Mohon tunggu...
Sukmasih
Sukmasih Mohon Tunggu... Lainnya - Akun Resmi

Menulis berbagai hal dari sudut pandang kajian ilmu komunikasi. Belajar di Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perlukah Bertoleransi dengan Kelompok LGBTQ?

10 Januari 2021   20:34 Diperbarui: 17 Juli 2022   20:05 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat sering mengalami kerancuan terhadap ketiga hal tersebut sehingga menganggap bahwa pelaku tindak sodomi berasal dari kaum LGBTQ khususnya kaum gay ataupun transgender. Padahal tindak sodomi tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh kelompok heteroseksual.

  • Kenyataan Pahit

Ada sebuah kenyataan pahit yang harus diterima kelompok LGBTQ di Indonesia. Penolakan keras khususnya dari kelompok masyarakat fundalisme membuat kelompok ini semakin dipinggirkan dari kehidupan sosial. Kepahitan yang harus diterima ketika kelompok LGBTQ harus dihadapkan pada masyarakat fundamental. Mereka adalah masyarakat yang memandang LGBTQ melanggar norma agama, etika masyarakat, keamanan dan ketertiban umum.

Satu-satunya payung hukum bagi kelompok LGBTQ di Indonesia adalah UU Terkait HAM. Undang-Undang No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Namun, bila kita melihat dari Konstitusi Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 J yang menyatakan sebagai berikut :

1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Mari perhatikan bunyi ayat kedua, jelas sekali bahwa perlindungan atas LGBTQ yang hanya berpayung pada HAM pun harus menghadapi pembatasan. Seperti yang sebelumnya telah dikatakan oleh penulis, bahwa perlindungan LGBTQ harus berhadapan langsung pada pandangan pelanggaran nilai moral, agama, etika masyarakat, keamanan dan ketertiban umum.

Ada sebuah kepahitan lagi yang harus diterima oleh kelompok LGBTQ, meskipun mereka dianggap sebagai pelanggar nilai moral, agama dan etika masyarakat namun konstitusi di Indonesia tidak memberi kejelasan tentang hukum yang menganggap bahwa LGBTQ sebagai tindakan kriminal. UU yang mengatur pornografi dan tindak kekerasan seksual seringkali menjadi dasar untuk menghukum kelompok LGBTQ.

  • Bertoleransi dengan Mereka

Ini mungkin akan terdengar aneh, jika penulis menganjurkan pembaca untuk bertoleransi (menerima) kelompok LGBTQ setelah kita mengetahui bahwa mereka dianggap sebagai pelanggar nilai moral, agama, dan etika masyarakat.

Apa sebenarnya tujuan dari bertoleransi dengan kelompok LGBTQ?

Sederhana saja, jika Anda memandang LGBTQ sebagai penyakit, maka sembuhkan lah. Jika Anda memandang LGBTQ sebagai tindakan salah, maka cobalah perbaiki. Tetapi penolakan, kekerasan ataupun pengucilan bukanlah jalan yang tepat untuk menghadapi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun