Sebagai ‘satu-satunya’ sarana wisata budaya yang resmi dan lengkap dalam menyebarkan pesan-pesan Bhinneka Tunggal Ika; TMII perlu membenahi komunikasi massa untuk mendifusikan informasi dan dokumentasi kegiatan budaya secara efektif. Untuk merealisasikannya, TMII dapat menjalin kerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Pihak TMII bisa menyarankan KPI agar informasi seputar ‘kejahatan’ dikurangi atau diganti dengan informasi kegiatan budaya yang lebih bermanfaat bagi pertumbuhan karakter bangsa. Tentunya, TMII dapat merekomendasikan kegiatan budaya di TMII sebagai materi yang layak untuk dipublikasikan menggunakan media massa.
Bila kerjasama dengan KPI tidak memungkinkan, TMII dapat membentuk media massa secara mandiri. TMII dapat mendirikan stasiun radio, televisi, dan media cetak (surat kabar dan majalah). Melalui media massa mandiri, TMII dapat menyebarkan dokumentasi kegiatan budaya. Diharapkan, distribusi media massa ini dapat menjangkau seluruh pelosok Indonesia khususnya lembaga-lembaga pendidikan. Meskipun tidak semua rakyat Indonesia yang berpartisipasi dalam kegiatan budaya, pesan-pesan perdamaian dan harmoni di tubuh NKRI, dapat disebarkan ke seluruh pelosok negeri. Informasi budaya dari TMII akan menggelinding bagai bola salju. Dengan adanya media massa yang menyebarkan dan mendokumentasikan informasi kegiatan TMII, usaha TMII dalam merekat budaya bangsa tidak hanya dalam ‘ruang TMII’, melainkan tersebar ke seluruh penjuru dunia.
TMII juga perlu memberikan edukasi secara berkesinambungan pada masyarakat luas. Langkah ini dapat berupa penyelenggaraan pemilihan Duta Budaya dan Pariwisata TMII. Sebagian besar Dinas Pariwisata di seluruh penjuru Indonesia mengadakan pemilihan Duta Budaya dan Pariwisata setiap tahun. Bahkan, terdapat Duta Budaya dan Pariwisata untuk tingkat kabupaten. Di sebagian provinsi di Indonesia, terdapat pula Duta Museum. Tapi, sejauh yang penulis amati, belum ada pemilihan Duta Budaya dan Pariwisata TMII. Duta terpilih tentunya memiliki kapasitas intelektual dan wawasan mengenai seluruh budaya di Indonesia.
Tentunya, duta yang terpilih diutamakan dari generasi muda (usia dibawah 35 tahun) yang memiliki energi tinggi dan hasrat untuk merekat budaya Indonesia melalui TMII. Pihak TMII dapat memberikannya fasilitas dalam jangka waktu setahun atau lebih, untuk ‘dinas’ di TMII. Duta ini tidak hanya membantu TMII dalam edukasi pada masyarakat di kawasan Jakarta, melainkan Nasional. Duta ini dapat didukung untuk mengadakan perjalanan budaya dan mengunjungi lembaga-lembaga pendidikan dan instansi pariwisata (budaya) di Nusantara. Langkah ini akan memudahkan TMII untuk menjalin komunikasi (dialog) dengan masyarakat luas, memperteguh efektivitas TMII dalam memberikan edukasi bagi masyarakat, dan memperluas jangkauan informasi. Dengan luasnya informasi menyangkut TMII, angka kunjungan ke TMII akan meningkat dan semakin efekif pula upaya TMII merekat budaya bangsa.
Selanjutnya, masyarakat luas sebaiknya dilibatkan dalam upaya untuk memperteguh usaha TMII guna merekat budaya Indonesia. Tanpa dukungan masyarakat, TMII akan sulit untuk berkembang dan sejajar dengan destinasi wisata budaya terbaik di dunia. Geliat TMII perlu diperluas dan dikukuhkan dengan pendirian komunitas (extended into the community). Karena itu, TMII perlu mendirikan ‘komunitas TMII’ yang berfungsi memberi jembatan komunikasi TMII dengan masyarakat luas. Melalui komunitas (klub) ini, TMII dapat menyebarkan informasi untuk menjadikan TMII sebagai bagian gaya hidup dan konsep diri (self-concept) kolektif masyarakat. Pengaruh nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika yang disebarkan TMII dapat melekat (embedded) sebagai jati diri bangsa.
Komunitas TMII bisa melibatkan warga Jakarta dan dibentuk untuk mengikuti kegiatan-kegiatan budaya yang diselenggarakan TMII. Tentunya, komunitas ini mendapatkan kemudahan fasilitas dari TMII. Misalnya, mendapat ‘potongan harga’ dan mendapatkan voucher (merchandise) TMII.
Komunitas TMII berfungsi untuk menyebarkan pesan-pesan Bhinneka Tunggal Ika yang mereka dapatkan di TMII ke masyarakat luas. Komunitas TMII dapat menyelenggarakan talk show, penulisan buku (ensiklopedi TMII), kampanye peduli budaya, seminar, dialog dengan para pelajar di lembaga pendidikan, dialog dengan praktisi pendidik (tokoh masyarakat), dan bakti sosial. Sehingga, jangkauan TMII dalam upaya merekat budaya bangsa, bisa melampaui ‘ruang’ TMII sendiri. TMII tidak lagi turun ke masyarakat luas ketika ada seremoni tertentu (seperti peringatan Hari Ulang Tahun TMII), melainkan menyatu dengan kehidupan masyarakat sepanjang waktu. Secara tidak langsung, komunitas TMII telah berfungsi sebagai tenaga promosi dan sangat bermanfaat dalam pengembangan TMII.
Seiring perkembangan zaman, masyarakat memiliki kebutuhan yang bervariasi atau berbeda. Karena itu, kegiatan-kegiatan TMII perlu lebih inovatif dan memiliki perbedaan (tema) setiap tahun. Sehingga, kegiatan budaya yang diselenggarakan TMII, memiliki keunikan dan kebaruan (novelty) dari waktu ke waktu. Dengan demikian, pengunjung yang pernah mengunjungi TMII, akan tergerak untuk mengunjungi TMII kembali. Dan masyarakat Indonesia (global) yang belum pernah mengunjungi TMII akan tergerak untuk mengunjungi TMII dan berperan serta dalam kegiatan budaya.
Melalui pengembangan komunikasi dalam peningkatan kualitas TMII, masyarakat dapat menyampaikan aspirasi dan menerima edukasi mengenai budaya Indonesia. Sehingga, strategi pengembangan TMII bisa terus beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat Indonesia dan dunia.
Potensi Sinematografi (Perfilman)
Selain media massa konvensional (media cetak dan media eletronik), terdapat pula media massa yang menggabungkan berbagai unsur seni dan teknologi untuk merekat budaya, yaitu: sinematografi. Korea merupakan negara yang memanfaatkan potensi sinematografi dalam meningkatkan rasa cinta pada wisata (budaya) lokal. Hal ini juga didukung pemerintah dalam memajukan per-film-an. Negara Korea memberi subsidi yang besar untuk kemajuan sinematografi. Korea pun memiliki lembaga pendidikan (universitas) terbaik dalam pengajaran dan memberikan keahlian sinematografi. Melalui produk sinematografi (berupa film, telenovela, dan drama), budaya dan wisata Korea terangkat ke ranah publik Internasional.