Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jokowi, Guru Rakyat

7 Januari 2019   22:59 Diperbarui: 8 Januari 2019   18:40 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Jokowi Berdoa di Masjid Niujie di Beijing. Sumber: foto.tempo.co

JOKOWI adalah guru rakyat. Ia mendidik rakyat dengan memberi teladan dalam bentuk tindakan nyata; terus bekerja meski digempur wabah fitnah dan hujan caci-maki. Di dadanya; bunga-bunga impian rakyat tumbuh, bermekaran, dan menebarkan wangi ke seluruh galaksi.

Juru Selamat Palsu dan Boneka

Tanpa sosok pemimpin yang bisa dijadikan teladan seperti Jokowi; rakyat akan kehilangan tempat berpijak, tidak bisa berlari untuk merebut nyala kejayaan, dan tersesat di bawah terang matahari peradaban. Masa depan rakyat menjelma kabut yang merayap di permukaan rawa bernama zaman. Begitu sinar fajar peradaban menghalaunya; kabut itu pecah menjadi kepingan-kepingan ganjil, rapuh, tidak berdaya, dan tidak bermakna.        

Sayangnya, pengkhianat-pengkhianat bangsa yang tampak bagaikan Juru Selamat; setia menebarkan angkara di bumi persada. Lidah mereka fasih menyebut nama Tuhan dan ayat-ayat suci. Itu membuat seluruh ucapan mereka terdengar bagaikan wahyu.  Busana agama yang mereka pakai membuat penampilan mereka tampak bagaikan mesias. Akibatnya, Juru Selamat palsu itu sulit dibedakan dengan Juru Selamat yang asli. 

Juru Selamat palsu itu tidak memiliki wujud yang tetap dan bisa berganti rupa setiap saat. Wajah mereka jauh lebih banyak daripada Dasamuka. Mereka bisa menjadi politisi, guru agama, Ibu Rumah Tangga, pegawai negeri sipil, pedagang kaki lima, ustadz dan ustadzah, dokter, aktivis kemanusiaan, penyanyi, bintang film, sastrawan, penyair, seniman, pelajar, mahasiswa, dosen, ilmuwan, hingga ulama. Bahkan, tidak jarang pula, mereka merasa diri sebagai tuhan!

Bagi Juru Selamat palsu itu, Jokowi adalah musuh yang sangat berbahaya. Berkat Kabinet Kerja di bawah kepemimpinan Jokowi, para Juru Selamat palsu kesulitan untuk menebarkan angkara. Di masa kepemimpinan Jokowi, KPK memperoleh kepercayaan besar untuk memberantas korupsi para penguasa. Kabinet Kerja menggunting lingkaran setan aliran keuangan negara yang selama ini menggemukkan pundi-pundi harta para Juru Selamat palsu beserta keluarga dan kroni-kroninya.

Di masa kepemimpinan Jokowi, demokrasi semakin melesat. Melalui media-media virtual, kecerdasan masyarakat berkembang pesat, bisa menjalin komunikasi global, dan semakin bebas berpendapat. Dengan demikian, masyarakat tidak mudah dibodoh-bodohi dengan berita hoax atau kejahatan yang dibalut dengan kemasan religi. Dengan demikian, seruan Juru Selamat palsu sulit untuk menghancurkan tatanan Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila.  

Berkat Jokowi pula, Susi Pudjiastuti yang hanya lulusan SMP, berhasil menempati kursi menteri yang diperebutkan orang-orang berpendidikan tinggi. 

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Foto. Dok. tempo.co
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Foto. Dok. tempo.co
Keberhasilan Susi Pudjiastuti menginspirasi jutaan rakyat Indonesia yang berpendidikan rendah atau tidak menjalani pendidikan formal sama sekali. Bahwa jenjang pendidikan atau gelar akademis bukanlah batasan atau hambatan untuk meraih impian.            


Kecintaan dan kegigihan Jokowi membuat pra Juru Selamat palsu menjadi resah, gelisah, marah, dan beringas. Pundi-pundi harta mereka tak terisi dan menipis. Takhta dinasti tidak lagi bisa mereka wariskan secara turun-temurun. Tetapi, demi tumpukan harta dan takhta; mereka rela membuat Indonesia menjadi api. Untuk itu, mereka menyebarkan wabah fitnah terhadap Jokowi.

Wabah tersebut berwujud belatung-belatung yang tak kasat mata. Menyebar melalui twitter, facebook, instagram, youtube, televisi, bioskop, koran, majalah, film, gedung-gedung sekolah dan perguruan tinggi, hingga masjid-masjid dan berbagai rumah ibadah. Dalam waktu singkat, belatung-belatung tersebut meruah ke seluruh penjuru Nusantara, menggerogoti kemanusiaan, dan menumbuhkan pohon-pohon ketidakberdayaan.            

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun