Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

New World Pilihan

Fenomena 'Elite Kepala Busuk'

7 Oktober 2025   09:44 Diperbarui: 7 Oktober 2025   09:44 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada utang politik, yang di dalamnya terdapat balas budi politik, salah satunya merujuk pada orang-orang yang berjasa (relawan) atas pemenangan pemilu. Ironinya, mereka menjadi penjasab dengan meminta jabatan atas jasa mereka dalam memenangkan pemilu. 

Dan beberapa di antaranya, sudah mendapatkannya tanpa proses meritokrasi, malah seperti terbaca melakukan coating sugar bila tak boleh disebut menjilat (penjilat). Tetapi yang patut dicermati adalah bahwa kehadiran penjasab politik, menunjukkan arti relawan sudah keluar dari kesukarelaannya. Di sini ada potensi kepala busuk sejak awal. 

Kemudian ada relasi kelompok sekepentingan serta akomodasi politik berbasis prinsip kekeluargaan atau pertemanan, yang potensial memunculkan perbuatan nepotisme dan kolusi di balik penentuan pemilihan jabatan di pemerintahan, yang terkandung di dalamnya potensi pula, ada kepala busuk sejak di awal. 

Pada akomodasi politik misalnya, banyak terbaca dalam rekam jejak digital tentang orang-orang hingga kelompok yang awalnya menentang, membenci, menghujat bahkan memberi award kebohongan terhadap paket pemenang pemilu hingga ada yang pernah bersumpah tidak akan berpaling, tetapi nyatanya kini mengisi posisi-posisi jabatan penting. Apakah dari rekam jejak mereka tidak patut disebut kepala busuk? 

Jadi, antara pepatah 'ikan busuk dari kepala' yang diungkapkan untuk memberikan informasi tentang keburukan (kebusukan) dimulai dari pimpinan (kepala) dengan proses penentuan atau pemilihan pejabat (kepala atau pimpinan) yang tidak berbasis fit and proper test atau tidak melalui meritokrasi merupakan kontradiksi yang nyata terjadi. Sehingga kontradiksi ini sangat berpotensi pada banyak pejabat, yang menerima jabatannya dengan membawa 'kepala busuk' sudah sejak awal.        

Lahirnya Fenomena "Elite Kepala Busuk"

Uraian mengenai fenomena "anak ekor busuk" yang menjadi beban ekonomi orang tua (keluarga) dan keidentikannya dengan fenomena "elite kepala busuk", yang tidak layak berada di posisinya hingga potensial membawa kepala busuk sejak awal dan pada akhirnya akan menjadi beban negara serta memberi beban pada rakyat atas pajak yang dibayarkan, adalah fenomena yang lahir dari ruang demokrasi  rusak.

Transparency International pada 30 September 2025 menurunkan artikel berjudul "Komisaris 'Rasa' Politisi; Perjamuan Kuasa di BUMN", tulisan ini merupakan hasil riset yang menyoroti Komisaris BUMN dipenuhi oleh birokrat dan politisi. 

Dari keseluruhan BUMN dan anak usahanya didapat 562 jabatan komisaris,  dalam komposisi haril risetnya memperlihatkan bahwa komisaris dengan latar belakang birokrat dan politisi sangat dominan di BUMN, yaitu sebesar 60%. 

Transparency International lalu menemukan bahwa dari 60%, yakni 165 politisi yang menempati jabatan komisaris di BUMN terdiri dari kader atau anggota partai politik 109 kursi dan kelompok relawan politik 56 kursi. 

Dari riset tersebut TI Indonesia menemukan fakta bahwa jumlah jabatan komisaris BUMN pada dasarnya tidak mengalami pengurangan sebagaimana disampaikan oleh Presiden. Yang terjadi justru proses due diligence komisaris dilakukan secara serampangan tanpa mengindahkan aspek kapasitas/pengetahuan yang memadai, termasuk potensi konflik kepentingan akibat praktik rangkap jabatan baik di kementerian maupun birokrasi yang mengaburkan batas antara fungsinya apakah sebagai regulator atau eksekutor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten New World Selengkapnya
Lihat New World Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun