Mohon tunggu...
SVN
SVN Mohon Tunggu... -

A person who admits that life and death are two parts of incredible journey...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Insiden Crane dan Alarm Kematian

12 September 2015   19:25 Diperbarui: 9 Agustus 2017   18:37 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum Wr.Wb

            Insiden terjatuhnya Crane di Masjidil Haram, Mekkah cukup mengejutkan. Setidaknya, hal itu sangat mengejutkan untuk saya. Sepertinya, belum pernah terdengar ada insiden kecelakaan pembangunan sebelumnya di Mekkah. Benar begitu? Bagi anda yang ingin melihat artikel berisi segala berita mengenai insiden ini, maka, silahkan tutup laman anda. Saya tak berbicara hal tersebut di sini.

             Pertama, saya turut berduka cita atas insiden yang memakan korban manusia ini. Semoga yang meninggal dunia mendapatkan tempat yang indah dan lapang di sisi-Nya. Semoga siapapun yang terluka, terutama WNI, segera pulih, kembali beribadah haji dan pulang dengan selamat.

                Tepat pagi tadi saat terbangun dari tidur dengan mimpi buruk, saya melongok TV. Ayah saya yang sedang berkutat di seantero rumah juga melayangkan pandangan. Pidato Pak Jokowi yang berisi belasungkawa sedang berkumandang di sana. Shocked. It’s my first response after seeing it!

                Sepanjang hari, saya sedang menyelami arti kematian. Sedikit terpaku saat melihat gambar kubangan yang nantinya digali untuk seluruh manusia, utamanya umat yang tidak melakukan kremasi, seperti misalnya umat Islam. Ya. Suatu saat nanti, kita akan pulang. Kita akan kembali kepada Pencipta kita. Sang Maha Esa. Sang Pemilik Kehidupan. Sang Pengatur Kehidupan. Umat muslim menyebut itu dengan Allah SWT. Suatu hari nanti, saya pun akan kembali. Anda semua pun demikian. Atau mungkin, akan ada cairan awet muda atau operasi berteknologi ‘wow’ yang akan membuat anda panjang umur? Mungkin saja. Kita tak pernah tau apa yang akan terjadi di masa depan. Barangkali, itu semua akan menjadi usaha memperlambat atau meniadakan kematian. Entahlah. Yang saya percayai adalah akan ada akhir dari perjalanan ini. Sesuatu, yang saya sebut dalam profil di K, sebagai perjalanan, yaitu kehidupan dan kematian.

                Kubangan itu digali oleh beberapa orang, khususnya oleh orang bertenaga nonskill. Sekian meter kali sekian meter kali sekian meter. Apa yang sesungguhnya terjadi saat kematian? Tubuh kita akan kaku. Tak bergerak. Tak berkedip. Tak bersuara. Tak akan ada lagi suara manusia yang bisa bersenandung indah. Tak akan ada bunyi detak jantung lagi. Tak ada nafas. Semua gerak organ akan berhenti. Sistem pernafasan, sirkulasi hingga sistem eksresi tak akan berfungsi lagi. Kemudian, ritual-ritual tertentu yang sesuai dalam proses keagamaan akan dijalankan. Di dalam Islam, jenazah akan dimandikan, dishalatkan dan dikubur. Ada syarat-syarat tertentu saat memandikan jenazah, begitu pula saat menshalati para jenazah. Sesuai peribahasa(atau pepatah?Atau entah apa?) yang menyebutkan, “Shalatlah sebelum dishalati.” Kalimat itu barangkali benar adanya. Suatu hari kaum muslimin dan muslimah akan dishalati. Dishalati berjamaah dalam shalat jenazah.

                Di dalam kitab Alquran, manusia akan diambil ruhnya oleh Sang Malaikat Maut, Malaikat Izrail. Daun-daun di Arsy akan berguguran selama sekian hari sebelum manusia dijemput oleh Sang Malaikat Pemanggil Jalan Pulang ini. Katanya sih, sakaratul maut itu sangat menyakitkan. Bagi mereka yang berpahala baik, sakaratul maut ini terasa nyaman dan melegakan. Tidaklah sengsara. Berbeda dengan mereka yang melakukan kejahatan. Setidaknya itu yang saya ketahui dari Alquran dan hadits.

                Mungkin, saat itu terjadi, saya akan merasa lega. Barangkali, segala hal di dunia ini sudah tuntas dan selesai saya lakukan. Ruh saya mungkin ditarik oleh Sang Malaikat dengan mudah, semoga begitu. Lalu, ruh saya melihat ke sekeliling. Berharap ada orang-orang yang saya sayangi ada di sana. Yang ada untuk saya saat saya mengalami kesusahan dan kesenangan hidup. Yang mungkin menyayangi saya dengan tulus dan tanpa pamrih. Entah berapa banyak orang yang akan hadir di pemakaman saya. Apa yang akan mereka kenang soal diri saya? Mungkin segala kekonyolan, kebaikan atau kelemahan saya. Seperti yang ibu saya pernah katakan, ‘Siapapun bisa datang ke pemakaman dan menggotong jenazahmu. Bahkan, orang yang tak kenal denganmu sekalipun.’

                Semoga segala kebaikan saya yang lebih banyak dikenang. Mungkin, akan ada banyak orang yang bercerita tentang masa kecil, remaja hingga saya dewasa. Mungkin juga ada pria terakhir yang saya sayangi di sana. Mungkin ia sedang menangis tersedu. Berpura-pura menjadi pria yang ‘baik-baik saja’ saat saya sudah dipanggil-Nya kembali. Akan tetapi, merasa terluka untuk sejenak. Kalau ada, sih. Apakah akan ada tangisan yang sangat meraung di sana? Beberapa mungkin akan melontarkan teka-teki, ‘Kenapa saya dulu itu bla bla bla…’ Seketika, segala teka-teki itu terjawab. Mungkin, setelah mendengar langsung dengan para saksi hidup saya, yang berisi orang-orang dari lingkaran sosial saya. Mungkin mereka akan menemukan sendiri jawaban atas teka-teki itu. Mungkin juga tidak.

                Setelah para pelayat pulang, malaikat kubur akan mendatangi saya. Bertanya perihal siapa Tuhan saya, apa saja yang saya lakukan dan apa saja dosa-dosa saya di dunia. Sekian banyak idul fitri saya jalankan, entah apakah sanggup menghapus dosa saya. Saat itu, tangan dan kaki saya yang berbicara. Suara saya tak berbicara. Tak akan ada kebohongan yang sanggup diciptakan. Malaikat itu akan menyaksikan kesaksian tangan dan kaki saya. Seperti apa rasanya? Tak tau lah saya! Kalimat itu mungkin benar adanya. Saat ibu saya pernah ceriwis,‘Kamu harus membuat orang lain senang di dunia…’. I'm just an ordinary girl. Nothing’s so special about me, I guess. Mungkin ada yang senang atas perilaku, kata-kata atau saat berinteraksi dengan saya. Mungkin, ada pula yang membenci saya dalam diam atau terang-terangan. Pada saat itulah, mungkin, tangan dan kaki ini berbicara tentang hal-hal baik yang sudah saya lakukan dan membuat orang lain senang. Apapun itu namanya. Sekian hari setelah dikubur, manusia sudah tinggal tulang belulang. Tak ada daging. Mikroorganisme akan memakan daging dan kulit manusia. Tak akan ada rambut. Hanya tersisa tulang.

                Lalu, malaikat (malaikat-malaikat?) itu akan menunjukkan saya jalan terang. Jalan terang bernama surga. Surga pun, katanya, terbagi menjadi tujuh. Sama dengan angka sakral ulang tahun Kompasiana dengan maskot Kriko itu tahun ini. HBD Kriko! Barangkali, jika saya benar-benar bersih, saya akan diberi jalan menuju pintu surga nomer tiga, empat, lima, enam atau tujuh? Karena yang sempat saya dengar, nomor satu dan dua berisi sahabat-sahabat Rasulullah SAW, pejuang di jalan Allah SWT dan Rasulullah SAW itu sendiri. Benarkah begitu? Entahlah. Atau mungkin saya akan disiksa. Ketika dosa-dosa saya bertumpuk terlalu tinggi.  Malaikat yang ada di kubur itu mungkin akan menunjukkan jati diri saya selama sekian puluh tahun. Episode-episode kehidupan saya akan dimunculkan. Mungkin, saya akan menangis penuh penyesalan. Mungkin, saya akan terpaku sejenak. Terpana. Bersyukur.

                Suatu hari nanti, saat kiamat besar itu terjadi, semua ruh itu akan berkumpul dan berbaris. Mereka dihitung amalnya. Padang Mahsyar akan sangat sesak dan berisi manusia dengan beragam wujud dan rupa. Rasulullah SAW juga akan dimintai bantuan oleh nabi-nabi sebelumnya dan seluruh umat akan syafaatnya. Benar begitu? Entahlah. Wallahualam. Kematian adalah salah satu jenis kepastian yang saya yakini dengan sangat penuh di lubuk hati ini. Teringatlah saya dengan salah satu bule-yang mungkin harus disebut ateis- dan berkata begini, “I don’t know. Maybe we’ll just disappear. Triiing!” Kalimat itu jelas akan terdengar sangat aneh bagi kaum theisme seperti rata-rata orang Indonesia. Bagaimana bisa saat kita mati lalu kita akan menghilang seperti jin dengan bunyi: ‘Triiiing’? Perspektif setiap manusia lah yang akan ikut membantunya menemukan arti kehidupan. Wallahualam.

                Sesekali, saya juga bertanya, seperti beberapa fiksi cerpen/puisi saya sebelumnya di Kompasiana, ‘Apakah saya memiliki arti bagi orang lain?’. Mungkin Kompasianer di sini akan mengenang saya dengan online posts yang selalu saya awali dengan salam: ‘Assalamualaikum Wr.Wb’. balasan komentar yang sering diliputi unsur, ‘Terimakasih sudah mampir ke laman saya…’.

                Di hari akhir itu, saya akan melihat sendiri agama mana yang ‘benar’. Pertanyaan itu terkadang menghujam. Mungkin agama yang saya anut lah yang menjadi pedoman yang benar. Mungkin agama lain. Entahlah. Kematian dan hari akhir itu memang sebuah misteri fantastis dramatis eksotis yang tak akan pernah selesai. Sekalipun ilmu secanggih apapun dan kitab-kitab agama itu sudah menggambarkannya. At least, I believe what I believe in Alquran. Mungkin, tingkat keimanan saya belum lah terlalu sempurna. Jadi, alangkah baiknya bagi saya untuk tak menghujat agama lain. Semoga segala kesalahan saya akan dimaafkan oleh siapapun yang mengenal saya sepanjang hidup saya. Semoga saat itu tiba, siapapun akan mengenang saya dengan indah. Mungkin mirip dengan kalimat lagu Samsons zaman dahulu dimana Bams masih menjadi vokalis:‘…sebagai kenangan yang terindah...

                 Seperti sebuah bagian terakhir dalam buku kehidupan: The End.

                 Buku kematian? The Beginning. Semoga saya bertemu lagi di Jannah dengan semua ruh orang-orang kesayangan saya. Atau mungkin saya akan menunggu mereka. Saya akan berada di satu dunia baru, ruangan yang sempit atau sangat luas? Menunggu mereka suatu saat nanti di surga?

                Berbahagialah kalian yang pernah menyentuh kota-kota suci umat Islam itu dalam ibadah bernama haji. Semoga dihitung sebagai amalan syahid apabila memang harus dipanggil-Nya di sana. Artikel ini akan saya tutup dengan kalimat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun