Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Cinta Mati pada Si Genjik  (Dua)

30 Maret 2017   16:10 Diperbarui: 30 Maret 2017   16:20 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Seorang kawan kesurupan, Kek. Mungkin sampeyan mampu menyembuhkannya?” tanya Icik Kiwir begitu saja. Itu pertanyaan ke lima yang dilontarkannya kepada setiap orang yang ditemuinya di perjalanan.

Tanpa menjawab ya atau tidak, lelaki berjubah hitam itu menuntun Icik Kawir untuk menunjukkan arah kembali.  Dan itu sebabnya dua orang itu kini berada di rumah Pademo.

Di ruang tengah yang tak seberapa luas, Pademo tertelungkup sambil mendesis-desis serupa ular dan meracau. Lain waktu menguik mirip suara bayi celeng. Begitu di depan Pademo sekejap lelaki berjubah hitam itu memegang telapak tangan Pademo dan menghardik. “Hei, jin terkutuk . . . . . siapa namamu? Dari mana asalmu?”

Beberapa lelaki mendekat, membantu memegangi kaki dan tangan Pademo yang terus memberontak dan berteriak-teriak. Tak dapat dicegah para tetangga pun berkumpul. Empat isteri dan sembilan anak yang berkumpul dalam satu rumah tak kalah panik. Tapi bukannya membantu, mereka malah pergi diam-diam, sendiri-sendiri.

Setengah jam berlalu, Pademo masing terbanting-banting diri dan tidak mau mengaku. Akhirnya dari mulut Pademo keluar ucapan mengagetkan: “Akulah si Genjik. Akulah yang selalu menjadi gunjingan warga kampung dengan berbagai fitnah dan cemoohan. . . . . .!”

Kakek Jubah Hitam membaca ayat-ayat suci pengusir setan. Membaca dan merapal diulang-ulang. Hingga tubuh Pademo kelojotan, mulut berbuih, mata melotot, tangan dan kaki kejang-kejang. Lalu lemas, seperti lumpuh. Keringat berleleran. Orang-orang menyibak sebab si Jubah Hitam yang tadi terduduk bersila tiba-tiba berdiri.


“Ingatkan padanya setelah ini, jangan pernah lagi berburuk sangka pada si Genjik, nama  yang disebutnya tadi. Mahluk halus itu tidak terima namanya jadi bahan gunjingan. . . . .!” ucap Kakek Jubah Hitam.

Orang-orang terdiam, dan baru menyadari selama ini Pademo memang paling rajin bergunjing tentang mahluk bernama si Genjik, entah siapa dia. Sesaat kemudian empat isteri dan anak-anak Pademo datang dan ikut merubung. Nurmali, isteri pertama Pademo mendekati Kakek Jubah Hitam dan bertanya, “Lalu siapa sebenarnya kakek ini?”

“Saya? Penggembala si Genjik. . . . .!” ucap lelaki itu seraya melangkah cepat keluar rumah, berjalan menyusuri gang yang berpenerangan seadanya, lalu menghilang di tikungan. Icik Kiwir yang mengejar sampai tikungan menyatakan hal itu.

Nurmali pun ingin bertanya lagi pada si kakek, namun ia tak sanggup mengejar. Orang-orang juga heran, dan mereka bubar tak lama kemudian. Sejak itu Pademo menjadi orang yang berbeda. Ia bisa berhari-hari menghilang entah kemana, ketika pulang sudah membawa gepokan uang warna merah. Namun agaknya ia belum benar-benar sembuh dari pengaruh mahluk halus. Kelakuannya makin aneh, gerak-geriknya tak lazim, wajahnya datar tanpa ekspresi, suaranya besar sesekali, dan mengaku namanya si Genjik. Ia bahkan sesumbar mempunyai isteri banyak, selingkuhan banyak.

Warga Kampung Sengkarut tidak mudah percaya pada sosok Genjik mahluk halus yang telah menyatu pada diri Pademo. Mereka pun sangat tidak yakin dengan isu yang beredar bahwa si Genjik punya  banyak isteri dan selingkuhan. Para lelaki pun terlanjur was-was pada nasib isteri dan anak-anak perempuan mereka, takut menjadi korban berikutnya. Terlebih ketika ada yang  melihat betapa banyak uang Pademo, mereka tak heran banyak perempuan yang cinta mati pada si Genjik!. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun