Sekira akhir tahun 2022 memasuki awal tahun 2023 masyarakat di seluruh penjuru Indonesia demam permainan lato-lato, menyusul viralnya permainan tersebut di ruang-ruang digital.
Beberapa permainan anak-anak yang viral di media sosial sejatinya berdampak pada geliat ekonomi musiman. Hal ini terbaca pada kisah viral permainan lato-lato yang saat itu menghidupkan banyak penjual mainan lato-lato.Â
Mulai dari penjual besar grosiran di berbagai marketplace ke penjual eceran di jalan-jalan di setiap sudut kota hingga ke pelosok desa, semua merasakan geliat pertumbuhan ekonomi di sepanjang viralitas lato-lato masih tetap ada.Â
Selain mainan lato-lato, sejumlah mainan lain yang juga sempat viral dan menggeliatkan ekonomi musiman bagi banyak orang antara lain squishy, pigget spiner, slime, tamiya, pop-it dan boneka kaktus goyang.
Dari sekian banyak permainan yang viral, wujud dan jenis permainannya cenderung permainan langsung pakai meskipun beberapa di antaranya adalah permainan yang bisa mengasah dan membangun imajinasi pemain untuk berkreasi, seperti quishy dan slime.Â
Tetapi faktanya, mainan-mainan tersebut viral sebagai mainan dalam bentuk produk jual. Artinya, untuk bisa memainkannya, pemain (terutama anak-anak) harus membelinya terlebih dulu. Di sinilah letak pertumbuhan geliat ekonominya.
Namun lain untuk jenis permainan yang kali ini viral di media sosial, "Gasing Pemadam". Permainan gasing jenis ini cenderung tidak viral sebagai produk jual, melainkan produk kreativitas, yaitu suatu permainan yang menantang para pemainnya untuk berkreasi (membuat) sendiri gasingnya terlebih dahulu.
Benar ada edukasi di dalamnya terkait gasing pemadam viral ini. Sebab setiap pemain (anak) diarahkan untuk membuat sendiri gasing sesuai dengan kreasi yang diingikan.Â
Tetapi yang tidak diperhatikan adalah bahwa setiap anak yang menyaksikan konten turorial pembuatan gasing pemadam sepertinya cenderung tidak didampingi oleh orang tua atau orang dewasa.Â
Oleh karena itu, alih-alih mengedukasi untuk melatih dan menciptakan kemampuan kreativitas setiap anak, pembuatan gasing pemadam tanpa pembimbing justru bisa memadamkan api kreativitas, mengapa?
Alasan mengapa gasing pemadam justru bisa memadamkan api kreativitas jika tren tersebut diikuti anak-anak tanpa adanya bimbingan dari orang tua atau orang dewasa dipandang dari tiga (3) aspek, yaitu;Â
1. Bahan pembuat gasing yang bisa menimbulkan bahaya. Bahan pembuat gasing pedamam yang terdiri dari minimal empat (4) penghapus baru (bila tidak baru tentu akan cenderung kehilangan fungsi keseimbangan dan estetikanya), isi staples sebagai pengait antar penghapus dan paku payung (paku pine) sebagai poros.
Isi staples dan paku payung (paku pine) merupakan dua jenis bahan metal dan terdapat bidang tajam yang bisa menimbulkan ancaman bahaya. Terlebih ketika berada di tangan anak-anak yang cenderung belum memiliki tanggung jawab dan pemahaman terkait bahayanya jika sisa atau sampah bahan ini dibuang sembarangan.
Faktanya; Seorang siswa kelas 2 SD Negeri Cengungklung, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro, berinisial AT, tanpa sengaja menelan paku payung (paku pines) saat merakit gasing dari bahan penghapus di rumahnya, Minggu (14/9). Seperti dikutip, kumparan.com. Â Â Â Â Â
2. Biaya pembuatan gasing pemadam jika dikalkulasi dengan cermat justru lebih mahal dari tipe gasing sejenis yang dijual di pasaran. Bahkan produk mainan gasing pemadam berbahan sama sudah ada yang menjual di marketplace dengan kisaran harga Rp5.000-Rp20.000 ribu.
Jika pada titik tertentu suatu kreativitas tidak dapat mengubah perilaku dan kemampuan berkreasi termasuk tidak mengindahkan kecerdasan finansial, bukankah membeli produk jadi yang lebih aman dan lebih murah akan memiliki nilai yang justru jauh lebih baik?
3. Ada argumentasi bahwa kreativitas semacam ini dapat mengantisipasi bahkan mengalihkan kebiasaan anak dalam bermain gawai (scrolling video pendek, bermain game dan lain sebagainya), tetapi faktanya, sebagian besar anak justru mendapatkan informasi tersebut dari media sosial (gawai), yang ketika berhasil membuat gasing pemadam tersebut, mereka akan kembali ke ruang-ruang media sosial tersebut untuk melakukan verifikasi dan validasi. Â Â
Seperti misalnya, yang terjadi di sebuah ruang digital (kanal YouTube) dengan tema "Cara Membuat Pemadam Gasing Terbaru", anak-anak yang berhasil membuat gasing pemadam pada akhirnya kembali ke ruang tersebut untuk melakukan verifikasi dan validasi dengan cara memberikan komentar tentang hasil gasing pemadam buatannya.
Pada intinya, melatih kreativitas anak dalam masa tumbuh kembang adalah bagian dari edukasi atau pendidikan yang dapat memupuk kebiasaan dalam membentuk kapasitas kecerdasan, tetapi dalam batas-batas usia tertentu terutama yang erat kaitannya dengan platform media sosial, setiap anak masih sangat membutuhan arahan atau bimbingan orang tua (orang dewasa). Â Â
Referensi
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI