Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Nutrisi Sehat sebagai Pendekatan Humanis dalam Pembinaan Anak di Barak

13 Mei 2025   22:26 Diperbarui: 13 Mei 2025   22:26 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makanan bagi anak-anak yang sedang menjalani pembinaan fisik di barak (Sumber: Merdeka.com)

Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak-anak nakal ke barak tentara perlu diikuti dengan program pemberian nutrisi sehat kepada mereka sebagai bentuk pendekatan humanis terhadap kebijakan yang mengundang polemik dalam masyarakat. Semenjak kebijakan ini bergulir, isu tentang nutrisi sehat sebagai hak anak-anak seolah luput dari perhatian. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) harus segera bertindak untuk mengantisipasi pengabaian hak-hak anak di tengah kontroversi kebijakan ini.


Sebetulnya persoalan anak-anak nakal yang dibina dalam barak tentara sudah bukan isu yang baru dalam pendidikan anak di Indonesia. Hampir di berbagai sudut negeri ini, tersembunyi tempat-tempat yang dihuni oleh anak-anak yang disebut "nakal". Mereka dibina di institusi barak yang menggunakan pendekatan keras untuk menanamkan disiplin dan tanggung jawab. Dalam ruang-ruang tertutup ini, anak-anak yang bermasalah secara perilaku diasuh dalam sistem semi-militeristik dengan rutinitas yang ketat, kadang disertai hukuman fisik dan emosional. Pendekatan ini sering kali mengabaikan kebutuhan dasar anak yang tetap tak tergantikan: hak atas nutrisi yang layak meski tujuan utamanya adalah membentuk karakter yang tangguh.

Tumbuh kembang anak tak mengenal jeda, bahkan ketika mereka sedang "dihukum". Usia remaja adalah masa kritis perkembangan fisik, kognitif, dan emosional yang sangat dipengaruhi oleh kecukupan gizi. Dalam konteks ini, kelayakan asupan makanan tidak hanya menjadi urusan kemanusiaan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari pembinaan yang utuh. Sayangnya, banyak institusi pembinaan masih memandang makanan sekadar alat bantu logistik, bukan instrumen pendidikan atau pemulihan.

Dikotomi antara pendekatan keras dan pemenuhan hak dasar menjadi tantangan besar. Ketika tubuh anak yang sedang tumbuh dipaksa menjalani kedisiplinan tanpa asupan gizi yang memadai, hasilnya bukanlah pembentukan karakter, melainkan reproduksi luka dan ketimpangan. Di sinilah pentingnya mengubah paradigma pembinaan anak: dari menghukum menjadi membina secara utuh, dari pendekatan represif menuju pendekatan humanis yang berlandaskan pemenuhan hak.

Melalui artikel ini, kita akan menjelajahi peran gizi sebagai pintu masuk pendekatan humanis dalam institusi pembinaan anak di barak. Dengan membedah aspek legal, kondisi faktual, hingga strategi reformasi, tulisan ini ingin menegaskan bahwa hak atas nutrisi adalah hak yang melekat pada setiap anak, dalam kondisi apa pun. Terlebih lagi, pemenuhan hak ini tidak hanya akan mengenyangkan tubuh, tetapi juga melembutkan hati, baik anak maupun pembinanya.

Hak Anak atas Nutrisi

Nutrisi, dalam konteks pembinaan, bukan bentuk kelemahan. Ia adalah wujud tertinggi dari kekuatan negara dalam merawat anak-anaknya yang paling rapuh. Dan dari kekuatan itulah lahir kesempatan untuk perubahan sejati.

Keputusan Presiden No. 36 Tahun 1990 --sebagai ratifikasi atas Konvensi Hak Anak -- secara tegas menyatakan bahwa setiap anak berhak atas standar hidup yang layak, termasuk asupan makanan bergizi yang memadai.Hak ini juga ditegaskan dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 serta dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Dalam semua kerangka hukum tersebut, negara  diposisikan sebagai penyedia pasif sekaligus penjamin aktif atas kebutuhan dasar anak.

Ilustrasi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia/KPAI (Sumber: Kompas.com)

Makna "nutrisi yang layak"  bukan sekadar perut kenyang, melainkan makanan yang cukup secara kuantitas dan berkualitas secara zat gizi, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan kebutuhan usia dan aktivitas anak. Nutrisi yang layak adalah syarat mutlak bagi perkembangan tubuh dan otak anak yang optimal. Dalam konteks pembinaan, penyediaan makanan yang memenuhi standar ini adalah bentuk penghormatan terhadap martabat anak, bukan untuk meringankan hukuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun