Catatan ini merupakan rangkaian kegiatan Pengabdian Masyarakat bersama FADILA TAMNGE, S.Hut., M.Si  & Abu Rahmat, S.TP., M.Si dkk.
Awal Mula Kompi Green
Rintik hujan yang jatuh di pucuk daun kangkung dan sawi menjadi penyejuk saat pertama kali bertandang di lahan Kompi Green. Pertengahan Juli lalu, saya dan  teman dari Fakultas Pertanian Universitas Khairun berkunjung ke lahan pertanian yang tak jauh dari kampus kami. Tepatnya di Sasa, Ternate.
Saya, Ibu Firla dan pak Mahdi telusur sembari menengok beberapa tanaman sayuran yang mulai tumbuh berkembang dari sela-sela bedengan. Lahan yang memiliki luas kurang lebih satu hektar itu ditanami sawi, kangkung, mentimun, kacang panjang juga terong. Tanamannya memang belum tumbuh tinggi dan siap panen tetapi semangat bertaninya, membuat pengunjung ikut bergairah.
Kompi Green digagas saat pandemi Covid-19 mulai merebak, Maret lalu. Kondisi mencekam yang juga turut menggerogoti perekonomian keluarga akibat adanya pembatasan sosial menjadi alasannya. Para pemuda yang merupakan anak kompleks Gambesi, Fitu dan Jambula ini berpikir untuk bagaimana bisa mendapatkan income di masa pandemi. Belum lagi semasa itu, kegelisahan memuncak karena UKT atau biaya kuliah harus tetap dibayarkan di penghujung semester nanti.
Olehnya itu mereka berembuk, bersepakat untuk bertani. Kebetulan ada lahan tidur yang berada tak jauh dari tempat hangout mereka sehari-hari. Kesepakatan selanjutnya disampaikan kepada kak Mul yang memiliki sebagian lahan garapan. Gayung bersambut, kak Mul mengiyakan. Proses penggarapan dimulai. Belajar mencangkul, menggemburkan tanah, membuat bedengan hingga menyemai benih tanaman. Tak mudah! Ini kali pertama, semangat mereka menyala.
Mulanya ingin menanam jahe merah, mengingat permintaan jahe kala itu cukup tinggi. Jahe merah adalah salah satu bahan dari mpon-mpon, minuman berkhasiat yang digadang-gadang dapat meningkatkan imun dan meminimalisir terjangkitnya Covid-19. Karena modal belum cukup untuk pembelian bibit, niat tersebut diurungkan. Mereka memutar otak, pilihan terakhir adalah menanam sayur. Â
Menanam sayuran dinilai mereka sebagai solusi alternatif agar dapat membeli bibit jahe. Harga bibit lumayan tinggi. Saya pernah menanyakan langsung kepada pembibitnya yang tak lain adalah senior saat kuliah dulu. Satu kilogram dihargai Rp.70 ribu belum ongkos kirim sekitar Rp. 20 ribu hingga Rp. 50 ribu. Mahal, karena harus dikirim dari Sahu, Jailolo Halmahera Barat.
Kunjungan Pertama di Kompi Green
Sebelum kunjungan pertama, sudah beberapa kali saya mendengar cerita mereka. Mulai dari proses penggarapan hingga beberapa permasalahan yang dihadapi saat penanaman. "Torang pe daun sawi balobang semua", ungkap salah satu anggota Kompi. Dari situ saya mulai berpikir untuk mengadakan semacam sosialisasi atau pelatihan terkait budidaya tanaman.
21 Juli 2020 adalah kali pertama berkunjung ke lahan Kompi. Tentunya bukan sekadar berkunjung. Saya mengajak teman-teman dari Pertanian untuk melakukan survei. Mengingat saya tak punya keahlian tentang bertani. Kebetulan pak Mahdi juga ibu Firla bergelut di bidang Agronomi semasa kuliah dulu. Jadi tak salah mengajak beliau berdua, agar bisa mendiagnosa kondisi sawi di lahan Kompi.
Berdasarkan pengamatan, diduga sawi yang ditanami terserang hama tanah atau karena pemberian pupuk yang tak tepat sasaran. Meskipun mulanya menggunakan pupuk kompos organik namun ternyata jika keliru dalam tata cara pemberian bisa berakibat fatal. "Kondisi tanah juga ikut berpengaruh" ujar Pak Mahdi. Perlu dilakukan uji pH tanah. Saya yang hanya punya dasar ilmu peternakan mengangguk terkesima mendengar penjelasan tentang budidaya tanaman hortikultura.
Beranjak dari permasalahan itu kami membentuk tim kecil untuk melakukan pengabdian masyarakat pada Kompi Grup. Kata Kompi sendiri ternyata merupakan akronim dari Kelompok Petani. Tim pengabdian adalah Dosen dari Fakultas Pertanian Unkhair terdiri dari saya, Sulasmi, Firlawanti, Mahdi Tamrin, Rosita, Fadila Tamnge, Abu Rahmat dan Gunawan Hatari juga Abdu Syukur.
Banyak tawaran program untuk mengawali pengabdian. Namun pilihan jatuh pada Sosialisasi dan Pelatihan Teknik Budidaya Pascapanen Tanaman Hortikultura pada Kelompok Tani Kompi Grup, Kelurahan Sasa Kota Ternate. Mungkin seperti itu judulnya.
Pelaksanaan Sosialisasi dan PelatihanÂ
28 Juli 2020, sosialisasi dan pelatihan berlangsung. Untuk sesi ini kami menjagokan ibu Firla untuk membawakan materi tentang tentang teknik budidaya dan Pak Abu Rahmat untuk menyampaikan teknik pascapanen. Kegiatan yang direncanakan pukul 15.00 WIT, dimulai pukul 16.00 WIT dan dihadiri oleh semua anggota Kompi Grup juga Kak Mul selaku pemilik lahan.
Materi pertama tentang teknik pascapanen. Pak Abu Rahmat menjelaskan detail teknik pascapanen tanaman sayuran khususnya tanaman yang berdaun. Ternyata penanganan untuk tanaman berdaun tidak mudah karena sifatnya yang mudah patah dan hancur. Semua anggota Kompi Grup mengamati dengan saksama.
Pak Amat sapaannya menjelaskan bahwa sayuran akan menjadi lebih berkualitas ketika ditangani dengan baik saat pemanenan. Selanjutnya untuk awal penjualan  kita harus mengetahui terlebih dahulu siapa target pasarnya. Hal ini juga berpengaruh pada pengemasan produk. Misalnya jika hendak memasarkan di swalayan, tentunya kita harus mengikuti grade yang ditentukan oleh pasar. Yang terpenting sayuran harus dicuci bersih dan dikemas dengan rapi. Harga ditentukan oleh kemasan dan kebersihan produk, kurang lebih begitu.
Sementara ibu Firla di sesi kedua memaparkan teknik budidaya tanaman hortikultura. Dimulai dari penggarapan tanah, penyemaian hingga penanaman. "Jarak tanam juga perlu diperhatikan saat penanaman" begitu penjelasan singkat ibu Firla. Tidak banyak yang disampaikan, karena selanjutnya waktu disisihkan untuk praktek langsung di lahan pertanian.
Saat berada di lokasi petani milenial anggota kompi grup terlihat sangat antusias. Ada yang langsung mempraktikkan bagaimana memanen sayuran kangkung sesuai dengan pemaparan pak Amat. Di sudut lain terdengar diskusi tentang pemeliharaan kesuburan tanah, teknik pemupukan dan lain sebagainya.
Tim kami juga menyarankan untuk memanfaatkan media online atau media sosial untuk promosi produk. Facebook dan Instagram bisa dijadikan ladang untuk berjualan. Sebagai petani milenial pemasaran menggunakan medsos tentunya merupakan hal yang mudah. Tidak percaya? One click maka sayuran akan laris terjual.
Semangat di Penghujung Cerita
Setelah diskusi dan praktik juga mengingat senja akan segera tiba maka tibalah di penghujung cerita. Kami kembali di Gazebo sembari meneguk kopi hangat dan pisang goreng yang mulai dingin. Anggota Kompi Grup terlihat semakin bersemangat. Untuk menambah imun semangatnya, tim kami segera memberikan woro-woro untuk foto bersama.
Materi yang diberikan tim dirasakan sangat bermanfaat untuk peningkatan skill bertani mereka. Harapannya besar, bukan hanya sekadar membayar UKT atau pun menutupi kantong ekonomi keluarga karena Covid-19. Sebagai pemuda, mereka juga memahami bahwa pangan adalah soal hidup dan matinya bangsa. Petikan pidato Presiden pertama RI, Soekarno pada 27 April 1952, tepatnya saat acara peletakan batu pertama pembangunan gedung Fakultas Pertanian Universitas Indonesia semakin membuat semangat mereka bergelora.