Mohon tunggu...
Dr Ing. Suhendra
Dr Ing. Suhendra Mohon Tunggu... Dosen - Konsultan, technopreneur, dosen, hobby traveller

Tinggal di Jogja, hoby travel dan baca. Sehari-hari sebagai konsultan, dosen dan pembina beberapa start-up

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Baterai Kalsium, Alternatif Pengganti Baterai Litium

28 Februari 2024   10:41 Diperbarui: 1 Maret 2024   14:48 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi baterai kalsium. Sumber karya pribadi tidak pernah dipublikasikan di manapun.

Sehari pasca debat pilpres, sebenarnya jemari saya agak gatal untuk menulis terkait trend baterai masa depan. Dari mahasiswa hingga bekerja lebih dari 15 tahun di Jerman, saya dikarunia Allah kesempatan mengunjungi beberapa produsen baterai kelas dunia. Termasuk produsen baterai berbasis Litium yang pernah saya kunjungi sekitar 15 tahun lalu.


Cuma karena pasca debat adalah masa yang berpotensi tertutup subjektivitas, maka saya urungkan niat untuk posting tulisan ini.
Perdebatan di masa kampanye Pilpres lalu terkait baterai litium umumnya berpusat pada beberapa isu utama, yang mencakup aspek lingkungan, ekonomi, dan teknologi. Indonesia, sebagai negara dengan cadangan Nikel dan Litium yang besar, memiliki peran penting dalam rantai pasokan baterai litium-ion, selain komponen nikel yang juga komponen kunci dalam aternatif proses pembuatan baterai.

Pada ujung debat, ada kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dari penambangan nikel, yang merupakan bahan baku penting untuk baterai yang umum saat ini. Kehawatiran itu karena proses penambangan dan pemurnian nikel dapat menyebabkan degradasi lingkungan, pencemaran air dan udara, serta penggusuran komunitas lokal. Debat sering berkisar pada bagaimana meminimalkan dampak lingkungan ini sambil tetap memanfaatkan potensi ekonomi dari sumber daya alam. Karenanya, ada kritikan deras karena terkesan pemerintah begitu memanjakan perusahaan tambang nikel dengan segala potensi masalahnya. Bagi para kritikus baterai berbasi Nikel, teknologi baterai berbasi Litium perlu mendapat perhatian di masa depan.

Lalu, bila investasi di Indonesia akhirnya memilih mengembangkan baterai Litium, apakah sudah tepat? Karena sifat teknologi adalah adanya disrupteive technology yang berpotensi muncul perkembangan yang pesat,  adakah alternatif lain selain Litium?

Karenanya, dalam tulisan ini saya mencoba memberikan kilasan potensi teknologi yang dimaksud. Teknologi yang dimaksud berpotensi menggantikan teknologi baterai berbasis Litium adalah baterai Kalsium. Teknologi ini sudah mencapai kematangan teknologi, meski masih banyak di dunia riset dan sampai pada kematangan teknologi dan pasar untuk menerima. Akan tetapi, diprediksi bila teknologi baterai Kalium ini mencapai masa kematangannya, maka diprediksi berpotensi menggantikan baterai Litium yang digadang-gadangkan lebih baik untuk investasi di tanah air. 

Menilik dari beberapa keunggulan secara teknis, keunggulan baterai Kalsium adalah sebagai berikut.

Pertama, Kalsium lebih melimpah di dibandingkan dengan litium. Perbandingan ketersediaan Kalsium bahkan hingga 2500  kali lebih banyak dari pada Litium di bumi. Karenanya, bahan baku untuk baterai kalsium lebih mudah dan murah untuk diperoleh. Oleh karena itu, dari sudut pandang suplai bahan baku dapat berpotensi menurunkan biaya produksi baterai kalsium dan membuatnya lebih sustainable (berkelanjutan).

Kedua, Kalsium, sebagai elemen kimia memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan litium, terutama dalam hal penggalian dan ekstraksi. Konsekuensinya, proses pembuatan baterai Kalsium berpotensi lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan baterai litium.

Ketiga, baterai kalsium menawarkan keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan baterai litium-ion karena kalsium memiliki reaktivitas yang lebih rendah saat terpapar air dan udara. Berdasar pertimbangan ini, penggunaan baterai Kalsium mengurangi risiko kebakaran dan ledakan yang terkait dengan baterai litium-ion.
Selanjutnya, yang keempat, beberapa penelitian baterai kalsium memiliki densitas energi lebih besar dari pada baterai Litium. Dengan demikian, baterai kalsium berpotensi menyimpan lebih banyak energi dalam ukuran yang sama atau lebih kecil.
Keunggulan berikutnya, yang kelima, adalah baterai kalsium memiliki potensi untuk beroperasi secara efektif dalam rentang suhu yang lebih luas dibandingkan dengan baterai litium. Dengan sifat seperti ini membuat baterai Kalsium cocok untuk aplikasi dalam kondisi suhu ekstrem, baik panas maupun dingin.
Keunggulan terakhir adalah baterai Kalsium berpotensi dapat diisi lebih cepat daripada baterai litium karena konduktivitas ionik yang lebih tinggi dari elektrolit kalsium. Ini adalah keuntungan penting untuk aplikasi seperti kendaraan listrik, di mana waktu pengisian adalah pertimbangan kunci.

Selain hal fundamental teknis di atas, perlu kiranya mengetahui aspek etis dan lingkungan perbandingan baterai Kalsium dengan Litium.
Secara umum, penambangan Litium memiliki konsekuensi etis dan lingkungan lebih berat dibandingkan baterai Kalsium. Penambangan litium, khususnya melalui proses penguapan larutan garam (air laut misalkan) yang kaya litium, memerlukan jumlah air yang sangat besar. Di daerah kering seperti di Amerika Selatan, yang mencakup bagian dari Argentina, Bolivia, dan Chile, secara etis menyinggung dan mempengaruhi ketersediaan air untuk penduduk lokal dan pertanian. Selain itu, bahan kimia yang digunakan dalam penambangan komponen lain untuk baterai Litium dapat mencemari air tanah dan permukaan, mengancam pasokan air minum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun