Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Optimalisasi Isi Piringku dalam Pencegahan Stunting dan Mewujudkan Indonesia Sehat

28 September 2018   14:56 Diperbarui: 28 September 2018   15:04 3140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Isi Piringku yang diajukan siswa SMK 1 Negeri Limboto. Sumber foto: liputan6.com

TAHUKAH KAMU? Indonesia merupakan negaradarurat stunting. WHO mencatat 7,8 juta dari 23 juta balita Indonesia menderita stunting. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat lima besar dari jejeran negara dengan penderita stunting terbanyak di dunia. Tidak hanya menjadi beban keluarga dan mayarakat, penderita stunting mengancam kemajuan negara. 

Kampanye Isi Piringku merupakan salah satu solusi cerdas untuk mengatasi stunting di Tanah Air. Melalui kampanye Isi Piringku, kita bisa meretas pencegahan stunting di daerah masing-masing. Berpartispasi aktif dalam pencegahan stunting berarti telah memberi kontribusi secara langsung dalam mewujudkan Indonesia sehat.

   Kesetaraan Hak dalam Isi Piringku 

Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai tinggi badan  anak lebih rendah dari standar usianya dan keterlambatan fungsi otak.  Kondisi ini diakibatkan kurangnya asupan gizi dalam waktu cukup lama  sebagai dampak dari pemerian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan  gizi. Stunting terjadi mulai dalam kandungan dan bau terlihat  pengaruhnya ketika balita berusia dua tahun.  

Mari berantas stunting melalui realiasasi kampanye Isi Piringku. Sumber foto: tirto.id
Mari berantas stunting melalui realiasasi kampanye Isi Piringku. Sumber foto: tirto.id
"Isi Piringku" merupakan gerakan makan makanan yang sehat dengan gizi seimbang. Konsep Isi Piringku dimaksudkan sebagai pengganti slogan "4 Sehat 5 Sempurna" di masa lalu.

Secara linguistik, bahasa yang digunakan pada slogan "Isi Piringku" jauh lebih komunikatif dan menekankan sebuah bentuk ketegasan. Dalam slogan "Isi Piringku" terdapat unsur kesetaraan hak untuk memperoleh makanan dengan nutrisi yang lengkap dan seimbang.

Setiap individu yang mengucapkan "Isi Piringku" berarti menegaskan hak asasi dalam memperoleh makanan bernutrisi dan berupaya untuk meraihnya. Pada praktiknya, orang yang mengatakan 'Isi piringku' berarti dirinya meminta piringnya diisi dengan makanan. Hal ini berbeda jauh dengan slogan slogan "4 Sehat 5 Sempurna" yang pernah populer di masa lalu.           

Secara linguistik, slogan "4 Sehat 5 Sempurna", tidak komunikatif dan tidak merepresentasikan kesetaraan hak dalam memperoleh keadilan. Hal ini terlihat dari praktik linguistik dalam komunikai verbal. 

Slogan ini lebih ke arah praktik labeling. Di mana pihak-pihak yang memiliki otoritas dalam kebijakan publik yang dikomunikasikan melalui slogan "4 Sehat 5 Sempurna" menetapkan makanan tertentu sebagai makanan sehat semata. Setiap individu yang mengucapkan "4 Sehat 5 Sempurna" tidak meneguhkan dirinya meminta pemenuhan hak untuk memperoleh makanan. Seseorang tidak akan kenyang dengan mengatakan "4 Sehat 5 Sempurna".

Tidak mengherankan, pada masa dipopulerkan slogan "4 Sehat 5 Sempurna", kasus malnutrisi sangat tinggi di Indonesia khususnya di kawasan timur khususnya Papua. Untuk menutupi kasus tersebut, ditetapkan istilah yang mengaburkan realitas, yaitu 'larang pangan'. Penggunaan istilah 'larang pangan' merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan atau manipulasi bahasa.

Istilah 'larang pangan' berasal dari bahasa Jawa yang berarti 'kesulitan makanan'. Hal ini dikukuhkan dengan pengabaikan kearifan lokal dan kultur yang membangun nutrisi dalam keberagaman etnis di Indonesia. Realitasnya, masyarakat yang menjadi subjek 'larang memperoleh pangan' mengalami malnutrisi.

Malnutrisi jauh lebih parah daripada sekadar 'kesulitan memperoleh makanan'. Dengan tubuh yang sehat dan otak yang cerdas, kita bisa mengatasi seluruh kesulitan. Tetapi, bila mengalami malnutrisi, kita sulit untuk bertindak untuk mengatasi kesulitan dan menemukan solusi atas masalah yang kita hadapi. Stunting merupakan salah satu dampak dari malnutris tersebut.     

Selain itu, pada masa dipopulerkan slogan "4 Sehat 5 Sempurna", terjadi pengabaian makanan dalam keberagaman kearifan lokal di Indonesia. Salah satu dampak sogan ini; 'nasi' atau sumber karbohidrat dari beras; menjadi bahan makanan yang dipopulerkan. Tanaman padi sebagai penghasil beras menjadi tanaman penting yang disebarkan dalam budaya pertanian kolektif di Indonesia.

Akibatnya, daerah-daerah yang menggunakan bahan karbohodrat lain dalam budaya pangannya, mengalami kemunduran yang cukup signifikan. Misalnya, persebaran budaya tanaman padi mengakibatkan terjadinya pengurangan yang signifikan budaya tanaman sagu di Papua dan budaya tanaman jagung di Madura.              

Oleh sebab itu, kampanye "Isi Piringku" sebagai program resmi pemerintah, telah tepat secara linguistik dan komunikasi. Tidak terindikasi adanya kesan manipulasi dalam kampanye ini. Bahkan, kampanye ini dikukuhkan dengan partisipasi aktif perangkat penting negara; mulai dari Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Puan Maharani, Menteri Kesehatan, hingga perangkat negara di ranah daerah.

Makanan dalam Kearifan Lokal   

Secara historis, bangsa Indonesia adalah bangsa-bangsa yang perkasa dan cerdas. Tidak sedikit puncak peradaban di dunia yang mangakar dalam di Indonesia. Mulai dari peradaban yang dibangun Majapahit, Sriwijaya, Mataram, Kutai, Makassar, Pagaruyung, Gorontalo, Sambas, hingga Samudera Pasai. Bangsa Indonesia pun dikenal sebagai pelaut ulung, negarawan-negarawan agung, dan berjejer posisi penting dalam tatanan sistem politik budaya dunia.

Peradaban yang maju tersebut bisa disebut mustahil dibangun bangsa yang tidak tercukupi nutrisinya. Hal ini bisa kita telusuri dalam kearifann lokal yang menyangkut keberagaman makanan dalam kearifan lokal di Indonesia. Hal ini pula yang dibangkitkan kembali pemerintah NKRI melalui program "Isi Piringku".

Kampanye "Isi Piringku" bukan sekadar slogan semata, tetapi diwujudkan dengan kerja nyata dan membuka ruang yang sangat luas pada kebangkitan makanan warisan leluhur bangsa Indonesia.

Langkah ini merupakan sebuah langkah yang luar biasa dalam meneguhkan kembali identitas bangsa melalui makanan. Bahwa makanan bukan sekadar nutrisi yang memberi kita energi dan untuk kesehatan tubuh, tetapi juga mengandung filosofis dan ideologi yang mengukuhkan Nasionalisme. Hal ini bisa kita gali dalam kampanye "Isi Piringku" di Kota Jagung Gorontalo.   

Kunjungan Menkes ke Gorontalo. Sumber foto: liputan6.com
Kunjungan Menkes ke Gorontalo. Sumber foto: liputan6.com
Pada kunjungannya ke SMK Negeri 1 Limboto di Kabupaten Gorontalo, Menteri Kesehatan RI Nila Moeloek menyatakan bahwa nasi bisa diganti dengan jagung.

Nilai karbohidrat (jagung) sama dengan nasi (liputan6. Com, 17 Juli 2018). Dalam kesempatan ini pula, siswa SMK Negeri 1 Limboto mempraktikkan kampanye "Isi Piringku" berupa "konsep makanan sehat dengan gizi seimbang" dalam kearifan lokal Gorontalo. Selain menyajikan "makanan sehat dan gizi seimbang" yang populer di Indonesia, siswa juga menyajikan makanan bergizi dalam khazanah kearifan lokal Gorontalo, yaitu: binte biluhuta atau milu siram.                           

Binte biluhuta adalah sajian khas Gorontalo berupa sup jagung yang dilengkapi dengan ikan atau udang yang disajikan hangat. Kata "binte" (binde) atau umumnya juga disebut "milu" dalam bahasa Gorontalo berarti "jagung". Sedangkan "biluhuta" artinya disiram atau siraman. Tidak hanya lezat, makanan khas Gorontalo ini mengandung kandungan gizi yang luar biasa seperti vitamin B dan C, karoten, kalium, zat besi, megnesium, fosfor, omega 6, dan lemak tak jenuh yang bisa menurunkan kolesterol.

Menurut Profesor Linguistik dari Universitas Gorontalo, almarhum Mansoer Pateda, binte biluhuta sudah ada sejak zaman Raja-raja Gorontalo dan menjadi konsumsi seluruh lapisan masyarakat; baik keluarga raja ataupun masyarakat biasa. Jagung yang dipipil merupakan representasi dari 'bercerai-berai'.

Binte biluhuta. Foto dari: resepnomnom.wordpress.com
Binte biluhuta. Foto dari: resepnomnom.wordpress.com
Pada abad ke-15 terjadi banyak pertikaian dalam perebutan kekuasaan dan penaklukan kerajaan kecil yang dikenal dengan pertikaian di Sulawesi khususnya antara Kerajaan Gorontalo dan Limboto. Hal ini tidak hanya memperlemah bangsa, tetapi juga mengantarkan rakyat pada kerugian yang sistematis.

Maka lahirlah "binte biluhuta" sebagai salah satu upaya resolusi konflik yang mengukuhkan kembali perdamaian dan persatuan di muka bumi Gorontalo dan Limboto. Jagung yang dipipil sehingga bercerai-berai merupakan representasi raja-raja Gorontalo dan Limboto yang bertikai. Tetapi, dalam "binte biluhuta", jagung-jagung dipipil dan bercerai-berai tersebut, disatukan kembali.               

Tentunya, suku-suku daerah lain juga memiliki konsep yang identik dengan posisi "binte biluhuta" dalam masyarakat tradisonal Gorontolo. Makanan dalam perspektif kearifan lokal, tidak sekadar nutrisi yang mengenyangkan dan memberi kita energi, tetapi juga berfungsi sebagai obat herbal dan meneguhkan ikatan persaudaraan bangsa dalam rahim perbedaan. Makanan juga memiliki makna filosofis dan memiliki fungsi sebagai resolusi konflik yang memperteguh humanitas.   

Hal inilah yang terabaikan ketika slogan "4 Sehat 5 Sempurna" digelorakan di masa lalu Indonesia. Di mana praktik makan bukan sekadar memenuhi kebutuhan asupan nutrisi bergizi untuk memperoleh energi kehidupan, tetapi juga berfungsi untuk memperteguh ikatan persaudaraan, persatuan, dan perdamaian dalam perbedaan. Hal ini identik dengan visi Bhinneka Tunggal Ika yang menjadi pandangan hidup bangsa yang meneguhkan Nasionalisme dalam keberagaman multibudaya, multireligi, dan multietnis.     

Bukan Hanya Makanan

Sebagai organisasi yang berdedikasi pada gizi dan kesehatan, Persagi merupakan agen perubahan penting dalam menyukseskan program kampanye Isi Piringku. Dalam Kongres Nasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) ke-15 dan Temu Ilmiah Ahli Gizi Indonesia di Yogyakarta (26 November 2014), Menkes telah menetapkan langkah-langkah penting yang perlu ditempuh Persagi untuk memberantas sunting. Langkah-langkah ini dirangkum Menkes dalam harapan. Harapan Menkes ini dapat dijadikan sebagai peta untuk menetapkan arah kampanye Isi Piringku. Agar efektif dan efisien (http://sehatnegeriku.kemkes.go.id)  

Harapan Menkes tersebut, antara lain:

(1)Mau dan mampu bertindak sebagai agen perubahan sehingga dapat memberikan kontribusi nyata terhadap upaya perbaikan gizi; baik intervensi spesifik maupun sensitif.

(2)Menghasilkan produk ilmiah  yang inovatif yang sesuai perkembangan IPTEK dan kearifan lokal yang ada di masyarakat dalam upaya mempercepat perbaikan gizi;

(3)Memberikan masukan/kritikan yang konstruktif dan solusinya, berdasarkan hasil pengalaman di lapangan, riset terhadap berbagai dampak pembangunan kesehatan khususnya bidang gizi;

(4)Meningkatkan profesional dalam pelayanan gizi baik perorangan maupun masyarakat dan mencegah timbulnya malpraktik gizi; serta

(5)Mau dan mampu bekerjasama dengan semua profesi kesehatan dalam memecahkan masalah kesehatan perseorangan maupun masyarakat.  

Meskipun Persagi dipercaya sebagai agen perubahan penting dalam upaya mengatasi wabah stunting, seluruh lembaga pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat perlu berperan aktif dalam mewujudkannya.

Sebab, penyebab stunting bukan hanya faktor makanan semata, tetapi terkait juga dengan sanitasi, pola hidup, dan faktor-faktor kesehatan lainnya. Misalnya, stunting juga bisa terjadi bila seorang ibu hamil mengkonsumsi air yang terkontaminasi, sehingga polutan dalam kandungan air mempengaruhi pertumbuhan janin. Hal ini senada dengan keterangan Menkes tentang relasi antara stunting dengan kebersihan Sungai Citarum:


Oleh sebab itu, Persagi perlu kita dukung maksimal untuk mewujudkan program pemerintah Isi Piringku. Langkah-langkah penting yang dapat kita wujudkan untuk menjalin sinergi dengan Persagi, antara lain:

(1)Tenaga pendidik perlu berperan aktif dalam mendistribusikan informasi 'makanan sehat dan gizi seimbang' di lembaga-lembaga pendidikan.

(2)Komunikasi peduli pencegahan stunting di media massa

(3) Optimalisasi media sosial sebagai medium dustribusi informasi untuk mencegahan stunting dan sentral komunikasi Gerakan Indonesia Sehat.

(4) Menjadikan Gerakan Indonesia Sehat sebagai gerakan kolektif di seluruh penjuru Indonesia

(5) Bersikap pro aktif dan memiliki inisiatif kuat untuk menjalin sinergi dengan Persagi dalam upaya untuk pencegahan stunting dan mewujudkan Indonesia sehat

(6) Mendirikan komunitas atau LSM yang peduli pencegahan stunting

(7) Berani melaporkan warga masyarakat yang menderit stunting

(8) Revitalisasi Posyandu sebagai bagian dari posko pencegahan stunting di daerah masing-masing       

Dari uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa kampanye Isi Piringku bukan sekadar mencegah timbulnya gejala stunting, tetapi juga membangkitkan makanan yang menjadi bagian dari kearifan lokal Indonesia.

 

Kita tentu telah akrab dengan pepatah "sekali mendayung tiga pulau terlampaui". Pepatah ini berarti bisa mengerjakan lebih dari satu pekerjaan dalam satu waktu. Bila kita relevansikan dengan pepatah itu, program "Isi Piringku" bisa disebut "Sekali mendayung, 17.000 Pulau Tersatukan". 

Inilah makna substansial dari kampanye "Isi Piringku" dalam pencegahan stunting. Meski sekilas terlihat sebagai upaya untuk pemberantasan gizi buruk altau malnutrisi, kampanye ini memiliki fungsi untuk membangkitkan kembali kejayaan makanan yang lahir dari kearifan lokal warian leluhur bangsa Indonesia.                

Perlu adanya sinergi antara masyarakat dan pemerintah untuk mengoptimalkan kampenye Isi Piringku. Agar upaya menekan laju pertumbuhan stunting menjadi lebih efektif, efisien, melahirkan generasi yang cerdas dan sehat, serta meneguhkan kembali Nasionalisma melalui keberagaman makanan yang lahir dari kearifan lokal warisan leluhur bangsa Indonesia.

Sebagai organisasi yang berdedikasi pada gizi dan kesehatan, Persagi merupakan agen perubahan pentng dalam menyukseskan program kampanye Isi Piringku. Masyarakat dan seluruh lapisan masyarakat perlu mendukung Persagi menyukseskan kampenye Isi Piringku.

Mari kita sukseskan "Isi Piringku" di daerah masing-masing. Melalui realisasi "Isi Piringku" kita berpartisipasi aktif dalam mewujudkan pencegahan stunting dan Indonesia sehat dalam tatanan masyarakat Bhinneka Tunggal Ika.     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun