Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

57 Detik yang Tak Terlupakan Dahsyatnya

29 Mei 2021   01:47 Diperbarui: 29 Mei 2021   01:47 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih mengenai korban tewas di tempat, Mas Slamet Mulyono, yang tinggal di Kotagede, menceritakan mengenai seorang adik laki-lakinya.  "Saat gempa adik laki-lakiku (46 tahun) sdh bangun dan di luar rumah. Kami bersebelahan rumah. Ia masuk kamar kembli krn anak (laki-laki 7th) msh ada di dalam. Saat itu terjadi goncangan hebat. Ia sdh tdk mampu mengangkat anaknya, dan hanya melindungi dengan badannya."

"Naas...tembok kamar patah 1,5 meter di kedua sisi, dan roboh menimpa bag blkg kepala adikku. Ia meninggal di tempat, tp anaknya selamat krn terlindung tubuh bapaknya.  Skrg anaknya sdh lulus SMK, dan kerja di Kaltim."

Saat persiapan pemakaman normal. Disucikan, disholatkan, dan dimakamkan seperti biasa. Namun, ketika penggalian makam, ada gempa susulan dan isu tsunami. Tenaga gali berlarian. Setelah dhuhur dilanjutkan, pemakaman lancar. Keluarga begitu. Malam sebelum gempa, adik Mas Slamet itu melayat teman di luar kampung sampai tengah malam.

*

Cerita Tak Terputus-Putus

Ada juga cerita yang tak terputus-putus. Hanya dibatasi "koma" selebihnya lanjut sampai akhir. Unik dan menarik ceritanya. Ada 130 kata, tanpa titik, bila dibaca dengan tempo cepat seperti orang nge-rap. Inti cerita, satu keluarga ingin cepat-cepat mengungsi, menggunakan dua mobil. Tapi jalan macet, arahnya tidak kompak. Begitulah cerita Mbak Laksmi:  

"Kangmasku omahe neng Popongan Sleman, sing jenenge gempa yo kroso banget, wedi yen omahe ambruk  njur panik rekane arep lungo ngadoh mulo masku njupuk kunci mobil cepet2 nggowo anake 2 mlebu mobil dinase, nah mbakyu iparku yo njupuk kunci arep nggawa mobil pribadine, anake sing no 3 dicandak digowo mlebu mobil, ning mergo panik ora omong2 sing kamasku ngalor mbakyu iparku ngidul, bareng wis tekan Muntilan, anake bengok2 mergo ibune ora ketok neng mburi kamasku lagi sadar terus bingung mergo anak2 e do nangis, semono ugo mbakyu iparku yo nggoleki mobile masku ora ketok, akhire loro2ne bali omah maneh, loro2ne kaget bareng tekan omah ternyata bedo arah, weruh omahe isih utuh ora sido lungo, ning mobile tetep neng ndalan lan janjian yen gempa gede maneh langsung lungo ning kudu barengan."

*

Sekolah Libur, Jalanan Sepi

Masih cerita Mas Raharsan, dikutip dari seorang teman sesama kuliah di Fakultas Geologi UGM. Gaya bahasa tulisannya disingkat-singkat, masih asli ke luar dari lubuk hati:  "Pagi itu sy br dtg dr jkt, dan baru 10mnt masuk rmh, lg ngobrol dg bojo, anak mbarep lg mandi, anak ragil sdh pakai baju sekolah ..., almari berderak2 dan barang di atas almari tumbang, sgr srmua tak tarik keluar rmh."

"stlh gempa reda sgr brkt ngantar 2 anak ke sekolah ... agak heran jalanan terasa sepi ...., stlh nunggu bbrp saat trnyt sekolah hr itu ditiadakan, kmd sgr pulang lg ke rmh, jalur PP rmh - ke sekolah anak2 tdk melalui daerah yg terdampak berat gempa shg tdk menyangka kerusakan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun