Mohon tunggu...
Teha Sugiyo
Teha Sugiyo Mohon Tunggu... Guru - mea culpa, mea maxima culpa

guru dan pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Kinerja Anda Berkualitas?

10 Februari 2016   22:48 Diperbarui: 11 Februari 2016   04:41 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parabel tentang emas itu tak beda dengan diri kita. Saat kita melamar pekerjaan kita sudah disaring, seperti emas yang diayak tadi. Kita dipisahkan, lalu ketika kita dites, dan termasuk orang-orang yang diterima, kita mulai dibentuk. Kita diberi pelatihan, kita ditempa, kita dimasukkan ke dalam “kawah candradimuka” untuk menjadi berkualitas. Potensi yang ada pada diri kita itu laksana emas. Potensi tu perlu diasah, digosok, ditempa, dibakar, dibentuk, sehingga berkembang.

Kadang memang menyakitkan, kadang membuat kita sedih, kecewa, frustrasi dan putus asa, patah semangat, tetapi ingat: Semakin banyak kita ditempa, semakin banyak kita mengalami pencobaan, semakin berkualitaslah diri kita. Di mana kita dibentuk, ditempa? Di sebuah universitas atau sekolah yang tak kunjung usai, namanya: universitas atau sekolah KEHIDUPAN! Ya, termasuk dalam pekerjaan kita, dalam masyarakat keseharian kita. Semakin banyak kehidupan menempa diri kita dengan pengalaman yang aneka rupa, semakin tahan banting dan tetap tegar kita, semakin tinggi nilai jual diri kita. Pepatah mengatakan, “Kemenangan yang mudah itu murah. Kemenangan yang berharga untuk diraih hanyalah datang sebagai hasil perjuangan keras”.

Orang Lain akan Memetik Hasilnya

Bekerja dengan baik merupakan upaya menggosok dan menempa emas potensi kita. Emas itu akan bercahaya dan bahkan masih juga nampak sampai ke tempat yang jauh. Orang-orang pun akan tertarik dan bahkan ingin memilikinya. Demikian pula tentang diri pribadi kita. Jika kita bekerja dengan baik, dan mengembangkan seluruh potensi yang ada pada diri kita, maka kualitas diri pribadi kita akan meningkat. Seperti emas tadi, kita memiliki “nilai jual” yang tinggi. Jika hal ini diketahui oleh atasan kita, maka apa pun yang kita usulkan, -termasuk jika kita mengusulkan kenaikan gaji, - maka atasan akan mempertimbangkannya. Tapi jika kita tidak memiliki nilai jual, jika kita mengusulkan kepada atasan, dengan suka hati atasan kita akan bilang, “Ya, sudah, jika memang sudah tidak betah di sini, silakan cari pekerjaan di tempat lain.” Itulah yang sering kita dengar, yang sering kita saksikan.

Akan tetapi, jika kita memiliki “nilai jual” tinggi, dan  tempat kerja kita tidak menghargai kualitas yang kita miliki, maka orang lain yang akan memberikan penghargaan kepada kita. Mau tahu buktinya? Ingat, berapa banyak teman kita yang kualitasnya baik, lalu “dibajak” oleh perusahaan lain dengan penghargaan yang lebih tinggi ketimbang yang diterima di sini. Jadi dengan kata lain, jika kita bekerja dengan baik, itu bukan hanya menguntungkan perusahaan saja, tetapi lebih-lebih  menguntungkan diri kita sendiri, masa depan kita, untuk perbaikan dan peningkatan nasib kita. Oke?

Jadilah Proaktif,  Jadilah Tokoh Transisi

Membaca situasi dan tanda-tanda zaman di lingkungan bisnis saat ini, mengantarkan kita untuk memiliki suatu cara pandang baru terhadap kondisi dan situasi yang kita hadapi. Zaman reformasi mengajarkan kepada kita untuk melihat segala sesuatunya secara bening, jernih dan terbuka. Ada klarifikasi yang dapat kita pakai sebagai pegangan. Salah satu pegangan dalam memandang segala sesuatu yang kita hadapi adalah dengan sikap proaktif. Sikap ini berbeda dengan sikap kebanyakan orang dalam menghadapi suatu masalah.


Sikap proaktif adalah sikap yang berpikir dulu baru bertindak. Sikap reaktif adalah bertindak dulu baru berpikir. Cara pertama, yaitu proaktif, adalah cara yang senantiasa menghargai karunia Tuhan yang berupa akal budi kita untuk kita budidayakan secara maksimal. Sikap proaktif adalah sikap yang membawa kita untuk menentukan, mengatur dan membuat situasi seperti yang kita kehendaki. Kita yang menentukan situasi, kita yang mengatur lingkungan, kita yang menjadi pemimpin diri kita. Sikap reaktif adalah kebalikannya. Kita ditentukan oleh situasi, kita diatur oleh lingkungan, sehingga kita tidak memiliki pemikiran dan tenggelam dalam masalah, bukannya mengatasi masalah.

Contoh yang jelas begini. Pagi ini hujan deras sekali. Kita mau berangkat ke tempat kerja dengan angkutan umum. Seorang yang reaktif akan mengatakan, “Buat apa susah-susah masuk kerja, kita tunggu saja sampai hujan reda, sebab kalau kita nekat, kita pasti basah kuyup, dan repot di kantor.” - Ia DITENTUKAN oleh SITUASI.

Orang yang proaktif akan mengatakan begini, “Baik, pagi ini hujan, saya tetap harus ke tempat kerja. Tak peduli mau hujan atau panas, yang jelas ini kewajiban saya untuk datang ke tempat kerja, tanpa terlambat.” - Ia MENENTUKAN SITUASI.

Orang yang reaktif ditentukan, diatur dan dibelenggu oleh situasi. Orang proaktif, menentukan, mengatur dan mengatasi situasi.

alu bagaimana dengan konsep tokoh transisi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun