[caption id="attachment_256102" align="aligncenter" width="306" caption="Ilustrasi (gambar: pdffun.com)"][/caption]
BAGAIMANA caranya supaya remaja putra tidak merokok? Apa yang sebaiknya dilakukan orang tua? Lalu apa hubungannya merokok dengan majalah porno dan alat kontrasepsi pria?
Sejauh yang aku ingat, antara merokok dan majalah porno hubungannya baik-baik saja, hehehe. Peristiwa seputar majalah porno terjadi ketika aku masih remaja, masih SMP. Saat itu, kebetulan aku punya gang, yang terbentuk karena tempat duduk kami berdekatan. Ternyata, kami punya minat yang sama: cewek. Juga sama-sama menyukai musik (aku mulai belajar gitar pada seorang teman anggota gang yang bisa gitar). Selain itu, ada satu hal yang juga menyatukan kami. Kami tidak merokok.
Saat itu, banyak teman pria sekelas yang mulai merokok (diam-diam). Dan mereka yang merokok itu biasanya melakukan dengan bangga. Kami, yang tidak tertarik dengan merokok, memutuskan untuk tetap tidak merokok.
Kami pun dikenal sebagai sekumpulan remaja yang alim. Walau, tentu saja, sebagai remaja, kami gak alim-alim amat. Salah satu kenakalan kami adalah, suka mengintip majalah dewasa produk luar negeri. Salah seorang teman, punya paman yang bekerja di perusahaan minyak asing, dan punya akses pada majalah 'begituan'. Yang terpampang di majalah itu bukan hanya foto perempuan tanpa busana, namun adegan 'begituan' secara frontal.
Majalah itu sendiri muncul sebagai jawaban atas perdebatan yang kami lakukan. Saat itu, kami berdebat apakah mereka yang 'begituan' itu "masuk" atau "tidak". Aku yang secara teori udah jago (karena udah mulai membaca novel spionase Nick Carter yang banyak adegan dewasanya) mengatakan kalau gituan harus masuk. Teman pemilik majalah mendukung teoriku. Tiga teman lain, bersikukuh dan mengatakan "gak masuk".
Majalah itu menjadi jawaban. Sampai sekarang aku masih ingat bagaimana ekspresi ketiga temanku ketika melihat majalah itu. Dengan mata terbelalak dan mulut menganga mereka bergumam: "Oh, ternyata memang masuk ya?"
***
Di SMA, aku berganti gang, terutama karena penjurusan. Aku pun bergabung dengan beberapa teman yang punya selera sama: sama-sama pelanggan majalah remaja HAI, sama-sama suka baca Old Shatterhand, suka musik, dan merupakan pendengar setia Radio Australia dan VoA. Plus, satu hal: kami tidak merokok.
Di SMA, sukar menemukan pelajar yang gak merokok. Namun ada. Kami.
Di SMA itulah, untuk pertama kali aku mengenal alat kontrasepsi untuk pria: kondom. Salah seorang teman se-gang, punya tante yang bekerja sebagai bidan. Suatu ketika, adik si teman berulang tahun. Ketika mereka kekurangan balon, si tante bidan yang rupanya cukup kreatif ini datang membawa setumpuk "balon model baru". Balon bening ini lalu ditiup dan dijadikan wahana penyemarak ruangan.
Ketika acara ulang tahun dimulai, beberapa ibu-ibu menatap balon putih itu dengan pangling. Balon itu rasanya familiar. Tak ada yag menyangka kalau balon putih itu sebenarnya adalah kondom yang ditiup. (Sekalipun sudah mengenal, bukan berarti aku sudah mencoba alat kontrasepsi itu. Semasa SMA aku kan perjaka ting ting, xixixixi).
Semasa kuliah, aku berganti gang. Kali ini proporsinya dua perokok dan tiga tidak. Teman yang perokok tergolong perokok berat. Dan mereka suka menggoda kami yang gak merokok.
Suatu ketika, seperti biasa teman perokok menawarkan rokok kepada kami. Tentu tawaran iseng. Si teman terkejut ketika aku mengambil rokok yang ditawarkan, menyulutnya dan mengisap dengan nikmat. Keterkejutan si teman berubah menjadi kejengkelan setelah melihat aku membuang rokok ke selokan, hanya setelah beberapa hisapan.
Perkenalan dengan rokok secara intens terjadi ketika KKN. Aku dan sebelas teman laki-laki ditempatkan di lokasi terpecil, yang bisa diakses melalui jalan darat dengan jalan kaki sejauh 3 km, atau melalui laut dengan perjalanan sekitar 4 jam.
Di lokasi KKN itu kami dihormati bagai tamu agung. Para anak muda menyebut kami 'kakak' dan orang tua menyapa kami sebagai 'bapak'. Para orang tua yang punya anak gadis, baik secara malu-malu maupun terang-terangan, menawarkan anak gadisnya untuk dipacari. (Belakangan, dari 12 orang, 10 di antara kami benar-benar pacaran dengan kembang desa. Dua lainnya gak sempat karena pacar mereka dari kota rajin berkunjung).
Karena semuanya cowok, maka rokok merupakan hal yang biasa dan lumrah bagi kami. Apalagi, dari 12 orang, hanya tiga yang gak merokok. Belakangan, aku pun tergoda untuk merokok. Karena bukan perokok betulan, aku memutuskan gak akan pernah membeli dan hanya akan merokok jika ditawari. Itupun jika mereknya terkenal. Jadi, aku hanya memilih rokok merek M yang di iklan diwakili para cowboy, dan rokok 'tiga angka' dengan lafal sesuai dialek Cina Hokkian.
Awalnya, rokok yang muncul beraneka merek, umumnya merek terkenal dan mahal. Bahkan ada yang pernah membawa cerutu (yang rasanya aneh). Lama-lama, seiring berlalunya waktu, dan seiring mulai menipisnya keuangan, rokok yang tersedia hanya yang murah meriah, bahkan yang promo. Bahkan, pernah, saking kepepet, teman yang perokok berat muncul dengan "tembakau curah", lengkap dengan kertas tipis untuk linting. Supaya terkesan wah, si teman ini melengkapi tembakau curah dengan pipa cangklong!!
Untunglah, walau yang muncul berbagai jenis rokok, hingga masa KKN berakhir gak ada teman yang nekat membawa...ganja. Ternyata, walau perokok berat, teman-teman masih cukup waras dan bisa membedakan mana rokok yang legal dan tidak!!!
***
Pelajaran penting yang aku temui sejak remaja hingga kini adalah, teman se-gang punya pengaruh signifikan apakah seseorang akan menjadi perokok atau tidak. Jika bergaul dengan gang yang bukan perokok, seseorang kemungkinan besar tak akan menjadi perokok. Dan begitu sebaliknya. Jika bergaul dengan para perokok, peluang untuk menjadi perokok terbuka lebar.
Dalam hal ini, pengaruh orang tua juga cukup besar. Secara teoritis, akan sukar bagi orang tua untuk mewanti-wanti agar anak remajanya tidak merokok, jika si ayah juga perokok. Apalagi jika sejak kecil si anak sudah biasa disuruh ke warung untuk membeli rokok.
Bagi anak remaja, contoh langsung akan berdampak lebih besar dibanding jutaan nasehat atau larangan.
Dan tentu saja, seseorang tak perlu majalah porno atau alat kontrasepsi untuk tidak merokok. Itu dua atau tiga hal yang sama sekali berbeda, hehehehehehe....
Salam,
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI