Mohon tunggu...
Sugiyanta Pancasari
Sugiyanta Pancasari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

"Cerita dan Catatan" Yang tak boleh menua, dilumat usia

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Makan Sahur di Pos Ronda, Kebersamaan yang Teramat Aku Rindukan

16 April 2021   23:31 Diperbarui: 16 April 2021   23:35 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pertemuan selapan sekali itu seluruh warga (kepala keluarga) hadir menetapkan berbagai program prioritas yang memang mendesak dan segera dilaksanakan. Berawal dari jimpitan itulah program pemberdayaan masyarakat bisa berjalan.

Begitulah, selain menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan kegiatan ronda juga bermanfaat untuk mengumpulkan dana melalui "jimpitan" beras yang tentu tidak akan memberatkan  warga. Berbeda jika dengan iuran uang, misalnya.

Jika di bulan-bulan biasa hanya sekadar mengambil jimpitan beras, di bulan Ramadhan ada tambahan tugas yakni membangunkan warga agar bisa lebih awal mempersiapkan keperluan untuk makan sahur.

Jadi tidak ada rumusnya warga sampai "kerinan" (terlambat bangun).

Setelah kurang lebih 40 menit berkeliling, kami tiba lagi di Pos Ronda.

Untuk kebutuhan minum dan snak, dibebankan warga per kepala keluarga, tanpa paksaan atau harus jenis makanan tertentu. Warga bebas mendermakan sebagian hartanya tanpa ada paksaan.


Istimewanya, di bulan suci, warga saling berlomba (dalam kebaikan tentunya) memberikan makan sahur kepada petugas di Pos Ronda. Jadilah setiap malam sehabis keliling kami makan sahur bersama di Pos Ronda, dan ajaibnya, apapun menunya selalu terasa lezat dan nikmat. Barangkali ada tambahan bumbu, kedekatan, kebersamaan dan keikhlasan bersilaturrahmi sebagai sesama warga tanpa ada sekat-sekat pembatas dan pembeda.

Di Pos Ronda, semua diberlakukan sama dan menjalankan tugas bersama-sama, tanpa memandang latar belakang darimana berasal dan tinggi rendah strata sosial.

Tetapi kebersamaan yang hangat dan akrab itu kini tinggal cerita, yang abadi di dalam kenangan. Bagi generasi milenial, yang kesehariannya tenggelam dalam media sosial, cerita kebersamaan seperti itu barangkali tak akan pernah singgah dalam memorinya.

Aku sering tertegun sendirian di waktu-waktu terakhir ini, melihat kenyataan Pos Ronda yang dulunya begitu riuh dan menjadi pusat bertemunya warga, kini sungguh merana ditinggalkan penghuninya. Beras diganti uang, yang lebih pragmatis. Warga tak perlu dibangunkan, dengan "alarm" di hand phone. Untuk berkomunikasi sudah cukup WA, mudah, praktis, murah memang, tapi kerinduan akan kebersamaan warga tak bisa hilang. Menyaksikan Pos Ronda, yang mewah dan megah, dengan lantai keramik dan dinding berplester licin, lampu terang benderang, tapi kosong, sunyi dan lengang, rasanya sungguh sakit alang-kepalang. Bagaimana bisa, kemajuan teknologi mampu merampas dan merenggut kebersamaan dan kebahagiaan kami?

Warga seolah juga semakin tertutup dan terlalu mendahulukan diri sendiri, meskipun tak dimungkiri, untuk berkontribusi berupa uang tak lagi jadi penghalang, tetapi tetap saja ada yang terasa hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun