Mohon tunggu...
Sukra Ageng Winasih
Sukra Ageng Winasih Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan swasta/mahasiswa

Pejuang cuan yang suka belajar formal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rapuh

4 Juli 2022   20:51 Diperbarui: 31 Maret 2024   22:10 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis yang malang, begitulah yang aku pikir saat menatap cermin. Kelengkapan anggota tubuhnya seolah tidak lagi berguna ketika melihat bagaimana dia memandang cermin dengan penuh kebencian. Setiap kali aku melihatnya di cermin, yang dia lakukan hanya memoles wajah dan bibirnya dengan sesuatu. Aku akui itu membuatnya cantik, tapi sayangnya tidak dapat menutupi hatinya yang buruk rupa. Dia selalu saja mencaci, bersumpah serapah, dan merutuki berbagai hal. Seolah dia adalah satu-satunya orang yang menderita di dunia ini.

Ya, aku akui dia sebenarnya memang menderita, dan sejujurnya aku pun menderita. Bedanya, dia menderita karena merasa dunia membuatnya menderita dan aku menderita karena dia selalu saja merasa menderita. Dia merasa semua orang menyerangnya, kemudian tanpa sadar dia menyerang orang lain agar dirinya tidak terluka. Sudah berkali-kali aku melihat wajah orang-orang yang dia sakiti. Dan ketika hal itu terjadi, mereka selalu berpaling darinya dengan muka masam. Kemudian semuanya pun pergi. Lalu dia sendirian lagi. Dan setelah itu, dia kembali merasa bahwa dunia tidak adil. Ah, sungguh lingkaran setan yang konyol.

Namun, meski seolah dia selalu saja berbuat jahat pada orang lain, dia juga pernah mengasihi orang lain, atau lebih tepatnya mencintai seseorang. Aku sebut saja dia si Kekasih. Setiap hari dia selalu meluangkan waktunya untuk bertemu dan setiap hari juga aku melihat wajah orang yang dicintainya itu. Di setiap ada kesempatan yang bagus dia selalu mencium si Kekasih. Sedangkan aku? Tentu saja aku memejamkan mata dan mencoba mengenyahkan sensasinya. Sialan benar dia, berani-beraninya mencium seorang gadis seperti ini. Selepas mencium, mereka berdua bertatapan dan semuanya terasa hangat. Lalu, apa mereka berani melanjutkan itu? Sayangnya tidak, suara orang-orang di keramaianlah yang membuat mereka sadar dan memutuskan kembali berbaur ke sana.

Dia memang keterlaluan. Berani bermain di balik layar tapi tidak pernah mau menanggung akibat permainannya. Sebersih apapun permainannya, seharusnya dia bisa mengantisipasi kejadian tidak terduga ini. Ya, dia ketahuan. Dan sayangnya, karena dia masih tidak menyadari situasinya, dia merasa semua masih baik-baik saja. Di hari berikutnya dia masih berani mencumbu si Kekasih, dan aku kembali melihat wajahnya yang mulai memerah karena sensasi hangatnya. Aku terus saja memejam setiap kali itu terjadi. Tidak sanggup melihat kelakuan busuknya yang semakin hari semakin menjadi-jadi.

Aku ingin pergi, aku ingin enyah dari tubuhnya. 17 tahun aku menemani dan baru kali ini aku benar-benar merasa putus asa dengannya. Aku tidak sanggup lagi ada di sini. Tapi kalau aku pergi, dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya. Jika aku pergi, dia akan menanggung dosanya itu di hadapan Tuhan. Setega itukah aku?

Dan kemudian di sinilah aku, tetap berdiam di tubuhnya yang indah dan hatinya yang buruk rupa. Memandangnya setiap hari di depan cermin, melihat kembali berbagai macam raut wajah orang-orang yang dia temui, merasakan kembali niat-niat dan pikiran-pikiran kotor yang terlintas di kepalanya. Aku memang tidak suka dengannya, tapi aku lebih tidak suka lagi meninggalkannya menghadap Tuhan dengan ribuan dosa di pundaknya. Ah, sungguh manusia menyebalkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun