Mohon tunggu...
Suharto Mirza
Suharto Mirza Mohon Tunggu... Pemerhati masalah seni, kebudayaan dan sosial.Tinggal di Malang

Lahir di Malang, Jawa Timur. Posisi terakhir adalah staf pengajar di salah satu kampus di Mojokerto. Saat ini menempuh prigram doktoral Manajemen Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Seni

Memori `Kelud Theater` dan Main Awara Hoon!

5 Juni 2025   23:13 Diperbarui: 5 Juni 2025   23:13 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Main awara Hoon (1983) Sumber: Pribadi

Lagu berikutnya yang membekas kuat adalah "Pyar Kise Kehte Hai". Lagu ini menyatakan bahwa cinta adalah sebuah pertukaran. Bukan hanya apa yang satu pihak berikan, tetapi juga apa yang diterima dari pihak lain ("Jo hum ne kiya tum se, jo tumne kiya hamse, pyar ise kahte hai"). Ini adalah definisi yang sederhana namun kuat tentang resiproksitas dalam sebuah hubungan. Iramanya yang rancak dan bersemangat sungguh sebuah ode untuk cinta abadi, yang merayakan ketangguhannya, sifatnya yang tak terbatas, dan esensinya sebagai sebuah pertukaran yang indah di antara dua hati. Gilanya lagi, saat Sanju mellantunkan kalimat `Hum dilwale bhala, hum dilwale bhala has has ke kisliye` (Kami para pemilik hati, kami para pemilik hati, mengapa tertawa-tawa) Sare jahan ke lakh sitam sahte hai (Menahan jutaan kekejaman dari seluruh dunia) tiba-tiba saya melihat diri saya sendiri dilayar bioskop!!

Saya ingin kembali kepada suasana saat itu. Rupa-rupanya film ini berhasil menyentuh emosi penonton. Cerita tentang cinta, pengorbanan, dan pencarian makna hidup terasa begitu relevan, meskipun dengan sentuhan Bollywood yang dramatis. Kami merasakan kegembiraan, kesedihan, bahkan kemarahan bersama para karakter. Suasana di dalam Bioskop Kelud saat itu benar-benar hidup. Ada yang tersenyum simpul, ada yang terisak pelan, dan ada juga yang bertepuk tangan di akhir setiap lagu.

Saya mengingat bahwa beberapa adegan tarian yang penuh energi membuat penonton ikut bergoyang di kursi mereka. Ada momen haru ketika sang tokoh utama menghadapi dilema hidupnya, dan ada juga tawa lepas saat adegan-adegan komedi muncul.

Pulang dari Bioskop Kelud malam itu, kesan "Main Aawara Hoon" masih melekat erat. Rasanya sangat enggan meninggalkan Sanjay Dutt yang masih tertinggal di bioskop. Namun apa daya. Saya hanya bisa melambaikan tangan dengan berat hati padanya. Berikutnya, percakapan tentang film tersebut masih berlanjut di jalanan, di warung kopi, bahkan di sekolah esok harinya. Film ini bukan hanya sekadar tontonan, melainkan sebuah pengalaman budaya yang mendalam, yang menyisakan jejak manis dalam memori masa mudaku di Kota Malang. Saya tidak ingat apakah film itu saya bawa sampai di alam mimpi, namun pengalaman menonton "Main Aawara Hoon" di Bioskop Kelud adalah sepotong nostalgia yang tak akan pernah pudar.

Yaadein.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun