Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tambahkan Pada Kartu Nama, Dimana (Kelak) Alamat Kuburmu

3 Oktober 2014   09:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Orang kaya bisa punya banyak alamat tempat tinggal. Bisa pada tiap kota, tiap provinsi, bisa di dalam dan di luar negeri. Tapi satu alamat yang tidak mungkin lebih dari satu, hari ini, besok atau lusa, adalah alamat kubur. Alamat itu dapat dibuat pada kartu nama, jauh hari sebelum si penghuni menempatinya.
Seiring dengan merambah luasnya bisnis property, menjamur pula bisnis tanah pemakaman. Dijual kapling, di daerah pegunungan yang bebas banjir, berhawa sejuk dengan pemandangan yang hijau, menenteramkan. Atau iklan lain, dijual kapling dengan sarana-prasarana modern, lengkap, dan mewah.
Dengan iklan itu mungkin kita, terutama yang berduit, terpikat untuk memesannya. Padahal entah dimana kita menghembuskan nafas terakhir. Mungkin bahkan sangat jauh jaraknya dari alamat kubur yang sudah kita buat.

Wakaf, Makam Mewah
Zaman berganti, kebiasaan berubah. Dahulu betapa banyak dan luas tanah pemakanaman. Orang mewakfkan tanahnya untuk pekuburan umum, selain sebagian untuk pemakaman keluarga sendiri. Belakangan, seiring dengan perluasan kota, pembuatan jalan-pabrik-pemukiman dan aneka sarana-prasarana lain, tanah makam makin terjepit.
Muncullah jenis bisnis baru yang menjanjikan. Penjualan tanah pemakaman. Tapi bukan makam biasa, ada embel-embel mewah di sana. Sebut saja San Diego Hills Memorial Park, pemakaman mewah terbesar di Karawang, Jawa Barat, yang konon luasnya mencapai 500 hektar.
Lalu muncul sejumlah pengembang yang membangun pemakaman mewah sebagai "rumah peristirahatan terakhir" orang-orang kaya di Indonesia. Pemakaman Giri Tama di Tonjong, Bogor, serta Lestari Memorial Garden dan Al Azhar Memorial Garden di Karawang.
Kendati harganya mahal, belasan ribu makam di San Diego Hills sudah dikapling oleh orang-orang kaya (birokrat, pengusaha, politisi, artis,desainer, dan lain-lain).

Gengsi, Haram
Apakah orang mati mengenal kriteria kelas? Jelas tidak. Tapi kelas-kelas dalam urusan letak/posisi dan fasilitas di Tempat Pemakaman Umum (TPU) berarti perbedaan harga, dan itu sekaligus menyangkut gengsi.
Di Jakarta Selatan semisal TPU di Menteng Pulo, berdasarkan penelusuran Merdeka.com, kuburan di TPU ini dibagi menjadi enam kelas dengan tarif berbeda mulai 700 ratus ribu rupiah hingga 3 juta rupiah per tiga tahun. Untuk kelas yang termurah letaknya paling belakang atau hampir satu kilometer dari pintu gerbang dengan kondisi agak kotor alias kurang terawat. Jika tiga tahun tidak diperbaharui maka di makam itu akan ditumpuk dengan jenazah lain.
Kembali ke soal pemakaman mewah, persoalannya tentu tidak lepas dari soal gengsi. Namun ternyata MUI memberi fatwa haram untuk jual beli tanah makam dan pembangunan pemakaman mewah. Karena bagi muslim hal itu dinilai berlebih-lebihan dan sia-sia.

Ingat Mati, Alamat
Ingat mati memang sangat baik, karena dengan itu apapun yang kita lakukan selalu akan dikaitkan dengan pertanggungjawabannya nanti. Berbuat baik berarti pahala, sedangkan berbuat buruk maka neraka sudah menunggu. Untuk alasan ingat mati, maka tambahkan pada kartu nama, di mana (kelak) alamat kuburmu!
Tapi sebaliknya, kalau kita meniatinya demi gengsi, tanpa sadar riya’ dan sikap sia-sia; maka jelas hukumnya haram. Dan semua yang haram harus dijauhi. Terlebih jika alamat itu nantinya justru untuk mengkultuskan seseorang, atau untuk hal-hal lain yang dilarang agama. Dengan alasan kedua itu, maka alamat ‘rumah masa depan’ jelas tidak perlu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun