Boros atau tidakkah pengeluaran keuangan kita pada bulan Ramadan? Ini pertanyaan yang perlu diurai sebelum kemudian ditemukan jawabannya sehingga dapat dipamahi penyebabnya, dan tidak disalahkan. Satu hal yang pasti pengeluaran pada bulan Ramadan dan sesudahnya pasti lebih banyak, dan bahkan seringkali jauh lebih banyak dibandingkan bulan-bulan yang lain sebelumnya.
Tiap orang boleh jadi punya pendapat dan alasan berbeda, namun menurut saya pengeluaran yang besar itu bukan sebuah pemborosan asalkan terencana baik dan tidak berlebih-lebihan. Dan untuk saya sendiri sebagai pensiunan, rasanya tidak ada lagi kata 'boros'.
*
Ramadan menjadi bulan istimewa dalam hidup seorang muslim-muslimah. Dari sudut pandang agama Ramadan punya banyak sebutan salah satunya sebagai bulan tarbiyah. Itu maksudnya sebagaai bulan pembelajaran  atas semua hal baik yang berawal dari kata menahan diri dari makan-minum-syahwat, bahkan juga menahan diri untuk mata-telinga-hidung-hati. Nilai ibadah dan muamalah pada Ramadan (baik yang wajib maupun sunah) dilipatgandakan pahalanya maka orang Islam berlomba-lomba melaksanakan dengan baik, termasuk berusaha keras mendapatkan Lailatul Qodar, yaitu satu malam yang lebih baik dari seribu bulan.
Meskipun telah diulang-ulang diungkapkan oleh para ulama, namun praktik memaksimalkan kehadiran Ramadan memang tidak mudah. Masih banyak diantara kita yang kemungkinan hanya memperoleh lapar dan dahaga.
Terkait denga usaha menahan diri, bersamaan dan  sesudah bulan itu (pada bulan Syawal) ada aneka kegiatan lain  yang besar: Hari Raya Idul Fitri/Lebaran, pulang kampung/mudik, berwisata, berpesta/makan besar bersama, reuni dengan teman-teman sekolah/kuliah, bersilaturahim dengan sanak-saudara dan kerabat serta saling memberi bingkisan-uang untuk tanda kasih-sayang.
Semua kegiatan pada bulan Syawal biasanya dipersiapkan jauh-jauh hari. Misal untuk urusan transportasi, ada beberapa pilihan: menggunakan angkatan darat-laut-udara, karena harus berebut (untuk yang berangka sebelum maupun sesudah Lebaran). Pilihan waktu, kenyamanan, harga tiket, keamanan/keselamatan, dan kepraktisan. Â Bila terlambat memesan -tiket atau kendaraan sewaan, hotel, rumah makan, dan beberapa hal lain- bisa saja kehabisan. Akibatnya akan sulit serta mahal untuk mendapatkannya bila waktu makin mepet. Ini logika umum sehingga pengeluaran dilakukan pada bulan Ramadan sangat wajar menjadi lebih banyak.
Pengeluaran lain untuk pakaian dan peralatan shalat baru. Untuk yang mampu pakaian yang dibeli sampai beberapa stel untuk berbagai keperluan berbeda: untuk shalat Ied, silaturahim keluarga, pertemuan dengan warga, reuni, dan lainnya. Selain itu tak jarang Lebaran dijadikan momentum untuk memperbaharui penampilan rumah. Â Ganti meubel baru, ganti gorden - karpet (dan/atau sekadar memcucinya di tempat pencucian kiloan), mengecat pagar dan dinding rumah, memperbaiki bagian rumah tertentu yang dirasa sudah kurang baik, menambah koleksi peralatan makan -- perhiasan ruang tamu, dan banyak lagi. Â Â Â
Untuk semua itu perlu biaya ekstra. Dan bila telah direncanakan jauh-jauh hari dan sudah sangat urgen/mendesak, diantaranya dengan menghemat pengeluaran pada bulan-bulan sebelumnya, maka tidak ada istilah boros untuk semua itu.
Seringkali pengeluaran uang memang tidak dapat diprediksi besar-kecilnya, tidak dapat direm bila memang sudah ada keinginan. Terlebih bagi orang-orang yang ingin serba 'wah' dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Atau ingin 'lebih' dalam menunjukkan 'keberadaan dan kesuksesannya' dibandingkan dengan sanak-saudara maupun tetangga. Hal terakhir ini pasti berakibat boros.
Namun boros hanya dapat dilakukan oleh seorang/keluarga yang masih memiliki kesempatan memilih karena kelebihan uang yang dimiliki. Untuk para pegawai/karyawan terlebih pensiunan dengan gaji/upah/penghasilan sangat terbatas maka untuk urusan boros rasanya jauh  dari jangkauan mereka.