Suatu malam saya meluncur di jalanan kota Jakarta dari Palmerah menuju Depok. Rute ini mengantarkan saya melintasi Jalan Raya Pondok Indah, salah satu jalan protokol yang melintasi kawasan permukiman elite di kawasan selatan Jakarta. Di atas jalan ini berdiri dua mal megah, yaitu Pondok Indah Mal (PIM) 1 dan 2 yang letaknya berhadapan. Di sekitar mal ini berdiri beberapa gedung perkantoran megah yang menjulang ke langit.
Malam itu, seperti biasanya jalan Raya Pondok Indah masih ramai dilalui oleh kendaraan bermotor. Jalan itu begitu terang berada di bawah siraman lampu jalan dan lampu lampu dari gedung mal.
Laju kendaraan agak melambat ketika memasuki jalan Raya Pondok Indah karena antrian kendaraan yang begitu panjang. Sepeda motor saya bergerak pelan mengikuti irama laju kendaraan yang berada di depan. Makin jauh jalanan mulai terasa lancar karena ada pemecahan arus lalu lintas dari kendaraan yang memutar masuk ke mal.
Saya tetap konsentrasi dengan gas yang saya genggam untuk mengontrol kecepatan lajunya. Soalnya lengah sedikit bisa mengundang masalah di jalanan.
Pandangan saya lalu tertuju pada kumpulan pengendara sepeda motor yang nongkrong di atas trotoar, beberapa meter di depan saya.
Penasaran? Tentu dong. Sambil mengendarai sepeda motor mata saya "clingak-clinguk" ke arah trotoar untuk mencari tahu ada apa di situ? Begitu melintas beberapa meter kebetulan ada lahan kosong yang bisa dipakai buat parkir. Dengan gerak sat set sepeda motor langsung saya masukkan ke tempat parkir yang persis di ujung trotoar.
Tidak ada yang istimewa di situ. Hanya sekumpulan pengendara sepeda motor yang istirahat sambil menyeruput kopi seduh yang ada di dalam kemasan gelas plastik seukuran "akua gelas". Aroma kopi yang masih hangat menerobos ke dalam hidung menggoda rasa penasaran untuk ikut menyeruputnya.
Sampailah saya di sebuah sepeda yang terparkir di pinggir trotoar. Setelah mengamati proses pembuatan kopi untuk pelanggan yang sudah menunggu, saya minta dibuatkan satu porsi.
"Torabika cappuccino ada"?
"Abis Om", kata abang abang pedagangnya sambil mengecek stok kopi kemasan yang digantung di setang sepeda.
Saya lalu mengamat-amati stok kopi tersebut. Mata saya terhenti di salah satu kemasan yang "nyempil" di antara rentengan kemasan lainnya. Saya langsung menunjuk di kemasan dengan tulisan "Kopi Susu ABC".
"Yang ini aja Bang", kata saya sambil mencari -cari tempat kosong di pinggir trotoar.