Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menulis Cerpen Apa Ada Kiatnya? Ya, Adalah

30 Mei 2021   23:59 Diperbarui: 31 Mei 2021   00:32 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - pengarang menggunakan mesin tik lawas - seniorlivingnepa.com

Kiat menulis cerpen: pikirkan satu konflik, lalu mulai menulis. Konflik harus diurai dengan plot, atau alur cerita. Sesuaikan dengan jumjlah kata yang menjadi target. Konflik terutama antar karakter. Untuk memperkuat cerita secara keseluruhan harus disertakan setting lokasi dan waktu, dengan segenap variasi maupun kreasi penceritaannya.  Menulis cerita pendek wajib memulainya  dengan alinea awal yang kuat.

Bagusnya bikin penceritaan dengan gaya menggambarkan. Contoh, dikutip dari cerpen "Jerit"(di Kompasiana, 2016) sebagai berikut:

Ibu Salina selalu berusaha tidur lebih awal agar bisa bangun lebih pagi. Namun selalu ada yang mendesak dikerjakan justru ketika malam merambat jelang puncak, jelang tengah malam. Menulis perkembangan tiap bayi, membuat laporan penggunaan dana dan berbagai bentuk bantuan, serta terutama menyiapkan berbagai keperluan esok hari.

Bagus-tidaknya pengarang "menggambarkan" tergantung daya imajinasi si pengarang. Maka untuk memudahkan, pengarang dapat menceritakan setting lokasi/tempat itu dari kehidupan nyata (pernah dilihat dan familier). Bisa pula gambaran yang pernah dilihat di video/film (misal gambaran satu tempat terpencil di pelosok tanah air, atau di luar negeri, misalnya).

Selain dengan menggambar dapat pula dengan cara menceritakan. Contoh cara menceritakan, dikutip dari cerpen "Gubernur Icikiwir Bermain Drama"(di Kompasiana, 2020), sebagai berikut:

Selama ini sudah ada jabatan kepala desa, lurah, bupati dan walikota yang jenaka. Tetapi aneka jabatan itu sudah banyak dimain-mainkan dalam drama-drama yang lain. Bahkan dalam pentas lawak, selingan canda dalam wawancara, dan pentas musik. Lucu habis jabatan itu dikupas. Penonton sampai guling-guling tergelak, hingga ada yang mulas dan sakit perut. Ada pula yang harus diopname di rumah sakit terdekat.

Satu karakter sudah dinampakkan sepintas. Yaitu "aku" (orang pertama tunggal). Harus konsisten sampai akhir bahwa pencerita adalah aku. Bedanya dengan pencerita orang ketiga (tunggal atau jamak), si aku hanya bisa menduga-duga arah pikiran karakter lain.

"Aku" dapat menjadi antagonis, atau protagonis. Tergantung pengembangan cerita. Terbaik bercerita spontan. Dari sisi kebahasaan, baik diksi maupun tata kalimat lebih kuat. Dari sisi alur, kerap si pengarang sendiri tidak menduga (surprise) bakal begitu konflik maupun endingnya.  

Kalau bapak/ibu pernah membaca kumcer saya (judul buku "Orang-Orang yang Menyerah", semua cerpen di sana pernah saya posting di Kompasiana), pada cerpen "Pagi Alangkah Renyah", begitulah kejadiannya. Kalau malas mencari dan membuka kembali bukunya, cari saja di rumah Mbah Google. Tulis judul itu, tambah kata cerpen dan nama saya. Beberapa alternatif ending sempat terpikirkan, tapi akhir tragis (pada hemat saya) sama sekali tidak bermanfaat.

Bisa dibaca pula pada cerpen lain, berjudul  "Kucing, Nasib, dan Wahyu Sapta Rini". Ending lemah,  selesai dengan keterpaksaan, tapi sebenarnya tak terduga-duga akan sedemikian akhirnya. Sebab saat itu tenggat hampir habis (tengah malam), tinggal hitungan menit, masih bingung apa endingnya. Bila penasaran mau membaca cerpen itu, cari dengan cara serupa di atas.

Itu saja yang diperlukan dalam menulis. Ada konflik, karakter, setting lokasi dan waktu, mencermati diksi dan tata kalimat, serta pilihan ending. Lalu menulis, menulis, dan menulis. Pada jeda, atau hendak refreshing gunakan untuk membaca cerpen atau novel pengarang andal.  Membaa/menyimak, melengkapi kecermatan dalam mendengar, melihat, kemudian bicara (secara verbal), dan menulis (bisa diawali dengan pembicaraan sendiri (direkam, atau langsung) dan ditulis, gaya bahasa orang bicara tapi ditulis).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun