Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Inilah Tips Balik Lebaran Agar Badan Tetap Segar dan Fit Setelah Mudik

14 April 2024   10:46 Diperbarui: 15 April 2024   22:05 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi beristirahat bersama keluarga di hotel (Sumber: Pidjar.com)

Arus balik 2024 diperkirakan akan mencapai puncaknya pada H+4 Hari Raya Idul Fitri atau pada Senin, 15 April 2024. Jumlah kendaraan yang akan masuk di empat gerbang tol utama diprediksi mencapai 296 ribu kendaraan. Jumlah itu naik 11,7 persen terhadap Puncak Balik Lebaran 2023 yang berjumlah 265 ribu kendaraan. Jumlah tersebut jika dibandingkan dengan kondisi lalu lintas normal sehari-hari mengalami peningkatan sebesar 127,8 persen. Untuk diketahui kendaraan yang memasuki empat gerbang tol utama dalam kondisi normal, jumlahnya hanya 130 ribu kendaraan. (CNBCIndonesia.com, 13/4/2024)

Pergerakan kendaraan secara masif memasuki kota-kota besar adalah fenomena tahunan dalam perayaan hari besar keagamaan seperti Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Kendaraan-kendaraan yang berasal dari berbagai daerah di Pulau Jawa dan Sumatera ini mulai meninggalkan kampung halaman mereka satu per satu, menuju kembali ke kota tempat mereka bekerja atau sekolah.

Boleh jadi hari-hari ini sebagian dari kendaraan yang telah mudik sebelum Idu Fitri sudah ada yang masuk kembali ke kota-kota tujuan mereka. Arus balik ini masih terjadi secara sporadis sehingga dampaknya terhadap kemacetan lalu lintas belum terasa.

Pengalaman berkejar-kejaran dengan waktu dalam perjalanan arus balik lebaran baru mulai terasa dari Sabtu malam hingga hari Senin, tanggal 15 Februari, yang menjadi hari terakhir cuti bersama.  Fenomena penumpukan kendaraan di sepanjang jalan raya, jalan tol, hingga jalan-jalan alternatif akan menjadi pembicaraan di media sosial dan media massa.

Arus balik 2024 tentu masih membawa cerita tentang kemacetan sebagai sajian utama dari keseruan dalam momentum lebaran tahun ini. Tapi konon, perjalanan arus balik lebih berat rasanya karena energi perjalanan lebaran sebagian besarnya sudah digunakan untuk perjalanan mudik dan kegiatan-kegiatan selama mudik di kampung. Logistik dan biaya sudah dipakai untuk kebutuhan selama mudik.


Energi, biaya, dan logistik yang sudah menipis ketika perjalanan balik ke kota bisa menjadi cerita menarik di balik kerasnya arus balik lebaran. Agar energi, logistik, dan biaya ini tidak berkembang menjadi isu sensitif dalam perjalanan, sebaiknya perjalanan kembali dari mudik harus direncanakan dengan matang agenda-agendanya. Pasalnya, perjalanan yang panjang tidak bisa diprediksi waktu tempuhnya, karena pasti selalu dibayang-bayangi dengan kemacetan yang panjang.

Membuat Agenda Mudik 

Untuk itu, dalam edisi arus balik 2024 ini saya ingin berbagi pengalaman tentang perjalanan balik ke kota yang cukup menyenangkan meskipun alokasi logistik dan biaya untuk kebutuhan selama mudik juga besar. Arus balik lebaran ini merupakan satu paket dengan perjalanan mudik yang sudah saya ceritakan di artikel ini:

Pengalaman Mudik Pansela dan Cerita Terjebak Macet Sehari-Semalam

Agenda perjalanan kami selalu dibicarakan dua pekan sebelum lebaran. Dengan jeda waktu yang cukup panjang kami bisa membuat rencana berdasarkan skala prioritas dengan memperhitungkan dukungan dana dan logistik yang kami bawa. Kami membuat terlebih dahulu agenda utama selama di kampung, seperti sahur dan buka terakhir, membeli makanan lebaran dari saudara, silaturahmi dan ziarah makam orang tua, bagi-bagi THR, BBM untuk silaturahmi dengan saudara yang tempat tinggalnya jauh, hingga santunan ke keluarga kurang mampu. Ditambah biaya hidup harian selama mudik.

Ilustrasi silaturahmi di lingkungan warga (Sumber: Viva.co.id)
Ilustrasi silaturahmi di lingkungan warga (Sumber: Viva.co.id)

Kemudian kami membuat rancangan anggaran untuk perjalanan baliknya. Kebiasaan kami, kalau balik selalu memilih jalur yang berbeda dengan jalur mudik. Kalau mudik lewat Bandung, maka balik lewat Cirebon atau jalur Pantura. Karena Cirebon adalah kota wisata, kota kuliner, dan kota belanja, maka alokasi anggaran untuk arus balik ini harus disediakan secara ekstra.

Selain untuk untuk konsumsi, anggaran untuk akomodasi, terutama hotel juga perlu disediakan untuk harga sekelas bintang dua atau bintang tiga. Kebetulan makam mertua ada di Kuningan, maka perjalanan ke Cirebon menjadi wajib dilakukan setiap kali mudik ke Tasik. Artinya, ada tambahan juga untuk BBM mobil dari Tasik ke Kuningan dan Cirebon.

Alokasi Anggaran

Setelah mengetahui besaran biaya yang diperlukan untuk semua kebutuhan tersebut, baru kami menentukan durasi mudik, biasanya maksimal 3 hari. Hari pertama untuk silaturahmi dengan sesepuh dan saudara sekota, makan bersama keluarga inti, istirahat. Dilanjut hari kedua, silaturahmi saudara jauh dan ziarah.

Biasanya di hari kedua ini ada kegiatan "sosial" tambahan yaitu bagi-bagi THR ke saudara di kampung dan memberi santunan kepada saudara yang kurang mampu. Setelah kegiatan inti selesai, biasanya ada kegiatan tambahan seperti menghadiri undangan makan dari pini sepuh atau saudara. Setelah selesai, kami akan kembali ke basecamp atau tempat menginap untuk menyiapkan agenda hari berikutnya. Selama ini kami punya langganan penyewaan rumah harian di Tasik, jadi kebutuhan akomodasi mudik sudah terpenuhi di sini.

Ilustrasi seorang wanita sedang mengalokasikan anggaran keuangan (Sumber: Temp.co)
Ilustrasi seorang wanita sedang mengalokasikan anggaran keuangan (Sumber: Temp.co)

Kalau kegiatan mudik di kampung dirasa cukup sampai di hari kedua saja, maka agenda hari ketiga adalah perjalanan menuju Kuningan dan Cirebon. Perjalanan ini merupakan arus balik untuk keluarga kami. Sebelum berangkat kami pastikan dulu untuk memesan hotel terlebih dahulu. Kami selalu membuat alternatif tempat menginap, apakah Kuningan atau Cirebon.

Kalau mau nginap di Kuningan, saya langsung menelepon Hotel Grand Cordela untuk 2 kamar. Tapi kalau mau nginap di Cirebon, pilihan pertama selalu Hotel Santika. Pilihan berikutnya Amaris, atau hotel-hotel bintang 2 lainnya. Biasanya kami langsung pesan 2 kamar, satu kamar untuk saya dan istri, dan satunya lagi buat kedua putra kami.

Perjalanan Balik

Untuk mudik kali ini kami putuskan untuk nginap di Kuningan, jadi saya langsung memesan 2 kamar untuk satu malam di Hotel Grand Cordela. Perjalanan kami dari Tasik dimulai jam 8 pagi, setelah sarapan dan urusan buang hajat diselesaikan semua. Kami meninggalkan rumah di bawah sinar matahari pagi yang segar dan udara yang masih sejuk.

Perjalanan Tasik -- Kuningan biasanya kami tempuh selama 4-5 jam lewat Ciamis. Jalannya sudah mulus meskipun kurang lebar. Pemandangannya masih alami dan udaranya masih asri juga. Kalau perjalanan kami lakukan pagi hari, biasanya kami mampir di restoran khas makanan Sunda yang bernuansa alam pedesaan. Setelah makan kami meneruskan perjalanan sampai Kuningan.

Kondisi lalu lintas Kuningan pada hari ketiga lebaran sudah terbilang sepi. Hanya ada beberapa titik kemacetan, dan itu pun tidak lama berhentinya. Kotanya tidak terlalu ramai dengan kendaraan meski pun suasananya ramai ketika lebaran, karena Kuningan bukan kota tujuan wisata dan belanja seperti Cirebon. Kalaupun rame dengan kendaraan, mereka hanya memanfaatkan Kuningan sebagai jalur transit menuju Cirebon atau Semarang.

Menginap di Hotel Grand Cordela

Karena sepi, kami tidak perlu berlama-lama macet-macetan di jalan seperti perjalanan mudik. Kami tiba di Hotel Grand Cordela beberapa menit sebelum azan Ashar berkumandang. Setelah menyelesaikan urusan administrasi dengan petugas resepsionis, kami pun check in sesuai dengan nomor kamar masing-masing.

Ilustrasi Hotel Grand Cordela Kuningan (Sumber: Aboutcirebon.id)
Ilustrasi Hotel Grand Cordela Kuningan (Sumber: Aboutcirebon.id)

Biasanya hari ketiga ini agendanya kami bablaskan buat istirahat di hotel sampai malam. Agenda malamnya adalah menjelajahi kuliner malam di Kuningan sambil menikmati kesejukan udara kota yang berasal dari hembusan angin Gunung Ciremai. Tidak banyak yang dijumpai khusus untuk makanan khas orang Kuningan. Paling-paling pecel lele, ayam goreng, nasi goreng, sop, soto, sate, dan KFC. Akhirnya kami pilih pecel lele saja.

Agenda ziarah ke makam mertua kami lakukan setelah check out. Dari pagi sampai check out diisi dengan sarapan bersama di hotel, refreshing atau renang, dan bercengkerama di kamar. Biasanya saya gunakan waktu kosong ini untuk tidur dalam rangka mengisi tenaga untuk nyetir sampai ke Depok nanti.

Sop Dengkil dan Empal Gentong

Saya sengaja mengatur agenda ziarah setelah check out karena ada salah satu kuliner khas Kuningan yang menurut saya sangat khas rasanya, dan sulit saya temukan cita rasanya di tempat lain. Namanya Sop Dengkil.

Hanya ada satu warung yang terletak di Jalan Raya Kuningan- Cirebon. Nama warungnya Warung Sop Dengkil Haji Jamaha. Letaknya tidak jauh dari PLN Kuningan. Sop dengkil ini adalah dengkul kambing muda yang disop dan diberi bumbu rempah, terutama merica, jahe, dan bawang putih. Aroma rempah dan cita rasa pedasnya sangat khas. Rasanya benar-benar ngangenin.

Saya kalau setiap kali ke Kuningan pasti akan mampir ke sini hanya sekadar untuk menikmati sop dengkil ini. Beberapa sopir rental mobil yang saya sewa, saya bawa ke sini untuk makan bersama. Mereka pun memberi komentar yang sama tentang kelezatan Sop Denkgil Haji Jamaha ini.

Siang itu Warung Haji Jamaha cukup ramai pengunjungnya, sehingga rombongan keluarga kami mendapat tempat parkir agak jauh dari warungnya. Kami memang agak terlambat karena acara ziarah kuburnya diperpanjang berhubung ada beberapa doa dan ritual yang harus dikerjakan dulu. Setelah semua urusan ziarah beres, kami langsung berangkat ke warung Haji Jamaha ini.

Kami mendapat meja untuk ukuran 4 orang yang letaknya di ruang atas. Dari sini kita bisa melihat pemandangan sawah yang ada di samping dan di belakang warung ini. Dari sini kami order 4 sop dengkil, dan 4 nasi putih, ditambah minuman es jeruk dan teh tawar anget. Begitu sopnya tersaji di meja makan, dua porsi sop dengkil langsung berpindah ke dalam perut hanya dalam hitungan menit.

Ilustrasi suasana Rumah Makan Empa Gentong H Apud Cirebon (Sumber: Empalgentonghajiapud.com)
Ilustrasi suasana Rumah Makan Empa Gentong H Apud Cirebon (Sumber: Empalgentonghajiapud.com)

Ilustrasi Sop Dengkil (Sumber: Banyumasekspres.id)
Ilustrasi Sop Dengkil (Sumber: Banyumasekspres.id)

Setelah salat Ashar, kami langsung bergerak ke Cirebon ke salah satu tempat kuliner yang sudah melegenda yaitu empal gentong Haji Apud. Nama Haji Apud memang tenar di Cirebon berkan empal gentongnya yang merajai kuliner khas Cirebon ini. Kami mampir untuk mencoba dua porsi empal gentong asli Cirebon produksi Haji Apud.

Matahari sudah condong ke barat ketika kami meninggalkan warung Empal Gentong Haji Apud yang terkenal ini. Dari dalam mobil saya perhatikan mobil-mobil dari lawan arah bergerak terus menuju Gerbang Tol Palimanan. Kami terus bergerak menyusuri jalan dalam kota yang tidak begitu padat. Target kami kali ini mencari masjid  untuk Shalat Maghrib. Dan sampailah kami di Masjid Agung Cirebon yang megah.

Maghrib di Masjid Agung Cirebon

Di area masjid sudah banyak jamaah yang duduk-duduk di pelataran sambil meregangkan kaki mereka yang lelah. Kelelahan mereka bisa saya rasakan juga saat itu, karena saya pun barusan menyelesaikan sebuah perjalanan yang jauh. Dari wajah mereka terlihat ekspresi rasa syukur yang begitu besar karena bisa merasakan nikmatnya waktu untuk beristirahat.

Saya amati keadaan di sekitar masjid yang ternyata ramai juga dengan pengunjung. Parkir mobil sudah diisi dengan mobil-mobil dari berbagai daerah. Mobil-mobil yang baru tiba masuk ke area parkir pelan-pelan sambil mencari-cari tempat parkir yang kosong. Di sisi yang berseberangan terdapat parkir sepeda motor yang sudah padat dengan sepeda motor.

Ilustrasi Masjid Raya At Taqwa atau Masjid Agung Cirebon (Sumber: Suaracirebon.com)
Ilustrasi Masjid Raya At Taqwa atau Masjid Agung Cirebon (Sumber: Suaracirebon.com)

Saya dan kedua anak saya berpisah dengan ibu mereka di tempat wudu. Kami mengambil jalur ke tempat wudu pria yang juga sudah padat dengan antrean di depan keran. Kami mengambil posisi masing-masing untuk mendapatkan giliran berwudu. Satu per satu kami meninggalkan tempat wudu dan berjalan menuju ke dalam masjid. Sesaat kemudian, muazin mengumandangkan azan Maghrib.

Jamaah yang sudah berada di dalam masjid mulai mengisi shaf-shaf yang kosong, sementara yang baru masuk membuat shaf-shaf baru yang berada di bagian belakang. Setelah menunggu beberapa menit Muazin kemudian mengumandangkan iqamah sebagai tanda untuk menunaikan salat Maghrib secara berjamaah.

Tiga rakaat saya tunaikan salat Maghrib bersama-sama dengan jamaah lain. Ternyata hari itu jamaah yang mengisi ruangan masjid Jami Cirebon terbilang banyak, karena memenuhi setengah bagian dari seluruh kapasitas ruang shalat. Kebanyakan memang musafir seperti kami ini.

Nasi Jamblang Mang Dul

Kami meninggalkan area masjid ketika hari mulai berangsur gelap. Mobil saya arahkan ke Jalan Cipto Mangunkusumo yang melintang di tengah Kota Cirebon. Sasaran kami kali ini adalah Warung Nasi Jamblang Mang Dul, yang namanya sudah melegenda untuk kuliner khas Cirebon ini. Kami melintasi beberapa ruas jalan yang kondisi lalu lintasnya masih cukup ramai.

Warung Nasi Jamblang Mang Dul terlihat cukup ramai begitu kami sampai di depan area parkirnya. Tidak ada celah satu pun yang tersisa untuk mobil-mobil yang baru datang. Mobil kami pun mengalami nasib serupa. Tukang parkir mengarahkan supaya kami berputar sekali lagi agar tidak menimbulkan kemacetan di ruas jalan yang ramai dan padat ini.

Ilustrasi nasi Jamblang, makanan khas dari Cirebon (Sumber: Kompas.com)
Ilustrasi nasi Jamblang, makanan khas dari Cirebon (Sumber: Kompas.com)

Ilustrasi RM Nasi Jamblang Mang Dul Cirebon (Sumber: food.indozone.com)
Ilustrasi RM Nasi Jamblang Mang Dul Cirebon (Sumber: food.indozone.com)

Kami lalu berbalik arah dan mengitari lagi jalan Cipto Mangunkusumo, lalu berbelok di "U Turn" yang agak sepi. Mobil saya pelankan begitu memasuki area kuliner yang ramai dan padat ini. Kebetulan ada satu celah yang kosong ada di depan mobil kami, dan saya pun langsung berbelok dan memarkirkan mobil di sini.

Di dalam Warung Mang Dul ternyata konsumennya masih berjubel. Meja-mejanya masih terisi penuh oleh orang-orang yang sedang menikmati lezatnya nasi Jamblang ini. Mereka larut dalam cita rasa nasi yang dialasi dengan daun jati, dibungkus dalam porsi yang cukup kecil. Saya mengamati keadaan di dalam warung sambil berdiri di dalam antrean yang cukup panjang.

Pelan-pelan antrean tersebut bergerak maju, dan akhirnya kami tiba juga di depan makanannya. Ada seorang pelayan yang bertugas menyendoki makanan yang dipilih konsumen. Nasi jamblang ini sudah dibungkus, tinggal di buka di atas wadah kemudian konsumen memilih menu lauk dan sayurnya. Pilihannya bervariasi, ada ayam, ikan, daging sapi, tahu, tempe, cumi atau sotong, ikan jambal, dan sambel merah yang khas banget.

Saya hanya memesan menu favorit saya, tiga porsi nasi jamblang ditambah dengan sotong, ikan jambal, dan gulai sapi. Untuk anak-anak dan istri saya tidak tahu persis menu pesanan mereka. Kami mendapatkan satu meja kosong yang letakanya paling depan, dekat dengan pintu masuk yang mengarah ke jalan raya. Dari sini, sambil makan saya juga mengamati orang-orang yang baru masuk, dan yang sedang antri. Dan malam itu konsumen Mang Dul terus berdatangan sehingga antreannya tetap panjang dan tidak putus-putus.

Kenyang, enak, dan ingin datang kembali adalah kesan kami semua setelah meninggalkan Warung Mang Dul. Anak-anak dan istri memberi komentar positif soal makanannya, layanannya, suasananya, dan harganya. Mereka merekomendasikan untuk menjadikan Nasi Jamblang Mang Dul ini sebagai motif utama untuk berkunjung ke Cirebon lagi. Malam itu kami semua merasa senang dan nikmat oleh cita rasa nasi Jamblang Mang Dul.

Sebelum meninggalkan Cirebon, saya ajak keluarga saya untuk mampir di sebuah warung kecil yang posisinya agak "nyempil" di antara Warung Mang Dul dengan beberapa warung kuliner yang berjejer di pinggir Jalan Tuparev ini. Saya lupa namanya. Tapi yang membuat saya harus masuk ke sini malam itu adalah terkenang dengan rasa jus Kacang Merahnya.

Kebetulan warungnya sepi. Hanya satu meja yang terisi penuh oleh satu keluarga. Mereka kelihatanya baru habis menikmati masakan khas dari warung ini. Saya dan keluarga saya mengambil posisi duduk di belakang mereka. Saya langsung pesan jus Kacang Merah. Tidak berapa lama, datanglah empat gelas jus kacang merah di atas nampan.

Saya menyeruputnya pelan-pelan sambil merasakan cita rasa kacang merah yang jenisnya berbeda dengan kacang merah yang dijual di pasar. Sang pemilik warung menunjukkan jenis kacang merah yang disimpan di dalam toples khusus. Ukurannya agak kecil dengan tekstur yang mengkilap dana warnanya lebih gelap, mendekati coklat tua.

Kami habiskan waktu di Cirebon malam itu dengan menikmati jus kacang merah ini. Konon, jus ini mengandung nutrisi yang dibutuhkan tubuh agar tetap fit seharian. Saya pikir, inilah makanan yang saya butuhkan agar perjalanan malam ini bisa tetap fit ketika melintasi jalan tol dari Cirebon sampai Depok yang sudah pasti macetnya sangat panjang.

Cerita perjalanan balik dengan rute dari Tasik, Kuningan, Cirebon, hingga Depok ini kami rancang jauh-jauh hari sebelum perjalanan mudik dimulai. Rangkaian kegiatan yang didesain kami buat dengan mengacu pada perjalanan mudik dan balik pada tahun-tahun sebelumnya. Prinsipnya, ada agenda yang sifatnya wajib seperti silaturahmi dengan saudara dan ziarah makam. Agenda lain yang sifatnya refreshing dan rekreasi berjalan fleksibel saja. Kalau ada anggaran yang lebih kami biasanya melanjutkan dengan berburu kuliner atau belanja batik. Kalau anggaran secukupnya paling hanya mampir di restoran bernuansa alam di sepanjang jalur arus balik.

Kita semua bisa membuat agenda sesuai kebutuhan dan kondisi keuangan kita masing-masing. Intinya ciptakan suasana perjalanan balik yang seriang mungkin agar tidak menjadi beban yang justru membuat batin dan raga kita cape. Jangan sampai beban ini terbawa dan memengaruhi hidup kita setelah bergembira di kampung halaman.

Depok, 14 April 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun