Mohon tunggu...
aldis
aldis Mohon Tunggu... Insinyur - Arsitektur Enterprise

Arsitektur Enterprise, Transformasi Digital, Travelling,

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Merumuskan Kembali Kepemimpinan yang Memberdayakan dan Mencerahkan

10 Februari 2024   14:30 Diperbarui: 10 Februari 2024   14:38 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Melalui buku "The 8th Habit" karya Stephen Covey, kita diajak untuk menjelajahi peran kepemimpinan yang berfokus pada pemberdayaan, sebuah konsep yang menarik untuk direnungkan dalam konteks dinamika organisasi modern. Dalam sebuah era di mana pengetahuan menjadi aset utama, di mana orang bekerja bukan hanya karena tugas yang diberikan, tetapi juga karena keahlian dan pengetahuan yang mereka miliki, paradigma kepemimpinan yang bersifat kontrol tidak lagi relevan.

Tulisan ini akan berfokus pada bab yang menyoroti peran kepemimpinan yang memberdayakan, dengan judul "Empowering Voice: Releasing Passion and Talent". Bab ini menawarkan pemikiran yang dalam tentang bagaimana seorang pemimpin dapat mengoptimalkan potensi anggota timnya dengan memberikan mereka kepercayaan, kebebasan, dan tanggung jawab yang tepat.

Covey memperkenalkan konsep pemberdayaan sebagai sebuah proses di mana seorang pemimpin mempercayai bahwa anggota timnya memiliki potensi yang belum tergali sepenuhnya dan bertanggung jawab untuk melepaskan, mengoptimalkan, dan mengaktualisasikan potensi tersebut. Ini adalah sebuah pemikiran yang kuat, karena seringkali kita terjebak dalam pola pikir yang lebih mengutamakan kontrol daripada memberdayakan.

Pemberdayaan, sebagaimana yang dijelaskan dalam buku ini, bukanlah tentang memberikan kebebasan tanpa batas, tetapi tentang menciptakan kesepakatan yang saling menguntungkan antara pemimpin dan anggota tim. Ini berarti memberikan kebebasan kepada anggota tim untuk mengambil inisiatif dan bertanggung jawab atas tugas-tugas mereka, sambil tetap memastikan bahwa mereka tetap terhubung dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi.

Sebagai manusia, kita memiliki kebutuhan akan otonomi, kebebasan untuk mengambil keputusan, dan mengelola pekerjaan kita sendiri. Ini adalah salah satu aspek dari kebebasan yang menjadi bagian penting dari konsep pemberdayaan. Namun, pemberdayaan juga melibatkan tanggung jawab, baik itu tanggung jawab terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. Dalam konteks kepemimpinan, tanggung jawab ini mencakup pengambilan keputusan yang bijaksana, mendukung anggota tim, dan memberikan arahan yang jelas.

Salah satu poin menarik yang untuk dibahas dalam kaitannya dengan buku tersebut adalah tentang perbedaan antara pendekatan yang bersifat kontrol dan pendekatan yang bersifat pemberdayaan dalam memotivasi orang. Meskipun hadiah dan hukuman mungkin efektif untuk mendorong tindakan tertentu pada tingkat permukaan, pemberdayaan bertujuan untuk merangsang motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Ini sejalan dengan teori motivasi humanistik yang diperkenalkan oleh Abraham Maslow, yang menekankan pentingnya aktualisasi diri dan pemenuhan potensi manusia.

Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa manusia bukanlah mesin atau hewan yang dapat diprogram untuk bertindak sesuai keinginan kita. Mereka adalah individu yang memiliki keinginan, kebutuhan, dan aspirasi mereka sendiri. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, penting bagi kita untuk memahami dan menghargai keunikan setiap anggota tim, dan untuk menciptakan lingkungan di mana mereka dapat tumbuh dan berkembang secara penuh.

Konsep pemberdayaan juga menyoroti pentingnya percakapan dalam membangun kepemimpinan yang efektif. Covey menekankan bahwa percakapan yang berarti dan membangun adalah kunci dalam menciptakan hubungan yang kuat antara pemimpin dan anggota timnya. Ini bukan hanya tentang memberikan instruksi atau memberikan umpan balik, tetapi tentang mendengarkan, memahami, dan mendukung anggota tim dalam mencapai potensi mereka yang sejati.

Dalam konteks ini, paradigma kepemimpinan perlu bergeser dari kontrol ke rilis, dari mengarahkan dan memerintah menjadi mendengarkan dan mendukung. Ini membutuhkan keberanian untuk melepaskan kekuasaan, untuk mempercayakan tanggung jawab kepada orang lain, dan untuk mengakui bahwa sebagai pemimpin, kita tidak bisa tahu segalanya atau melakukan segalanya sendiri. Namun, dengan memberdayakan orang lain, kita tidak hanya mengoptimalkan potensi mereka, tetapi juga menciptakan lingkungan yang lebih inklusif, responsif, dan berkelanjutan bagi semua orang yang terlibat.

Kesimpulan akhir yang dapat kita tarik adalah pemberdayaan bukanlah hanya tentang memberikan kebebasan atau memberikan tanggung jawab, tetapi tentang membuka ruang bagi orang lain untuk tumbuh dan berkembang secara penuh. Ini adalah tentang menciptakan lingkungan di mana setiap individu dihargai, didengarkan, dan didukung dalam mencapai potensi mereka yang sejati. Dan dalam sebuah dunia yang semakin kompleks dan berubah dengan cepat, kepemimpinan yang memberdayakan adalah kunci untuk menciptakan organisasi yang adaptif, inovatif, dan berkelanjutan.

Referensi terkait :

  • Covey, S. R. (2004). The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness. Free Press. 
  • Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370--396.
  • Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why It Can Matter More Than IQ. Bantam Books. 
  • Blanchard, K., & Hodges, P. (2003). The Servant Leader: Transforming Your Heart, Head, Hands & Habits. Thomas Nelson. 
  • Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1985). Intrinsic Motivation and Self-Determination in Human Behavior. Plenum Press. 
  • Pink, D. H. (2009). Drive: The Surprising Truth About What Motivates Us. Riverhead Books. 
  • Kouzes, J. M., & Posner, B. Z. (2012). The Leadership Challenge: How to Make Extraordinary Things Happen in Organizations. Jossey-Bass.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun