Mohon tunggu...
Sultan Saladin
Sultan Saladin Mohon Tunggu... -

Kebenaran (akan) Mencari Jalannya Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berantas Mafia Migas dan Raih Kedaulatan Energi

21 September 2014   01:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:05 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

BERANTAS MAFIA MIGAS DAN WUJUDKAN KEDAULATAN ENERGI

MAFIA migas di Indonesia sudah ada sejak era Orde Baru. Mereka beroperasi dengan menjadikan Pertamina dan anak-anak usahanya sebagai ladang bisnis empuk untuk memperkaya diri sendiri dan menguatkan kelompoknya. Sindikasi mafia ini yang salah satunya membuat HM Soeharto berjaya hingga 32 tahun lamanya. Era boming minyak tahun 80-90 an saat Indonesia mampu menghasilkan 1,5 juta barel per hari (bph), benar-benar menjadikan mafia berpesta pora.

Era reformasi, mafia migas makin menggurita pasca pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Kerja sindikasinya makin menohok ke dalam sistem negara. Dalam UU Migas ini, urusan migas didorong menjadi sangat liberal dan praktis menghilangkan kedaulatan nasional atas Migas.

Mafia migas, yang sempat ‘vakum’ di era Gus Dur, kembali menegara pasca sukses memblejeti tata kelola dan tata niaga migas melalui UU Migas tahun 2001.

Lalu apa tujuan mereka mengintervensi UU Migas? Jelas, mereka hendak menguasai atau merusak sistem dan tata kelola dan tata niaga migas. Dimulai dari preteli perangkat aturannya, sistemnya, lalu jalankan kaderisasi mafia dan bonekanya untuk masuk menguasai seluruh jaringan tata kelola dan tata niaga migas dalam sistem negara.

Siapa mereka? Mereka adalah jaringan jahat dan rakus, yang mau kaya dan berkuasa secara ekonomi dan politik, dengan menghalalkan segala cara dan mengorbankan kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.


Nama-nama Purnomo Yusgiantoro, Ari Sumarno, Muhammad Reza Chalid, R. Priyono, Karen Agustiawan, termasuk juga nama yang baru muncul yaitu Darwin Silalahi dan Taslim Z Yunus adalah sederet nama yang tak boleh dilepaskan dari perhatian kita, ketika kita mempersoalkan amburadulnya tata kelola migas Indonesia.

Sebuah laporan menyebutkan, kerugian negara dari praktik sindikasi mafia migas di Indonesia per tahun minimal sebesar USD 4,2 miliar atau Rp 37 triliun (Kompas, 12 Juni 2014). Artinya, operasi mafia dalam 10 tahun terakhir sebesar Rp 370 triliun.

Ini baru dari migas, belum dari mafia pangan dan sektor strategis lainnya. Kasihan benar bangsa dan rakyat (miskin) Indonesia! Para mafia dan bonekanya berpesta pora, sementara mayoritas rakyat Indonesia, hidup dalam kubangan kemiskinan dan kemelaratan.

Bagaimana memberantasnya? Pada dasarnya mafia migas ini melibatkan aktor-aktor birokrasi, politikus, dan bisnis. Ini tiga serangkai yang tidak bisa dipisahkan.

Birokrasi berkepentingan untuk melanggengkan kekuasaannya di pemerintahan, politikus untuk mengongkosi cost politic serta sederet kebutuhan hidup glamour mereka. Adapun kelompok bisnis, mereka berkepentingan untuk tetap menguasai jaringan monopoli dan sindikasi kartel dalam dunia migas. Ini yang saya sebut tali temali ekonomi politik.

Usaha untuk memberantas dan menihilkannya butuh tindakan tegas, yaitu kombinasi antara perbaikan (atau revolusi mental dan sistem secara total), serta penindakan hukum yang adil dan tak pandang bulu. Tentu, memulainya dari atas. Presiden, DPR dan menteri-menteri.

Jokowi-JK mesti punya skema tegas soal pemberantasan mafia migas ini. Kata kuncinya adalah (i) skema pemberantasannya mesti menihilkan mafia di hulu, lalu ke hilir (ii) jangan sampai skema yang disusun hanya menyingkirkan mafia lama, lalu tumbuhkan jaringan mafia baru (iii) pararel dengan itu secepat mungkin benahi sistem tata kelola migas nasional agar mengabdi sebesar-besar bagi kepentingan rakyat Indonesia, bukan modal asing, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945, dan (iv) segera fokuskan sumber daya dan sumber dana untuk bangun kilang baru! Minimal kita butuh 2 kilang baru dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 400-500 ribu barel per hari, agar bangsa ini tak selalu tergantung impor.

Bagaimana dengan Petral?

Mempersoalkan mafia di sektor migas di Indonesia, tidak lengkap jika tidak menohok ke badan usaha bernama bernama Perseroan Terbatas Pertamina Energy Trading Limited (PT Petral Ltd.). Petral merupakan anak usaha yang 100 persen sahamnya dikuasai PT Pertamina yang bermarkas di Singapura.

Petral berjaya menguasai tata kelola dan tata niaga migas pasca pemberlakuan UU Migas. Undang-undang yang masuk dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136 ini ditandatangani oleh Presiden RI Megawati Soekarnoputri pada tanggal 23 November 2001.

Jika pemerintahan baru Jokowi-JK benar serius berantas mafia migas, mulailah dari PT Petral Ltd. Dalam hal ini, saya mengusulkan, digelarnya sebuah audit investigatif  untuk memulai proses hukum yang tegas dan adil.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), kalangan kampus, serta organisasi nonpemerintah (Ornop) yang bergerak di sektor migas, dapat dilibatkan Presiden untuk garap serius skema pemberantasan mafia migas tersebut.

Penerapan anti fraud system untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kewenangan, serta praktek korupsi aparat negara, dapat diterapkan berjalan seiringan dengan penindakan hukum yang tegas.

Satgas Anti Mafia Migas

Rencana Jokowi membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Migas merupakan terobosan awal yang tepat untuk menihilkan gurita mafia migas di Indonesia. Bisa dikatakan ini adalah program quick win Jokowi-JK untuk berantas sindikasi mafia migas yang selama ini merugikan negara.

Catatan kami, rekrutmen satgas anti mafia migas ini, mesti digelar secara transparan, melibatkan partisipasi publik. Para calon anggota Satgas sejak awal mesti dimintai komitmen kuat untuk bekerja memberantas mafia migas, dimulai dari yang kakap.

Satgas jangan pilih bulu, hanya berani pada “maling’ atau “pencuri BBM’ kelas teri.

Catatan keras lainnya, jangan sampai satgas memberantas mafia migas, namun menciptakan jejaringan mafia migas lainnya.

Akhirnya, negara tak boleh kalah dari mafia yang sudah masuk dalam sistem ekonomi politik Indonesia. Pemerintahan Jokowi-JK mesti selektif dalam rekruitmen anggota Satgas Anti-Mafia Migas. Termasuk juga pada anggota Kabinet.

Kita semua penting mengingatkan Jokowi dan JK, bahkan sejak awal, bahwa dalam pembentukan baik Satgas Anti Mafia Migas dan kabinet ke depan—terutama untuk ESDM dan jajaran menteri di bawah koordinasi Menko Perekonomian—jangan  merekrut nama-nama yang selama ini beredar luas di publik sebagai boneka mafia migas (dan tambang), maupun jaringan sindikasinya di level hulu.

Orang-orang yang pernah menjabat menteri ESDM, BP Migas, BPH Migas, SKK Migas dan BUMN yang mengurusi ESDM selama ini, sebaiknya tak usah dilibatkan dalam agenda penataan dan reformasi sektor ESDM.

Akhirnya, Jokowi-JK mesti sama-sama terus kita diingatkan sedari awal. Karena soal mafia migas dan reformasi tata kelola dan tata niaga migas yang mengabdi untuk kepentingan rakyat dan bangsa ini, bukanlah masalah baru. Hanya butuh kesungguhan dan keberanian Presiden memimpin skema pemberantasannya. Secara berani dan sungguh-sungguh!

Jakarta, 20 September 2014

Link:

http://utama.seruu.com/read/2014/09/20/228761/berantas-mafia-migas-dan-kedaulatan-energi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun