Mohon tunggu...
sulistiarini
sulistiarini Mohon Tunggu... Lainnya - Nulisnya yang konsisten ya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

One day One article

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menanamkan Pendidikan Karakter dengan Permainan Tradisional

12 November 2019   07:15 Diperbarui: 12 November 2019   07:18 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jauhnya anak-anak dengan dolanan membuat mereka menjadi pribadi yang individualisme sejak kecil hingga tumbuh remaja. Dulu, dolanan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi keseharian anak-anak.

Pada masa itu anak-anak masih bebas bermain dan memiliki banyak waktu dengan teman-temanya, tidak seperti sekarang disaat teknologi telah begitu berkembang, orang tua mengalihkan kegiatan anak-anaknya dengan medaftarkannya pada program les, privat, dan kursus untuk pengembangan bakat dan minatnya, disisi lain hal tersebut hanyalah alasan orang tua untuk menjadikan anak-anaknya menjadi sebagaimana yang mereka inginkan.

Masa sekarang ini merupakan masa dimana informasi sangat mudah untuk diakses oleh siapapun dengan gawainya, begitupun anak-anak, mereka dengan mudah mencari hal-hal yang ingin mereka ketahui, tak jarang mereka mengakses konten-konten milik orang dewasa, kemudian mengispirasi mereka, bahkan mencoba, sehingga menjadikan mereka meremaja dan dewasa namun kedewasaan mereka tidak siap secara pemikiran dan tingkahlaku.

Keadaan pendidikan di Indonesia pun saat ini begitu memprihatinkan, anak-anak diberikan pembelajaran yang penuh dengan materi, buku-buku yang tebal, hafalan, rumus hitung yang entah kemana ujungnya, dan target nilai normatif ketika evaluasi tiap semester ataupun ujian nasional. Anak-anak dipaksa untuk memahami materi-materi yang banyak dan bermacam-macam.

Hal tersebut tidak menjadikan mereka faham, mereka malah semakin kebingungan, karena semua mereka dapat hanya secomot dari tiap materi yang harus mereka pelajari, menjadikan anak kehilangan jati diri mereka, anak-anak yang riang, tumbuh sebagaimana proses perkembangan mereka, ketika mereka tumbuh tidak secara alamiah anak-anak akan tumbuah menjadi generasi yang dipaksa masak tidak pada waktunya.

Permainan tradisonal petak umpet (delikan), bentengan, congkak (dakon), lompat tali, engkleng, dan lain-lain, merupakan hal yang langka kita temui di masa sekarang ini, namun bagi mereka yang terlahir di akhir tahun 80an dan awal tahun 90an dolanan adalah kegiatan untuk menghabiskan waktu dilakukan setelah ngaji atau sepulang sekolah, untuk hari ahadnya mereka gunakan untuk menonton tayangan kartun di TV, itupun hanya satu dua orang saja yang mempunyai TV sehingga mereka menonton secara bersamaan di rumah tetangga atau teman yang mempuyai TV.

Seiring berjalannya waktu muncul benda benda yang berbasis teknologi yang menarik perhatian anak-anak, anak-anak lebih tertarik menonton TV, bermain game di gawai mereka masing-masing atau bermain PS daripada bermain dolanan, dari sinilah sifat atau karakter individualis bermunculan pada anak-anak, sekarang ini jarang ditemui anak-anak yang tidak bisa bermain game di gawai atau rumah yang tidak mempunyai TV, Karena TV dan gawai di banderol dengan harga yang sangat terjangkau oleh semua kalangan.

Selain menimbulkan karakter yang individualis, game dan PS menyajikan hal-hal yang seolah-olah terlihat nyata, pengoperasinya cukup memencet tombol stick atau menyentuh layar gawai sedangkan pemainnya hanya duduk, untuk mengembalikan antusiasme anak terhadap dolanan, munculah permainan jelajah ruang yang disebut juga dengan out bond, yang pada hakikatnya kegiatan atau permainan yang termuat didalamnya adalah outbond.

Outbond  adalah dolanan itu sendiri, jika dulu dolanan dilakukan secara cuma-cuma lain halnya dengan sekarang, sekarang dolanan di bungkus dengan sebutan outbond, dolanan menjadi paket liburan yang dijadikan sarana hiburan melepas penat anak-anak selama mereka belajar, akan tetapi berubah tersebut menjadikan dolanan yang terbungkus outbond tidak bisa di dapat oleh semua anak, lantaran biaya outbond mahal, padahal dolanan merupakan hal yang tidak bisa terpisah oleh anak.

Dolanan yang kini hadir kembali dengan berbentuk outbond , dikatakan dapat mengasah perkembangan keseimbangan otak kanan dan otak kiri anak, melatih kepemimpinan, kerjasama tim dan mengatur strategi, padahal hal tersebut dahulunya telah diajarkan melalui dolanan.

Lalu bagaimana kabar anak-anak desa yang mulai meninggalkan dolanan dan beralih dengan permainan yang berbasis teknologi, meskipun sejatinya mereka belum kenal betul, sudah jarang lagi dolanan dilakukan di pedesaan. Kesalahan kita sebagai orang dewasa disekitar anak adalah kita hanya menganggap bahwa dolanan adalah aktifitas biasa, yang kita tidak mengetahui dampak positif dari dolanan itu sendiri.

Semoga kita tidak terlambat dalam memahami bahwa dolanan adalah kegiatan yang saintifik dan pengaruhnya sangat baik bagi tumbuh kembang anak, dan semoga saja bencana individualism pada anak segera teratasi, kalau bukan kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun