Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Segera Tiba, Ujian, dan Pilpres

13 Juni 2018   23:45 Diperbarui: 14 Juni 2018   14:50 840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang selalu teringat menghadapi Lebaran semasa anak-anak adalah pakaian baru. Celana, kemeja, sepatu, ditambah kopiah, ikat pinggang, dan sajadah. Tetapi bagi anak dengan banyak saudara kandung hal itu tidak dapat dilakukan setiap tahun, dan memang harap maklum.  Sementara bagi para ibu mungkin saja bingung membelanjakan uang yang tak seberapa (dari hasil usaha sendiri, gaji suami, atau dari penghasilan lain) untuk banyak kepentingan sekaligus.

Seorang ibu -dalam keluarga saya- sebagai pengatur ekonomi keluarga harus pusing menghadapi hal itu. Ia membayar zakat fitrah dan sadakah, menyediakan pakaian anak-anak, persiapan kue dan aneka makanan khas Lebaran. Ibu juga berhitung mempersiapkan biaya mudik lengkap dengan bingkisan maupun uang bantuan bagi anak-anak dan keluarga di kampung halaman.

Belum lagi biaya mudik-balik dengan segenap resiko di perjalanan. Lengkap, komplit, dan tidak mudah. Begitulah setiap tahun seorang ibu rumah-tangga mendapatkan kepercayaan sekaligus kesulitan dari suami yang sudah mati-matian mencari rezeki halal bagi keluarganya.

Maka jika Lebaran nanti berlangsung sukses, hal itu tak lain jasa besar seorang ibu dalam mengatur keuangan keluarga.

*

Kata lebar dapat diartikan sebagai selesai (Jawa), namun dapat berarti pula sebagai sia-sia (Sunda). Kata 'lebaran' tentu berasal dari kata lebar yang 'selesai', yaitu selesai menjalankan perintah Allah berupa puasa atau shaum/shiyam. Tetapi bagi yang tidak mampu memanfaatkan Ramadan dengan baik akan bertemu dengan Lebaran yang sia-sia. Sebab selama Ramadan hanya didapat lapar dan dahaga saja.

Ditinjau dari makna leksikal kata shaum dengan shiyam memiliki kesamaan makna yaitu menahan. Menahan dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya, dari imsak hingga Adzan Maghrib.

Namun ketentuan itu baru secara umum, sedangkan secara lebih khusus ditambahkan dengan kemampuan menahan diri pada mata (memandang), telinga (mendengar), dan mulut (berbicara) dari berbuat hal-hal yang dilarang. Hal terakhir ini yang jauh lebih sulit dan berat, dan tidak sembarang orang mampu melewati ujian ini.  Dengan kata lain, mampu bertahan dari rasa lapar dan haus saja itu bukan jaminan puasanya diterima, sebab masih begitu banyak ketentuan yang sering justru diabaikan dan dianggap tidak ada.

Lepas dari lulus atau belum setiap muslim-muslimah yang manjalankan puasa pada  akhirnya bertemu dengan Lebaran. Setelah mengikuti ujian sebulan selanjutnya harus menghadapi kehanyataan kehidupan sebelas bulan ke depan yang tak kalah berat.

Ramadan dan Lebaran menjadi satu paket ujian, sedang sebelas bulan kemudian menjadi paket ujian berikutnya. Dua hasil ujian itu saling terkait dan berkesinambungan. Seseorang mungkin lulus ujian bernuansa keagamaan, yaitu ketakwaan (melakukan yang diperintahkan dan  menjauhi yang dilarang), akan tetapi belum tentu lulus ujian bernuansa keluarga-kemasyarakatan dan bahkan keduniawian. Sebab sehebat apapun ketakwaan seseorang bila masih tergoda-terbelenggu-terpedaya pada dunia maka nilai ketakwaan itu belum sempurna.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun