Mohon tunggu...
Sukini
Sukini Mohon Tunggu... Akademisi, Pengelola UPT PLP

Bu Kien biasa disapa, hobi menulis hal-hal di dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Ketika Bahasa Menyapa Dunia: Refleksi Indonesia yang Multi Bahasa

18 Oktober 2025   00:50 Diperbarui: 18 Oktober 2025   00:47 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa berdiskusi santai dengan bahasa yang beragam (Foto: Komps.id/Susie Berindra)

Bulan Bahasa KPB; Indah Damai Indonesiaku

(When Language Greets the World: A Reflection on Indonesia’s Multilingual Beauty)

"Selamat pagi, good morning, sugeng enjing, selamat pang!"

Begitulah sapaan berlapis yang sering terdengar di pasar tradisional Yogyakarta. Satu percakapan, tiga bahasa, sejuta makna keindonesiaan. Di negeri seluas zamrud khatulistiwa ini, bahasa bukan sekadar alat komunikasi melainkan jembatan perasaan, kebijaksanaan, dan identitas.

"Good morning, sugeng enjing, selamat pang!" Such layered greetings often echo in Yogyakarta’s traditional markets. One conversation, three languages, a million meanings of being Indonesian. In this emerald archipelago, language is not merely communication, but a bridge of emotion, wisdom, and identity.

Indonesia: Negeri Seribu Lidah yang Satu Jiwa

(Indonesia: The Land of a Thousand Tongues and One Soul)

Tak ada negara lain di dunia yang memiliki kekayaan linguistik seperti Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, lebih dari 700 bahasa daerah hidup berdampingan di bawah satu payung Bahasa Indonesia. Ini bukan sekadar statistik, melainkan bukti bahwa persatuan bisa tumbuh dari keberagaman.

No other nation in the world has linguistic diversity like Indonesia. From Sabang to Merauke, over 700 local languages coexist under the unity of Bahasa Indonesia. This is not just a statistic—it’s proof that unity can grow from diversity.

Bahasa Indonesia lahir bukan untuk menenggelamkan bahasa daerah, melainkan untuk menyatukan mereka dalam ruang yang setara. Seperti orkestra, setiap bahasa memainkan nada uniknya, namun harmoni baru tercipta ketika semuanya berpadu dalam irama yang sama: Bhinneka Tunggal Ika.

The Indonesian language was not born to silence local tongues, but to unite them in harmony. Like an orchestra, each language plays its unique melody, yet harmony emerges only when they blend in one rhythm: Unity in Diversity.

"Language is not a wall that divides people, but a bridge that connects hearts." (Bahasa bukan tembok pemisah, tetapi jembatan yang menyatukan hati.)

Bahasa Daerah: Cermin Kearifan Lokal

(Local Languages: Mirrors of Indigenous Wisdom)

Di balik setiap kata daerah, tersimpan nilai kehidupan yang luhur. Kata ‘gotong royong’ merefleksikan semangat kebersamaan masyarakat Jawa. Dalam Bahasa Bugis, istilah ‘siri’ na pacce’ mengajarkan kehormatan dan empati sosial.

Behind every local word lies deep cultural wisdom. The phrase gotong royong reflects the spirit of mutual cooperation among Javanese communities. In Bugis, ‘siri’ na pacce’ teaches dignity and compassion.

"Ajining diri saka lathi." — Harga diri seseorang terletak pada ucapannya. (A person’s worth is measured by their words.)

Ungkapan ini mengajarkan kesantunan dan tanggung jawab moral. Menjaga bahasa sama dengan menjaga kepribadian bangsa.

This proverb teaches politeness and moral responsibility. Preserving language means preserving the nation’s character.

Penggunaan multibahasa yang harmonis berlandaskan  Bhinneka Tunggal Ika (Foto: Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo)
Penggunaan multibahasa yang harmonis berlandaskan  Bhinneka Tunggal Ika (Foto: Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo)

Bahasa Asing: Jendela Indonesia ke Dunia

(Foreign Languages: Indonesia’s Window to the World)

Anak muda Indonesia kini semakin fasih berbahasa asing, bukan untuk meninggalkan akar, melainkan memperluas jangkauan. Seorang siswa bisa berkata: "Aku bangga speak English, tapi tetap cinta Bahasa Indonesia."

Today’s Indonesian youth are increasingly fluent in foreign languages—not to abandon their roots, but to expand their reach.

"My land of emerald, where languages sing and unity breathes." (Tanah zamrudku, tempat bahasa bernyanyi dan persatuan bernafas.)

Melalui bahasa asing, Indonesia memperkenalkan jati dirinya kepada dunia tanpa kehilangan rasa Indonesia di dalamnya.

Through foreign languages, Indonesia introduces its identity to the world—without losing its essence.

Multibahasa sebagai Modal Sosial dan Kultural

(Multilingualism as Social and Cultural Capital)

Berbicara dalam beberapa bahasa bukan sekadar prestasi akademik, melainkan kecakapan hidup. Di banyak daerah, anak-anak tumbuh dengan tiga bahasa: bahasa ibu, Bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Speaking multiple languages is not merely academic—it’s a life skill. Across Indonesia, children grow up with three languages: their mother tongue, Bahasa Indonesia, and English.

Dalam istilah linguistik, fenomena ini disebut code-switching—kemampuan berpindah antarbahasa sesuai konteks sosial. Lebih dari itu, multilingualism adalah cultural intelligence.

In linguistics, this is called code-switching—the ability to shift languages based on context. Beyond that, multilingualism is cultural intelligence.

Bahasa adalah soft power Indonesia—diplomasi yang halus namun berpengaruh.

Language is Indonesia’s soft power—a gentle yet powerful form of diplomacy.

Menjaga Bahasa, Menjaga Bangsa

(Preserving Language, Preserving the Nation)

Bahasa adalah ingatan kolektif. Saat satu bahasa punah, sebagian sejarah ikut lenyap. Karena itu, pelestarian bahasa daerah harus menjadi gerakan nasional.

Language is our collective memory. When a language dies, part of our history disappears.

Kita hidup di era ketika anak-anak lebih mengenal emoji daripada aksara daerah. Namun di sinilah peran guru, keluarga, dan komunitas digital untuk menghidupkan bahasa melalui konten kreatif.

We live in an era where children know emojis better than traditional scripts. That’s where educators, families, and digital communities must revive language through creative media.

"Alam tak-ambang jadi guru." (Nature unfolds as our greatest teacher.)

Begitu pula bahasa. Melalui bahasa kita belajar empati, tata krama, dan kemanusiaan.

So does language. Through it, we learn empathy, manners, and humanity.

Merayakan Keindahan yang Menyatukan

(Celebrating the Beauty that Unites)

Bahasa adalah energi pemersatu bangsa. Ia bukan sekadar alat tukar makna, melainkan sarana menumbuhkan empati dan solidaritas.

Language is the unifying energy of our nation. It’s not just a tool of meaning, but a medium of empathy and solidarity.

"Bahasaku adalah bahasamu, dan bahasamu adalah jembatanku memahami dunia." (My language is yours, and yours is my bridge to understand the world.)

Di tengah arus globalisasi, kemampuan berpikir dan berkomunikasi dalam banyak bahasa adalah kekuatan sejati.

Amid globalization, the ability to think and speak in many languages is true power.

Mari rayakan Bulan Bahasa dengan menulis, berbicara, dan bermimpi dalam semua bahasa yang kita cintai karena di setiap kata Indonesia, tersimpan jiwa yang damai: Indah Damai Indonesiaku.

Let us celebrate the Month of Language by writing, speaking, and dreaming in every language we love for in every word of Indonesia lies a peaceful soul: Beautiful, Peaceful Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun