Mohon tunggu...
Sugeng R. Bralink
Sugeng R. Bralink Mohon Tunggu... Perawat - Pekerja Migran Indonesia di Qatar

Berbagi tak selalu dengan harta. Dengan karya jurnalisme yang benar dan terpercaya, kita bisa berbagi kebaikan untuk sesama.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lebaran Sederhana ala TKI Qatar

31 Juli 2014   05:22 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:49 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_335740" align="aligncenter" width="448" caption="dok.pribadi"][/caption]

Dukhan - Qatar | Beginilah nasib perantau. Walau datang masa lebaran, tapi apa mau dikata, saya gak bisa mudik tahun ini. Pingin nangis rasanya, tapi nggak patut kiranya. Pingin berteriak sekencangnya, tapi ntar stress disangkanya. Alhamdulillah ibu yang melahirkan dan mengasuh saya, membesarkan hati ini. "Nggak pulang nggak apa-apa nak, yang terpenting sehat-sehat saja dan kita masih bisa berbincang walau dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh". Demikian pesan pendek ibu saat saya telpon dua hari yang lalu.

Bercakap lewat telepon memang tak sebanding dengan terobatinya rasa kangen jika bisa bertatap muka. Maknanya memang sama namun beda secara rasa.

Sebenarnya saya merasa bersalah dengan istri dan anak-anak. Tak bisa menemani mereka merayakan idul fitri. Bahkan anak perempuan kami yang gede sempat ngomong “Anak-anak yang lain kalau lebaran ada ayahnya, tapi aku nggak!”. Beginilah episode perantau yang nggak bisa mudik, sedih juga. Tapi Life must go on!

Malam idul fitri yang sepi. Jam 19.15 Kementerian Agama Qatar (awqaf) mengumumkan bahwa 1 Syawal 1435 H jatuh pada 28 Juli 2014, akan tetapi selepas itu tak ada namanya begadang takbiran semalaman. Tak ada takbiran berkeliling kampung. Semangat lebarannya kurang terasa khidmatnya. Imam sholat isya hanya mengajak takbir bareng selama tiga kali. Habis itu masing-masing sholat Sunnah bada isya dan pulang ke rumah masing-masing. Masjid pun kembali sepi.

Selepas jama'ah subuh, segera saya pijak pedal gas kendaraan menuju sebuah area terbuka yang berdinding tembok permanen. Tempat ini dinamai Eid Musholla. Sebuah tempat yang khusus dipakai setahun dua kali untuk pelaksanaan sholat eid fitri dan eid adha. Sesekali dipakai untuk jamaah sholat istisqo (sholat meminta hujan).

Kapasitasnya bisa menampung lebih dari 1000-an jama'ah. Parkirnya luas. Jamaah yang datang adalah karyawan perusahaan, kontraktor dan instansi pemerintah. Satu per satu mulai berdatangan seiring matahari yang mulai menyembul dari ufuk timur. Hawa udarapun mulai menghangat.

Ketika jarum jam mengarah ke angka 05.20, Imam sholat segera mengajak jamaah untuk bersiap. Sebelum takbiratul ikhram, beliau mengingatkan para jamaah bahwa jumlah takbir sholat eid berbeda dengan takbir sholat wajid atau sholat lainnya.

Shaf demi shaf mulai terisi rapat dan lurus. Imam pun segera memulai sholat eid berjama'ah. Diakhiri dengan khutbah eid sekira 20 menitan.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pihak catering sudah bersiap diluar eid musholla dengan menu sarapan ringan berupa minuman manis ala india. tak tau apa namanya, tapi jamaah pun ramai mengantri.

[caption id="attachment_335741" align="aligncenter" width="630" caption="dok.pribadi (foto by Lintang)"]

14067336651810073672
14067336651810073672
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun