Mohon tunggu...
Sucen
Sucen Mohon Tunggu... Administrasi - Hidup itu sederhana, putuskan dan jangan pernah menyesalinya.

Masa depan adalah Hari ini.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Suka Duka Menjadi Perangkat Desa

6 Agustus 2022   13:15 Diperbarui: 6 Agustus 2022   13:30 1828
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber. desaleran.com

Perangkat Desa di desa biasa disebut "Pamong" bisa diplesetin "apa apa diomong", Bapa momong juga bisa. itu bagi perangkat desa yang ditinggal istrinya ke luar negeri anak dirumah Bapak yang mengajak menjaga (mongmong.red).

Menjadi Perangkat Desa banyak suka dan dukanya, mungkin bukan perangkat desa saja profesi lainpun ada suka dukanya. Namun, kali ini penulis akan menceritakan suka dukanya menjadi perangkat desa.

Sumber tulisan dari penulis sendiri yang sementara berprofesi sebagai perangkat desa.

Sejak tahun 2007 hingga kini saya menjadi perangkat desa, terhitung kurang lebih 15 tahun penulis menekuni profesi sebagai perangkat desa.

Secara kedinasan perangkat desa statusnya masih remeng remeng, sebab sejatinya sebagai pejabat dibawah naungan Kementrian Dalam Negeri namun belum ASN bahkan P3K. Hanya disetarakan dengan golongan A2 ASN.

Gaji perangkat desa setara upah minimum regional (UMR).

Sebelum ada Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, nasib perangkat desa sungguh miris. Kenapa tidak, sejak 2007 penulis menjadi perangkat desa gaji bulanan baru diterima pada awal 2015. Sebelumnya gaji 3 bulanan dari 300 ribu hingga 900 ribu per tiga bulan, triwulan namanya dulu.

Sekarang kondisinya makin baik alhamdulillah disyukuri.

Menjadi Perangkat Desa jika dibandingkan suka dukanya, kebanyakan duka.

Pertama, imej perangkat desa sampai dengan hari ini belum begitu baik, masih banyak anggapan kalau perangkat desa kerjanya cuma ngobrol di balai desa (Kantor Desa.red) padahal sejak 2016, Desa penulis sudah mulai mandiri artinya dari segala administrasi sudah dikerjakan sendiri.

Ini kemudian seorang Perangkat Desa dituntut bisa mengoperasikan komputer, tugas masing masing perangkat sudah ada jobdesknya dan berjalan sesuai tugas pokok dan fungsinya (Tupoksi).

Kedua, Sibuk iya. selain menyelesaikan tugas wajib perangkat desa juga kadang dihadapkan pada masalah sosial kemasyarakatan, dimana warga menganggap bahwa perangkat desa bisa mengatasi dan menyelesaikan masalah dilingkungan.

Saluran mampet maka warga larinya ke Perangkat Desa, belum soal keributan cekcok warga terkait patok batas tanah hingga masalah bansos yang dianggap tebang pilih.

Itu duka perangkat desa resiko dibilang tuli, buta kerap mengampiri.

Ketiga, ketika dikantor sebagai pelayan, giliran dimintai sumbangan dibilang Bapaknya Desa. Saya bingung pelayan dengan Bapaknya Desa emang besanan? Haha

Keempat, Dukanya Perangkat Desa dianggap banyak uang yang kemudian menjadi objek sumbangan oleh warga, ketika warga ada acara, Perangakat Desa diminta pertama. Dilema

Sebuah tanggungjawab yang harus diemban apapun resikonya.

Dimasa sekarang dengan revolusi mental, Perangkat Desa harus menyesuaikan dimana tidak ada lagi pungli yang dibenarkan walhasil uang jaban berkurang.

Untung ada gaji bulanan iya jika SK belum digadaikan, jika SK tergadaikan ya gigit jari tiap bulan. Wkwk

Kita bicara sukanya. jadi Perangkat Desa itu lebih dikenal, dihormati, diutamakan. Sering ditunjuk menjadi pengurus organisasi, banyak kenalan pejabat dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun