Mohon tunggu...
masunardi
masunardi Mohon Tunggu... Administrasi - Dosen

hanya dosen jelata...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cockroach Husband: "Suami Kecoa", Tipe Suami Jepang (Dulu)

3 Maret 2016   07:48 Diperbarui: 3 Maret 2016   11:47 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="sumber gambar buku Tokyo Blues tulisan Franz Wiega hal. 338"][/caption]Emansipasi wanita mungkin paling mencolok terjadi  di Jepang.  Bukan hanya sekedar harus memiliki menteri peranan wanita, tetapi sebagian wanita Jepang memiliki pilihan. Bekerja atau menikah, bukan menikah dan tetap bekerja. Kecenderungan wanita Jepang untuk tidak menikah saat ini semakin tinggi, yang otomatis akan menurunkan angka kelahiran yang memang sudah memprihatinkan di Jepang. Hal yang membuat pemerintah Jepang khawatir dengan jumlah populasi mereka beberapa tahun ke depan.

Ada banyak alasan mengapa wanita Jepang malas menikah. Dua di antaranya adalah karena faktor ekonomi dan mereka ingin tetap berkarier di dunia kerja. Kebutuhan dasar yang semakin tinggi dengan tidak diimbangi kenaikan gaji yang signifikan membuat mereka khawatir akan jatuh miskin setelah menikah, apalagi jika punya anak dan mereka menjadi istri yang tidak bekerja. Alasan kedua, mereka ingin tetap menjadi wanita karier yang berpenghasilan sendiri dan tidak sekedar menjadi “good wife and wise mother” . Meskipun jaman telah berubah dan sebagian lelaki atau suami di Jepang sudah berubah, namun sosok suami Jepang yang berposisi sebagai “raja” di rumah memang masih sering terjadi. Prioritas lelaki Jepang sebagai karyawan perusahaan tetap jelas; prioritas pertama adalah perusahaan dan yang kedua baru keluarga.  Akibatnya urusan keluarga adalah urusan istri sepenuhnya agar menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana.

Di satu sisi orang Jepang memang gila kerja, seringkali mereka tidak mau libur meskipun tanggal merah. Setelah sistem lima hari kerja diterapkan, banyak dari mereka yang seringkali hanya mengambil satu hari libur per minggu. Demi karier dan finansial. Di sisi lain, semua urusan rumah adalah urusan istri. Setiap selesai gajian, hampir semua uang diberikan ke istri. Kemudian si istri mengatur hampir semua gaji itu untuk kebutuhan rumah tangga termasuk bayar cicilan rumah, mobil, asuransi, listrik, makan dan lain sebagainya. Jika di kantor mereka sangat aktif, maka di rumah akan sebaliknya. 

Hari libur mereka adalah benar-benar hari libur, nothing to do, selain tidur dan menonton tivi.  Tak peduli seberapa sibuk si istri mengurus rumah dan anak, suami akan dengan santainya nonton tivi dan minta dilayani.  Hal ini bukan masalah cinta atau tidak cinta kepada si istri, tetapi karena secara psikologis ada batas yang tertanam pada suami Jepang terhadap pekerjaan rumah. Mereka hampir tidak bisa membantu istrinya untuk melakukan pekerjaan rumah karena telah memposisikan wanita pada level yang berbeda sejak ratusan tahun yang lalu. Dan tidak mudah mengubah tradisi tersebut. Tak jarang para istri di Jepang menyebut suaminya sebagai suami kecoa, cockroach husband. Orang yang dianggap tidak berguna dan hanya menjadi pengganggu karena kalau di rumah pekerjaannya hanya menonton tivi dan minta dilayani.

Saat ini memang sudah banyak yang berubah. Wanita Jepang semakin banyak yang berpendidikan tinggi dan memiliki karier bagus. Lelaki Jepang juga sudah mulai terbuka dan tidak lagi tradisional dalam konsep berumah tangga. Beberapa sudah mulai berbagi bekerjaan rumah dengan istri, terutama bagi yang istrinya juga bekerja. Sering juga di sini kami menemui bapak-bapak yang mengantar anaknya ke tempat penitipan anak, dan bukan hanya ibunya yang mengurusi anak. 

Namun gambaran cockroach husband juga masih mendominasi pikiran para wanita Jepang dan membuat mereka malas menikah.  Karena bagi sebagian wanita Jepang, menikah adalah pilihan kedua setelah karier. Dua hal tersebut sering kali tidak bisa disatukan. Dan jika pilihannya menikah, maka harus siap jika nanti akan hidup bersama dengan sosok cockroach husband. Bagi sebagian wanita Jepang sekarang, pilihan pertama, karier adalah lebih menjanjikan. Karena itu berarti mereka bisa tetap menikmati dunianya dengan gajinya sendiri tanpa diganggu oleh cockroach husband. Dan mungkin, tak hanya di Jepang, di Indonesia pun sering kali ada yang menjadi suami kecoa. Mungkin kita salah satunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun