Ini kemudian seorang Perangkat Desa dituntut bisa mengoperasikan komputer, tugas masing masing perangkat sudah ada jobdesknya dan berjalan sesuai tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).
Kedua, Sibuk iya. selain menyelesaikan tugas wajib perangkat desa juga kadang dihadapkan pada masalah sosial kemasyarakatan, dimana warga menganggap bahwa perangkat desa bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah dilingkungan.
Saluran mampet maka warga larinya ke Perangkat Desa, belum soal keributan cekcok warga terkait patok batas tanah hingga masalah bansos yang dianggap tebang pilih.
Itu duka perangkat desa resiko dibilang tuli, buta kerap mengampiri.
Ketiga, ketika dikantor sebagai pelayan, giliran dimintai sumbangan dibilang Bapaknya Desa. Saya bingung pelayan dengan Bapaknya Desa emang besanan? Haha
Keempat, Dukanya Perangkat Desa dianggap banyak uang yang kemudian menjadi objek sumbangan oleh warga, ketika warga ada acara, Perangakat Desa diminta pertama. Dilema
Sebuah tanggungjawab yang harus diemban apapun resikonya.
Dimasa sekarang dengan revolusi mental, Perangkat Desa harus menyesuaikan dimana tidak ada lagi pungli yang dibenarkan walhasil uang jaban berkurang.
Untung ada gaji bulanan iya jika SK belum digadaikan, jika SK tergadaikan ya gigit jari tiap bulan. Wkwk
Kita bicara sukanya. jadi Perangkat Desa itu lebih dikenal, dihormati, diutamakan. Sering ditunjuk menjadi pengurus organisasi, banyak kenalan pejabat dan sebagainya.