cukup mendalam agar upaya yang dilakukan tetap produktif. Alih-alih produktif, seringkali menjadi kontrak produktif. Banyak contoh yang bisa kita pelajari dari banyaknya top of mind yang tumbang akibat kekalahan dalam upaya perebutan ruang publik. Sebut saja Nokia dan Blackberry yang sempat merajai ponsel, Kodak yang perkasa di dunia fotografi, 7-eleven yang sempat mewarnai dunia retail Indonesia, dan banyak lagi contohnya.

Lesson learn dari banyaknya merk dagang atau entitas bisnis yang tumbang perlu kita soroti sebagai bahan untuk melakukan mitigasi  risiko agar dikemudian hari kita bisa lebih baik dalam membangun sebuah merk dagang atau branding. Branding yang dibangun oleh perusahaan yang saat ini sudah tergerus akibat kekalahan dalam perebutan ruang publik tentu bukan dibangun secara sporadik atau biasa-biasa saja. Merk dagang atau branding tersebut mengalami kekalahan dalam perebutan ruang publik atau lenyap, dibangun dengan manajemen yang tangguh dan tidak main-main. Siapa yang pada masanya tidak kenal Nokia, Blackberry atau Kodak. Merk tersebut dikenal tak hanya merk atau branding tetapi dikelola dengan sangat professional.

Lalu apakah kemungkinan yang menyebabkan merk dagang atau branding yang dibangun oleh entitas bisnis tersebut hilang dari peredaran di ruang-ruang publik. Paling tidak ada 3 hal yang perlu menjadi perhatian yang khusus dalam membangun branding dalam rangka memenangkan perebutan ruang publik antara lain Performance, Inovasi dan Stakeholder Management. Ketiga hal tersebut perlu menjadi perhatian bagi seseorang, sekelompok orang atau organisasi yang akan memenangkan pertarungan di ruang publik.

Performance

Performance atau Prestasi bagi seseorang, sekelompok orang atau organisasi menjadi penting untuk terus eksis dalam perebutan ruang publik. Perebutan ruang publik yang dilakukan dengan melakukan branding yang massif jika tidak diimbangi dengan performance seseorang, sekelompok orang atau organisasi yang sepadan tentu akan menjadi kontrak produktif. Mengapa demikian, karena melakukan branding sebuah produk atau issue dalam sebuah narasi menjadi top of mind tidak selalu dengan biaya yang terlalu mahal. Tetapi bagaimana membangun branding secara optimal dengan biaya yang sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai. Tentu selain dengan membuat strategi branding yang presisi, perebutan ruang publik juga perlu diimbangi dengan produk yang mumpuni.

Kita pernah ingat bagaimana masifnya tim marketing sebuah apartemen di timur Jakarta dengan kota buatannya berujung pada gugatan dari customernya. Kita  juga pernah bagaimana ponsel yang lekat dengan bulan Ramadhan dengan hidayahnya mampu menjadi top of mind dikelasnya tetapi saat ini sudah lenyap. Dan mungkin masih banyak lagi contoh bagaimana massifnya kinerja marketing dalam membangun branding sebuah produk tak berjalan dengan baik atau bahkan terjun bebas dan ada yang berujung dispute. Hal tersebut tentu karena perebutan ruang publik yang dibangun hanya berfokus kepada penguasaan ruang publik yang  bersifat temporari. Alih-alih melakukan ekspansi perebutan ruang publik, branding menjadi lenyap. Artinya massifnya kinerja marketing yang tidak dibarengi oleh performance atau prestasi dari sebuah produk yang hasilnya sangat berpotensi kepada kehancuran sebuah produk.

Inovasi 

Produk atau issue yang dibangun dengan narasi yang sesuai dengan kondisi zaman berpotensi akan lebih eksis dibanding dengan kakunya ekslusivitas sebuah produk atau issue. Mungkin kalimat tersebut yang mungkin bisa mewakili banyaknya merk dagang atau branding yang dibangun dalam upayanya memenangkan perebutan ruang publik. Seperti performance atau prestasi yang perlu dibangun dengan mumpuni untuk membangun branding yang kuat atau menjadi top of mind, inovasi merupakan upaya menjawab perubahan zaman atas produk atau issue yang harus dibangun. Pada akhirnya kinerja yang positif tanpa dibarengi dengan inovasi akan menjerumuskan pada area perebutan yang head to head dengan kompetitor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun