Mohon tunggu...
Sulis Tyaningsih
Sulis Tyaningsih Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan

Buku Pendiidkan, Sosial-Budaya, Sejarah, Sastra, Psikologi dan Sains sangat saya sukai.

Selanjutnya

Tutup

Book

Sebuah Seni untuk Bersikap "Bodo Amat"

30 September 2022   12:06 Diperbarui: 30 September 2022   12:15 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Buku                         : Sebuah Seni untuk Bersikap "Bodo Amat"

Judul Asli                            : The Subtle Art of Not Giving a F*ck

Pengarang                          : Mark Manson

Halaman                             : 256

Penertbit                            : Grasindo

Di awali dengan Bab 1 yang berjudul "Jangan berusaha," Penulis benar-benar mencerminkan Judul bukunya di awal bab ini. Sepintas saat membaca judulnya, rasanya penulis ingin menyuruh kita untuk cuek saja dengan kehidupan yang kita punya. Tetapi setelah membaca bab-bab berikutnya akan kita temui makna sebenarnya "Bodo amat" yang dimaksud penulis.


Penjelasan yang gamblang, disertai contoh konkret membuat kita tidak akan mau menutup buku ini sebelum menamatkannya. Hampir semua hal yang ada dalam buku ini pernah kita alami, mungkin saat ini pun masih kita rasakan. Sehingga permasalahan hidup mungkin bisa kita dapatkan solusinya dengan membaca buku ini.

Tetapi ada satu kritikan saya untuk bab 1 yaitu "Jangan berusaha". Lebih tepatnya kritikan ini untuk Bukowski, sang pecundang. Saya pikir, yang harus kita imani yaitu "Jangan berhenti berusaha." Di sini diceritakan tentang Bukowski, penjudi-pemabuk-lelaki hidung belang-kasar-kikir-tukang utang, yang mencoba menjadi penulis. Namun setelah sekian lama menulis dan mengirimkan tulisannya ke beberapa editor, hasil yang didapatkan nihil.

Suatu hari Bukowski merasa hidupnya begitu kejam, ia pun berhenti menulis dan mengirim karya-karyanya. Di tengah kekecewaan itu, ia mendapat panggilan telepon dari seorang editor handal di sebuah percetakan terkenal di kotanya. Sang editor tertarik untuk mengedit tulisan Bukowski. Alhasil, sejak kejadian itu, hidup Bukowski berubah, ia pun bergelimang harta. Namun, sikap buruknya (yang tersemat di atas) terus dilakukannya. Bukowski menyadari bahwa dengan "Tidak berusaha" (saat ia berhenti menulis), nasib baik menghampirinya.

Saya pikir, karena usaha tanpa henti mengirimkan tulisannya ke beberapa editor lah yang membuat ia bisa menjadi penulis terkenal, bukan sebaliknya. Bayangkan saja jika Bukowski dari awal "Tidak berusaha" mengirimkan tulisannya ke editor mana pun. Tentu saja sang editor handal tidak akan pernah membaca tulisannya yang banyak itu, dan tidak akan mau menelepon Bukowski. Hasilnya, ia tidak akan menjadi penulis terkenal dan akan tetap brengs*k.

Jadi intinya apa sih?

Meski nyatanya buku Bukowski laris manis dan sosoknya terkenal, Bukowski dulunya adalah seorang pecundang. Ia tahu benar itu. Keberhasilannya itu dikarenakan bahwa ia tahu bahwa dirinya seorang pecundang, menerimanya, dan kemudian menulis secara jujur tentangnya. Ia tidak pernah mencoba untuk menjadi selain dirinya sendiri. Kecerdasan dalam tulisan Bukowski bukan soal memanfaatkan peluang luar biasa atau mengembangkan dirinya menjadi sastrawan yang gemilang. Yang ada adalah kebalikannya. Ia hebat karena kemampuan sederhananya untuk jujur pada diri sendiri sepenuhnya dan setulusnya. Terutama mengakui hal-hal buruk yang ada pada dirinya sekalipun. Dan untuk membagikan perasaannya tanpa segan atau ragu.

Bukowski sama sekali "Masa bodo" dengan kesuksesan. Bahkan setelah ia menjadi terkenal, ia masih muncul dalam pembacaan puisi, mendamprat, mencibir audiensnya dengan kasar. Ia masih mengekspos dirinya di muka umum dan meniduri setiap perempuan yang ditemuinya. Menjadi terkenal dan sukses tidak membuat dirinya menjadi lebih baik. Dan ia menjadi terkenal dan sukses, bukan karena perubahannya menjadi orang yang lebih baik. (Hal:3-4)

Satu cuplikan unik yang akan kita dapatkan dari buku ini adalah fakta bahwa kasus-kasus depresi melejit tinggi 30 tahun belakangan. Meskipun faktanya setiap orang sudah punya TV layar datar dengan sekali klik dan belanja kita bisa datang sampai depan rumah.

Krisis kita bukan lagi soal materi namun lebih kepada eksistensi dan spiritual. Karena tidak terbatasnya apa yang kita lihat dan ketahui saat ini, tidak terbatas pula hal-hal yang merasa kita terpinggirkan, jelek, kecewa, dan tak sehebat yang kita kira. Inilah yang mengoyak diri kita dari dalam.

Pada Bab 2 kita akan disuguhi judul "Kebahagiaan itu adalah masalah."

Apa? Masa sih? Bukanya manusia hidup untuk mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat? Ya, gak ya?

Penulis sekali lagi menyampaikan penjelasan epik dengan memberi sebuah contoh cerita untuk menjelaskan kenapa "Kebahagiaan itu adalah masalah" pada bab ini. Salah satu kesadaran yang harus kita terima. Suka atau tidak suka : Hidup itu sendiri adalah suatu bentuk penderitaan.

Orang kaya menderita karena kekayaannya. Orang miskin menderita karena kemiskinannya. Orang yang tidak punya keluarga menderita karena tidak punya keluarga. Orang yang mengejar kenikmatan duniawi menderita karena kenikmatan duniawinya. Dan orang yang tidak pernah merasakan kenikmatan duniawi menderita karena tidak pernah merasakannya.

 Masalah tidak pernah berhenti di dalam kehidupan. Mereka hanya datang silih berganti/ meningkat. Untuk mencapai suatu kebahagaiaan, harus ada sesuatu yang dipecahkan. Dengan kata lain, kebahagian adalah suatu tindakan; sebuah kegiatan, bukan sesuatu yang diam-diam diberikan pada kita.

Pada Bab 3 dengan judul yang lebih njlimet lagi "Anda tidak istimewa." Ternyata, sekadar bahagia atas diri anda sendiri tidak berarti apa-apa. Pada kenyataannya kemalangan dan kegagalan, sungguh berguna dan bahkan diperlukan untuk membangun seorang dewasa yang tangguh dan sukses.

Pada Bab 4 dengan judul "Nilai penderitaan," penulis menceritakan kisah veteran perang Jepang yang bersembunyi dalam hutan Vietnam. Sampai perang berakhir, si veteran tidak menyadari dan tetap teguh melaksanakan perintah untuk "Jangan menyerah," dan memilih untuk tetap tinggal dalam hutan.

Suzuki, bocah hippie dari Jepang yang sudah masuk zaman modern, mencoba menemukan si veteran tersebut. Setelah tersebar berita bahwa, polisi sudah mengobrak-abrik hutan selama 30 tahun tanpa hasil, ribuan selebaran tak pernah dapat tanggapan. Tapi yah, bodo amat, si bocah hippie  yang putus kuliah ini berjanji untuk menemukannya.

Singkat cerita si bocah hippie ini pun akhirnya menemukan si veteran. Mereka saling berteman dan bertukar cerita. Si veteran berhasil dibujuk pulang ke Jepang dan mendapat gelar kehormatan di sana.

Kedua manusia tadi memilih penderitaan mereka masing-masing. Si veteran menderita karena prinsip yang dipegangnya untuk "Jangan menyerah" demi kejayaan Jepang. Sedangkan si bocah hippie menderita saat pencarian yang cukup Panjang di dalam hutan. Karena penderitaan mereka bermakna sesuatu, mereka mampu menanggung derita itu bahkan menikmatinya.

Jadi sebaiknya, supaya kita tidak terlalu stress menjalani hidup ini. Harus kita ajukan dalam diri kita "Mengapa saya menderita? Demi tujuan apa?" bukan malah "Bagaimana saya bisa menghentikan penderitaan?"

Untuk Bab 5 dengan judul "Anda selalu memilih," penulis mengisahkan kisah William James, bapak psikologi Amerika. Beliau mati-matian memilih jalan hidupnya yang kontra dengan pilihan orang tua. Di tengah pencapaian ideologinya, ia berhadapan dengan begitu banyak rintangan, sampai ingin bunuh diri.

Pada Bab 6, "Anda keliru tentang semua hal (Tapi saya pun begitu)," mengajarkan bahwa :

Tidak ada dogma yang benar. Tidak ada ideologi yang sempurna. Yang ada hanyalah bahwa pengalaman anda menunjukkan pada anda yang benar untuk anda, dan bahkan bahwa pengalaman juga bisa keliru. Dan karena anda dan saya dan orang lain memiliki sejarah pribadi serta situasi hidup yang berbeda, kita semua tidak bisa tidak, akan memiliki jawaban yang "benar" yang berbeda mengenai arti hidup kita, dan bagaimana itu seharusnya dihidupi. Jawaban benar versi saya adalah berkelana bertahun-tahun, tinggal di tempat yang tidak jelas, dan menertawakan kentut saya sendiri. Atau setidaknya itulah jawaban yang benar hingga sekarang. (Hal:137)  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun