Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Reuni Digital : Undangan Berjumpa Diri Kita Yang Lama

10 Agustus 2025   14:40 Diperbarui: 10 Agustus 2025   14:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Saya pernah menyaksikan momen yang menggetarkan: seorang teman yang dulu sering menjadi sasaran olok-olok akhirnya dipeluk erat oleh teman yang dulu mengejeknya. "Aku nggak sadar dulu kata-kataku menyakitkan," katanya. Tanpa disadari, reuni menjadi terapi gratis, tanpa terapis, tapi dengan hasil yang kadang lebih dalam dari sesi konseling berbayar. Ini mirip timeline therapy---menyusuri kembali masa lalu untuk menyembuhkan luka. Bedanya, reuni tidak memerlukan ruang steril atau kursi nyaman. Cukup meja plastik, segelas es teh manis, dan keberanian untuk berkata maaf.

Yang menarik, di zaman sekarang, teknologi informasi membuat reuni tidak lagi terbatas pada satu sore di satu ruangan. Grup WhatsApp alumni bekerja seperti mesin waktu. Dalam satu grup, kita bisa menemukan kembali teman lama yang kini tinggal di negara lain, membaca ulang candaan khas kelas dulu, bahkan mengirim foto hitam-putih dari masa kita berbaris upacara.

Namun, teknologi juga mengubah wajah reuni. Jika dulu kita benar-benar menebak-nebak kabar teman lama sebelum bertemu, kini kita sudah bisa "mengintip" kehidupannya lewat media sosial. Kita sudah tahu siapa yang sukses, siapa yang menikah tiga kali, siapa yang hobi naik gunung, bahkan siapa yang tiba-tiba jadi pengusaha madu organik.

Pertemuan fisik jadi kehilangan sedikit unsur kejutan, tapi teknologi memberi hal lain: kesinambungan. Reuni bukan lagi peristiwa yang terjadi lima atau sepuluh tahun sekali. Ia berlangsung setiap hari, di layar ponsel kita. Setiap "selamat pagi" di grup alumni, setiap foto nostalgia yang diunggah, adalah versi mini dari reuni itu sendiri.

Tapi ada bahaya kecil di sini. Media sosial dan WhatsApp sering memunculkan versi diri kita yang sudah dikurasi---diedit, disaring, dipoles. Reuni fisik, di sisi lain, adalah tempat di mana semua itu runtuh. Anda tidak bisa menyembunyikan kerutan di wajah, atau rasa gugup saat berbicara di depan banyak orang.

Dan justru di situlah keindahannya. Reuni adalah ruang offline yang memaksa kita jujur. Sementara teknologi adalah cermin yang bisa memantulkan wajah yang kita mau, reuni adalah cermin yang memantulkan wajah yang kita punya.

Saya membayangkan, mungkin di masa depan, teknologi akan membawa reuni ke tingkat yang lebih aneh. Kita bisa menghadiri reuni lewat metaverse, duduk di sebelah versi avatar 3D teman lama kita, dan memesan mie ayam virtual. Tapi entah bagaimana, saya ragu tawa yang kita dengar di situ akan sehangat tawa yang meledak di ruangan berisi kursi plastik dan kipas angin yang berderit.

Karena reuni, pada intinya, adalah soal hadir. Bukan sekadar login.

Bagi saya, reuni adalah investasi emosional. Dalam hidup yang semakin cepat, di mana notifikasi ponsel tidak pernah berhenti, reuni adalah jeda. Ia mengingatkan kita bahwa di balik semua pencapaian dan kegagalan, kita pernah menjadi anak SMP yang takut pada guru matematika, atau remaja yang nekat bolos demi nonton film baru.

Teknologi bisa membantu kita menjaga jembatan itu tetap utuh. Tapi kita harus ingat, jembatan itu tetap perlu dilalui. Tidak cukup hanya memandangi fotonya di galeri ponsel.

Maka, jika suatu hari Anda menerima undangan reuni, entah lewat WhatsApp, email, atau bahkan DM Instagram, jangan buru-buru menolaknya. Mungkin itu bukan sekadar ajakan bertemu teman lama. Mungkin itu adalah undangan untuk bertemu diri Anda yang dulu---diri yang sudah lama menunggu di sisi lain layar ponsel anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun