Mohon tunggu...
Sunan Amiruddin D Falah
Sunan Amiruddin D Falah Mohon Tunggu... Administrasi - Staf Administrasi

NEOLOGISME

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Konsumen "Rabun"

1 Desember 2022   14:15 Diperbarui: 1 Desember 2022   14:21 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Suatu kali saya pernah memesan produk tas dengan merk ternama secara online dengan sistem indent. Lewat akun pribadi seorang yang saya kenal, pada September 2019 tiga buah tas saya pesan dan pembayaran sudah saya lakukan dengan cara mentransfer. Transfer pembayaran juga dilakukan via nomor rekening kenalan saya tadi. Informasinya, begitu tas dipesan dan dibayar maka tas akan mulai dibuat sesuai pesanan. Pembuatan hingga pengiriman akan memakan waktu tiga bulan.

Namun setelah tiga bulan berlalu, status tas yang saya pesan masih dalam antrian. Setahun berlalu, kenalan saya mengatakan tas masih dalam proses antrian. Via surel saya coba menanyakan nomor ORDER-ID #293798 atas nama kenalan saya itu, berkali-kali.

Tetapi tidak satu pun dari surel yang saya kirim mendapatkan respon. Bahkan hingga memasuki pertengahan tahun 2022 produk yang saya pesan belum ada kejelasan. Pesanan ini merupakan satu-satunya belanja online dari sekian ribu belanja online yang sudah pernah saya lalukan tapi produknya belum saya terima.

Kabar terakhir saya terima hari ini bahwa toko penjual tas ternama tersebut sudah bangkrut. Banyak yang mengalami kerugian. Saya pun mengalami. Tas tidak datang. Uang amblas. Lagi-lagi buntung. Apakah yang saya alami masuk dalam kategori konsumen rabun?

Rabun adalah kondisi seseorang mengalami kesulitan untuk melihat dengan jelas. Istilah ini juga sering diartikan sebagai penglihatan yang buram. Kurang awas atau penglihatan kabur. Hal ini bila dikonotasikan pada konsumen rabun dimaksudkan sebagai kondisi pembeli atau konsumen yang melihat sebuah produk atau jasa dari tampilan atau informasi permukaannya saja, yang tampak bagus, indah, terjamin, kokoh, awet, terpercaya atau kondisi baik lainnya termasuk pelayanan dan jasa layanan purna jualnya.

Sehingga kondisi itu membuat pembeli atau konsumen tertarik tanpa menyelidik lebih jauh terhadap produk atau jasa yang dibelinya. Sampai akhirnya konsumen baru menyadari ketika menerima produk atau merasakan jasa yang dibayarnya tidak sesuai dengan apa yang ditampilkan atau dinformasikan di permukaan.

Kerabunan tanpa konsumen sadari bisa juga menjadi indikator yang dapat dimanfaatkan oleh produsen atau penjual untuk menarik minat kelanjutan produk atau jasanya. Contoh dan coba saja teliti produk-produk hiburan berupa tontonan berseri yang ditawarkan oleh beberapa aplikasi! Konsumen diimingi-imingi tontonan gratis tetapi sebenarnya tak ada yang gratis karena untuk bisa menonton film atau video yang tersaji di aplikasi tersebut konsumen harus memiliki kuota data.

Begitu episode pertama dan kedua ditonton dengan tidak gratis karena kuota data tadi, episode ketiga dan berikutnya diembel-embeli dengan VIP yang tentu saja lagi-lagi tidak gratis. Kemudian saat konsumen tengah asyik menikmati serial dan seolah dimanjakan dengan atribut VIP, ternyata untuk bisa menyelesaikan setiap seri yang ditonton konsumen masih tertahan oleh feature fast track. Lantas apa istimewanya VIP?

Rabun juga  merupakan kependekkan dari  jargon baru yang layak disematkan pada pembeli atau konsumen loyal. Pembeli atau konsumen loyal yang dimaksud adalah yang tidak lagi peduli pada jaminan pelayanan, kenyamanan atau kerugian karena ketidakberdayaan akibat produk yang dibelinya tidak memiliki banyak alternatif, kebutuhan yang tak bisa dihindari, sistematis atau aturan yang bersifat sepihak. Rabun yang dimaksud adalah raja buntung, ditujukan untuk para konsumen yang tidak lagi diperlakukan seperti raja dan kepadanya dibebankan biaya-biaya yang seharusnya bukan tanggung jawabnya. 

Masih terkait produk emas misalnya. Enam tahun lalu, saya pernah membeli perhiasan emas berupa cincin, kalung dan liontin. Saya bebas memilih kadar, ukuran atau model cincin, kalung dan liontin yang saya inginkan. Kemudian saya membayar dengan harga yang sesuai dengan berat dan kadarnya tanpa biaya tambahan.  

Namun akhir-akhir ini, ketika menemani istri saya membeli perhiasan emas berupa gelang, cincin atau kalung, tenyata ada ongkos pembuatan yang harus dibayar. Mengapa harus konsumen yang membayar ongkos pembuatannya? Padahal perhiasan emas yang dibeli bukan pesanan khusus (custom).  Sementara pada saat menjual kembali, selain dipotong per gram dari harga pembelian, ongkos pembuatan tidak turut dikembalikan. Ah! Rabun. Raja tapi buntung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun