Pada suatu sore dihari Senin Wage, seorang anak menaburkan abu di halaman rumahnya. Darsim nama anak itu, umurnya baru sepuluh tahun.
"Sim apa yang kamu lakukan?" tanyaku.
"Disuruh bapak, kang," jawabnya.
Memang di daerahku ada suatu kepercayaan bahwa dihari Senin Wage menjelang malam Selasa Kliwon wajib bagi setiap rumah menabur abu di tritikan atau disebut juga sebagai Curug Sewu. Menurut kepercayaan mereka dengan menabur abu di tritikan atau cucuran atap rumah tersebut akan dijauhkan dari penyakit selama kapatsasurdina atau empat puluh hari.
Sebagai orang yang pernah belajar mengaji pada kyai kampung, aku tentu saja tidak percaya pada hal seperti itu, tetapi Aku tidak berani melarang perbuatan semacam itu, terlebih ayahnya  Darsim termasuk orang terpandang di kampungku.
Dan bahkan Aku hanya bisa membiarkan ibunya membuat sesajen berupa bubur merah putih disetiap hari lahir suaminya yang diperingati setiap kapatsasurdina. Walaupun Aku juga tahu bahwa ibunya Darsim termasuk wanita yang rajin menghadiri berbagai acara pengajian yang rutin  diadakan oleh pengurus salah satu Ormas islam.
Ya, Â Aku hanya bisa berdoa semoga saja dengan seringnya beliau mengikuti pengajian menjadi jalan baginya mendapat hidayah dan meninggalkan kebiasaan yang tidak sesuai dengan aturan-aturan agama yang dianutnya. Semoga..