"Cancel  culture" , menurutku adalah  upaya untuk mencari dukungan dari public  melakukan  pembatalan atau  cancel atau lebih jauh lagi berupa  pemboikotan terhadap  seseorang  atau sekelompok orang, supaya dia tidak  membawa pengaruh buruk kepada orang lain,  melalui pertunjukan atau penampilan  di area public / media  umum.
Saat saya ditanya setuju tidak dengan adanya "Cancel Culture"?. Â Saya pikir , ini pertanyaaan sulit untuk dijawab. Masyarakatpun akan terbelah dalam menjawab pertanyaan itu.
Kita warga masyarakat tentu tidak  akan setuju bila "cancel culture" diterapkan,  bila alasannya untuk balas dendam  kepada seseorang atau sekelompok orang.Â
Memang betul  "Cancel culture" ini  salah satu wujud kesadaran social  dari masyarakat bahwa  seseorang atau sekelompok orang  supaya  menjadi lebih baik. Dan jangan sampai  pengaruh buruknya  membawa  dampak lebih  buruk menyebar di  masyarakat. Â
Namun, terkadang masyaratkan pun juga keterlaluan, maksudnya mereka menuntut seseorang menjadi "perfect" dalam segala hal, tanpa cacat. Padahal sampai kapan pun dan  di ujung  dunia manapun tidak akan ada orang sempurna.
Seperti kasus Saiful Jamil. Banyak warga masyarakat  mencari  pengaruh untuk memboikot dia, supaya dia jangan sampai tampil di TV juga di media lain. Juga ada yang sampai  berharap dia dihukum secara social, salah satunya  agar dia  kehilangan pekerjaan.Â
Alasannya ,  dia itu  pelaku criminal tepatnya  penjahat kelamin  lalu sebagai narapidana. Jangan sampai dia ditiru oleh warga masyarakat. Banyak warga  masyarakat  terlalu menuntut ke Saiful supaya tidak hanya baik, ganteng, menghibur tapi harus sempurna tanpa salah. Padahal , kita manusia bisa punya salah. Tentu  kesalahan harusnya  ditutup melalaui  pintu pertobatan.
Saya dan warga masyarakat pun bisa setuju bila "cancel culture" diterapkan. Karena  masyarakat  kita sedang sakit. Mereka  sakit  dan bingung mencari  idola dan keteladanan.Â
Masyarakat  seharusnya ditumbuhkan jiwa sosialnya, jiwa untuk  belajar, dan  atau  mendapat  edukasi social.  Warga  masyarakat mestinya semakin sadar pentingnya keteladanan untuk  meraih kehidupan sukses bersama.Â
Mestinya masyarakat tidak  salah memilih idola. Apalagi sebagai generasi muda,  jangan sampai salah memilih idola.  Jangan sampai orang yang cacat moral dianggap pahlawan, ditokohkan dan dipuja-puja.Â
Sebab ada kasus lain,  jelas-jelas  seseorang terbukti dipengadilan sebagai koruptor, tapi  dia masih dipuja-puja dan masih dipilih menjadi anggota dewan. Ini bukti  warga masyarakat juga keterlaluan . Mereka terlalu baik dan pemaaf . Mereka mudah lupa atas kejahatan seseorang yang merugikan bangsa dan Negara.
Maka dengan adanya budaya " Cancel Culture" kita bisa mengambil hikmahnya  bahwa Â
1)  Sebagai public figure  harusnya lebih hati-hati, segala perbuatannya akan menjadi sorotan dan lebih jauh lagi perbuatannya tidak saja  menjadi  tontonan, tapi menjadi tuntunan dan keteladanan
2) Sebagai warga masyarakat  kita jangan sampai menjadi pendendam kepada  seseorang  atau sekelompok orang, mereka punya hak hidup nyaman , jika  mereka sudah melalui pintu pertobatan,Â
3) Masyarakat kita perlu edukasi dan pembelajaran bahwa kesadaran social yang positif  harus dibangun. Jangan sampai warga masyarakat tertipu oleh perilaku public figure. Karena sudah ada bukti orang cacat moral masih  menjadi idola dan terpilih  dan dingangkat menjadi anggota dewapn.
Akhirnya kita  perlu refleksi  demi nasib negeri ini. Bagaimana nasib  negeri ini bila warganya salah idola atau bahkan dipimpin oleh para tokoh, public figure,  pimpinan yang  tidak layak menjadi  teladanan. Tentu sebagai generasi bangsa akan kebingungan menentukan arah bangsa ini, betapa sulitnya menemukan  pemimpin yang mampu menjadi teladan.