Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ancaman Mas Darsan

20 Juli 2021   16:16 Diperbarui: 21 Juli 2021   22:13 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Takbir terdengar di mana-mana. Sahut-menyahut, dengan aneka nada. Tapi makna, membesarkan yang selayaknya dibesarkan, menuji yang semestinya dipuji. Yaitu, Allah Subhana Wata'ala. Tuhan pencipta langit dan bumi, tempat semua bergantung, dan tidak ada yang menyamainya.

Di langit jauh, juga di pinggir-pinggirnya, bahkan pada sebuah perkampungan kecil di kaki bukit, takbir-tahlil-tahmid nyaring terdengar dari loudspeaker selepas salat Ashar berjamaah di masjid. Darsan sangat terganggu dengar suara-suara itu. Penyebabnya sederhana, tahun ini ia tak mampu berkurban.

Rencana keuntungan besar yang bakal di dapat jelang perayaan Idul Adha raib dibawa korona. Padahal ia sudah berjanji kepada Pak Surakib, ketua DKM masjid Baitul Mukmin.

"Kambing satu seperti tahun lalu, Pak Akib, Insyaa Allah. Tapi masih menunggu realisasi kesepakatan dengan pihak pengembang. . .. . !" ucap Darsan setengah berbisik setengah bulan lalu.

Belum ada orang lain yang memberi semacam kepastian semacam itu. Pak Surakib harus rajin berkeliling memotivasi dan membujuk orang-orang kaya agar tidak pelit berkurban.  

"Alhamdulillah, saya selalu yakin Mas Darsan berkelimpahan rezeki. Berkurban tiap tahun pun tidak dirasa berat. Semoga terealisasi," jawab Pak Surakib dengan senyum cerah.

Dari pertemuan tak sengaja di perempatan jalan Desa itu, Darsan berjanji membantu mencarikan warga desa yang selama ini belum tergerak berkurban. Barang tentu Pak Surakib senang sekali.

"Dengan keteladanan yang Mas Darsan tunjukkan selama ini, saya yakin mereka akan terbujuk. Ada lima keutamaan ibadah kurban. Mas Darsan masih hafal keutamaan itu, 'kan? Nah, sampaikan dengan baik agar tahun ini kurban di masjid kita makin banyak. Dan itu berarti jumlah penerima daging kurban makin banyak pula. . . . . . !" ujar Pak Surakib sebelum pamit hendak meneruskan perjalanannya ke beberapa warga diujung desa.  Ia menggerakkan sepedanya, kaki kiri pada pedal, lalu kaki kanan diangkat tinggi hingga pantatnya mendarat di sadel.

Mas Darsan melambaikan tangan. Ia harus menuntut sepeda motornya beberapa puluh meter ke depan untuk mendapatkan besin eceran.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun