Jakarta, – Bioekonomi semakin dipandang sebagai solusi masa depan yang mampu menjawab tantangan global seperti krisis iklim, ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Dalam rangka mendorong percepatan transformasi bioekonomi, Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis (Interfaith Rainforest Initiative/IRI) Indonesia menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Pengembangan Bioekonomi Indonesia".
FGD tersebut digelar secara hibrida pada Jumat, 10 Januari 2025, di Kampus Indonesia Banking School, Jakarta. Kegiatan itu melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan akademisi, pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, hingga media.
Dr. Hayu Prabowo, Fasilitator Nasional IRI Indonesia sekaligus inisiator FGD tersebut, menekankan bahwa pengembangan bioekonomi tidak hanya soal memanfaatkan sumber daya hayati, tetapi juga memastikan keberlanjutan dan keadilan dalam prosesnya.
"Bioekonomi menawarkan cara baru dalam melihat sumber daya alam kita, bukan sebagai sesuatu yang hanya dieksploitasi, tetapi sebagai modal utama untuk membangun keberlanjutan yang memberikan manfaat bagi manusia dan alam secara harmonis," ujarnya.
Menurut Hayu, keberhasilan transformasi bioekonomi Indonesia sangat bergantung pada pendekatan pentahelix yang melibatkan kolaborasi lintas sektor: akademisi, pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan media.
"Pemerintah harus mampu menciptakan regulasi yang mendukung keberlanjutan. Akademisi memberikan landasan ilmiah melalui riset dan inovasi, sementara dunia usaha dan masyarakat lokal adalah motor penggerak utama dalam implementasi bioekonomi," jelasnya.
Dr. Hayu juga menekankan pentingnya menjaga kearifan lokal dalam pengembangan bioekonomi. "Masyarakat adat dan lokal memiliki pengetahuan yang mendalam tentang pengelolaan sumber daya hayati. Mereka harus menjadi bagian inti dari rantai nilai bioekonomi, sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat dirasakan secara adil oleh mereka," tambahnya.
Dalam FGD ini, berbagai topik strategis dibahas, termasuk bagaimana dunia usaha dapat menciptakan model bisnis bioekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, serta bagaimana media dapat berperan dalam meningkatkan kesadaran publik dan mempromosikan potensi bioekonomi Indonesia.
Dr. Hayu juga menggarisbawahi perlunya perguruan tinggi berperan aktif dalam melahirkan inovasi teknologi yang bernilai komersial dan dapat dihilirisasi. Hal ini sejalan dengan pendekatan Rainforest Social Business School yang mendorong integrasi bisnis berkelanjutan dengan inovasi, pendidikan interdisipliner, serta pemberdayaan masyarakat lokal untuk menciptakan solusi yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan berdampak sosial positif.
Acara ini dipandu oleh Juliarta Ottay dari Mandala Katalika (Manka) dengan pembicara lainnya Prof. Dr. Ir. Hadi Sukadi Alikodra, M,S, Guru Besar Ilmu Pelestarian Alam dan Pembinaan Margasatwa Fakultas Kehutanan IPB; Prof. Dr. Dedy Darnaedi, M.Sc., Peneliti Pusat Kajian Tumbuhan Tropika Universitas Nasional (UNAS); KOBUMI/EcoNusa Mirajan; dan Abdon Nababan, mitra BUMMA (Badan Usaha Milik Masyarakat Adat).