Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Agak Laen: "Omon Koson" Politik, Jalan Buntu Demokrasi

22 Februari 2024   19:45 Diperbarui: 22 Februari 2024   20:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: tandaseru.di/gurusiana.id

Maka sebenarnyalah segala hal yang dianggap dinamis dan biasa saja yang terjadi dalam politik terkait adagium tak ada pertemanan abadi dan permusuhan abadi yang ada hanya kepentingan abadi, adalah biang kerok hancurnya demokrasi. Sebab tak secuilpun terbersit niat dalam adagium yang menyentuh sisi frasa "demi bangsa dan negara" (demi rakyat). Sisi yang menurut budayawan Sujiwo Tejo dalam suatu kesempatan diskusi dalam sebuah acara, "tidak ada" alias "omon koson".

Sebuah "omon koson" politik melalui perspektif agak laen, mengargumentasikan bahwa adagium tersebut merupakan "omon koson" politik yang membuat jalan buntu bagi demokrasi menuju demokrasi bersih dan sehat. Karena di ujungnya, jalan buntu demokrasi hanya akan menunjukkan ke satu arah, yaitu bahwa rakyat adalah korban politik bagi para pelaku politik yang berupaya meraih berbagai kepentingan, baik kedudukan, jabatan, kuasa dan lainnya.

Tengok saja narasi-narasi yang dibangun oleh masing-masing tim pemenangan pendukung paslon ketika film dokumenter Dirty Vote yang cenderung bermaksud mengedukasi dan menyebarkan informasi tentang adanya potensi kecurangan dalam pemilu, yang semestinya diatensi secara cerdas dan intelektual, ternyata diatensi dengan ambisi dan arogansi persepsi masing-masing kubu. 

Satu sisi, Dirty Vote ditangkap sebagai petunjuk adanya kecurangan pemilu terstruktur sistematis dan masif, yang dilakukan oleh salah satu paslon hingga berakhir dengan munculnya narasi hak angket ketika hasil quick count dan real count menunjukkan kemenangan untuk salah satu paslon.

Di titik itu jelas, ilmu politik tidak pernah mengajarkan pelaku-pelaku politik yang terlibat di dalamya untuk memiliki kebesaran jiwa. Pada kesempatan tersebut kebesaran jiwa yang dimaksud adalah menerima kekalahan dengan berlapang dada. Ikhlas. Tapi nyatanya, selalu saja kubu yang kalah menarasikan pemilu curang.     

Di sisi lain, Dirty Vote ditangkap sebagai fitnah dan kebencian tak berdasar serta mengatakannya sebagai informasi yang asumtif dan tidak ilmiah. Lalu mempertanyakan kapasitas pakar hukum yang menjadi tokoh yang terlibat di dalam film. 

Kemudian, seperti kritik dan protes yang sudah-sudah terhadap indikasi kecurangan dan kegelisahan akan kerusakan demokrasi yang ditimbulkan oleh pelanggaran etika yang digaungkan kalangan akademisi, sivitas akademik dan kaum intelektual, Dirty Vote disebut tidak hadir independen atau berdasar kegelisahan hati, melainkan sesuatu yang cenderung dimunculkan dan diarahkan sebagai dukungan atas salah satu paslon atau dengan kata lain, pesanan politik.

Artinya, kritisi kegelisahan rakyat yang timbul dari kalangan manapun atas situasi politik selalu diprasangka negatif, dianggap bagian dari partisan dan simpatisan salah satu paslon, dan tidak lahir dari kegelisahan hati sesungguhnya. Di titik ini, lagi-lagi rakyat jadi korban politik atas hak kebebasan berpendapat dengan tuduhan itu.      

Tetapi sadarkah masyarakat, bahwa seteru atau pro kontra kedua sisi narasi yang demikian hanya sementara. Ibarat dua anak kecil yang bertikai lalu mengadu pada orang tua masing-masing sampai kelanjutannya, orang tua dari masing-masing anak masih bermusuhan, namun kedua anak sudah berbaikan dan bermain bersama lagi.

Begitu pula "omon koson" politik dengan mengacu pada adagium atas frasa 'kepentingan abadi'. Bedanya dalam demokrasi, yang tetap berseteru adalah para pendukung paslon di tingkat konstituen atau rakyat pemilih. Sementara para politisi atau elite politik di tingkat atas sudah berbaikan atas nama kepentingan abadi. Inilah biang kerok yang menciptakan jalan buntu bagi demokrasi untuk menuju bersih dan sehat.

Jalan buntu demokrasi yang diciptakan oleh frasa kepentingan abadi tidak akan membawa demokrasi Indonesia kemana-mana kecuali berputar di wilayah yang sama, yaitu membela hanya untuk kepentingan abadi bukan untuk membela kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun