Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Kata Paling Ranum

12 Juni 2020   00:44 Diperbarui: 12 Juni 2020   00:38 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The landscape -- www.artistsnetwork.com

Tak segera kutemukan kata paling ranum
melainkan sekadar gumam.
Aku bersendiri di tepi, dan hari membujur ke Timur.
Ke arah mana penghuni langit berkiblat untuk datang.
Sedang embun tak turun, juga hujan rintik saja.
Orang-orang bergegas menyongsong
luka lebih dalam.

Hanya tetes air keran bocor yang sesekali mengasah sepi.
Ketika cicak dan nyamuk berbagi jejak
untuk tak lama rebah.
Mimpi paling dengkur, lelap paling samar.
Orang-orang tertidur setelah luka dibebat desah.
Ini malam Jumat.
Semua yang pernah datang, akan pulang.

Tak segera kutemukan kata paling wabah
seketika mayat-mayat
terjajar di tanah.
Lakukan sesuatu untuk berduka.
Sediakan kafan dan lahat secukupnya.
Tengah malam ini juga makam harus dibuka.
Diam-diam, jauhkan semua bunyi,
gerak cepat sekali.
Agar virus tak tahu, tak sempat merundung di sisa hari.

Luka itu kelamnya malam, isak-tangis itu jeruji
yang memenjara. Daun-daun berserak.
Bulan menua. Awan makin perak
Hati pun legam, dingin, tersungkur diam.
Tak kutemukan kata paling ranum
semisal luka, rumah segenap kematian. ***

Sekemirung, 12 Juni 2020  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun