Mohon tunggu...
Sudirman Hasan
Sudirman Hasan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Asli Jombang dan kini mengabdikan diri di sebuah lembaga pendidikan di Malang. "Dengan menulis, aku ada. Dengan tulisan, aku ingin hidup seribu tahun lagi..."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Dosen "Harus" Berumur Pendek

14 Juli 2018   16:18 Diperbarui: 16 Juli 2018   04:20 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(http://m.malangtimes.com)

Beberapa hari sebelum Ramadhan 2018, salah satu kawan kami meninggal dunia. Sosok pekerja keras yang sangat disegani mahasiswa harus mengakhiri karirnya di dunia di usianya yang baru masuk kepala empat. Kami semua tentu kaget dan sedih. Pak Jaiz, begitu biasa beliau dipanggil, hanya dirawat tiga hari di rumah sakit dan masih dalam tahap observasi penyakit. Kami semua berduka seakan belum ikhlas ditinggal beliau.

Setahun lalu, kawan kami yang lain, Pak Alam, juga dipanggil Allah karena terkena penyakit ginjal di usianya yang masih belia. Tiga tahun lalu juga, salah satu rekan muda terbaik kami, Pak Syafaat, wafat saat hendak membersihkan diri di kamar mandi yang diduga kena serangan jantung. Saat ini, sejumlah dosen masih harus kontrol ke rumah sakit di bawah kontrol ketat dokter. Pertanyaannya, sebegitu rentankah kesehatan seorang dosen? Mengapa di tengah karir yang sedang menanjak justru mereka harus mengalami rentetan penyakit yang dapat mengancam jiwa mereka?

Soal kematian memang urusan Zat Pembuat Hidup, Allah SWT. Namun, mencermati gaya hidup dan beban kerja dosen layak untuk dilakukan demi kemashalatan mereka agar mereka tetap dapat menjalani hidup dengan aman, nyaman, tenteram hingga memasuki masa pensiun. Dalam pengamatan saya, setidaknya ada empat faktor penyebab pendeknya usia dosen.

Pertama, beban kerja tinggi, kurang istirahat. Tuntutan kerja seorang dosen beda dengan seorang guru. Tridharma perguruan tinggi mengharuskan dosen untuk melaksanakan tiga kewajiban sekaligus: pendidikan-pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Jika ketiga unsur ini belum terpenuhi, jangan harap karir dosen dapat melejit. Jangankan untuk urusan naik pangkat sampai jenjang profesor, pencairan sertifikasi pun mewajibkan seorang dosen untuk mempunyai laporan ketiga hal tersebut.

Beban Kinerja Dosen yang dibuat setiap semester harus mencantumkan jumlah SKS yang diajarkan, penelitian yang dilakukan, dan pengabdian kepada masyarakat yang diprogramkan. Jika tidak, putus sudah harapan memperoleh sertifikasi pada semester berikutnya. Oleh karena itu, dosen harus rajin mengajar, giat melaksanakan penelitian, dan sibuk dengan urusan masyarakat. Maka, konsekuensinya, waktu istirahat dosen tergolong kurang, apalagi tipe dosen yang diberi tugas tambahan sebagai pejabat di kampus atau pengurus organisasi di masyarakat dengan mobilitas yang sangat tinggi. Waktu untuk kumpul dengan keluarga atau sekedar santai di rumah sangatlah kurang. Wajar saja kalau kesehatan mereka mudah terganggu.

Kedua, pola makan kurang sehat. Dosen dengan status sosialnya yang cukup tinggi biasanya memiliki selera kuliner yang berkelas. Apalagi dosen yang biasa diundang ke mana-mana untuk mengisi seminar atau pengajian. Sudah dapat dipastikan bahwa hidangan yang disiapkan oleh panitia sangat menggugah selera dengan kadar gula, minyak atau lemak yang  tinggi. Jika kebiasaan ini berlangsung lama, penumpukan zat yang tidak dibutuhkan tubuh akan meningkat sehingga dapat memicu berbagai penyakit.

Ketiga, minim olah raga. Di kampus yang maju, fasilitas olahraga semacam sport center atau fitness center biasanya cukup lengkap. Namun berapa banyak kampus yang memberikan fasilitas tersebut? Belum lagi, berapa banyak dosen yang menyempatkan diri untuk gabung di tempat tersebut? Dengan berbagai alasan kesibukan, dosen biasanya tidak lagi menjadwalkan waktu khusus untuk menggerakkan badannya. Mereka berpikir, dengan berjalan kaki mondar-mandir ke kelas dianggap cukup sebagai kegiatan olah raga. Padahal, pola makan yang kurang teratur atau kebiasaan kuliner kurang sehat tanpa disertai olah raga uang cukup semakin meningkatkan resiko terserang penyakit modern.

Keempat, pinjaman tinggi pemicu stres. Poin ini memang tidak berlaku untuk semua dosen. Namun, saya menyaksikan bahwa banyak kawan saya yang memiliki mobil baru atau rumah mewah karena mendapat fasilitas pinjaman dengan skema ringan dari bank mitra kampus. Ada bahasa menarik yang berkembang di kalangan dosen "Kalau harus menabung, nilai uang kita makin lama makin menurun dan harga barang terus naik. Kalau kita pinjam, meskipun harus menambah sekian rupiah, kita dapat menikmatinya sekarang. Jadi, kalau bisa sekarang, kenapa nanti?" Misalnya, kita harus menabung untuk beli mobil selama lima tahun. Kita baru bisa menikmati mobil itu lima tahun lagi dengan harga mobil yang terus meninggi. Namun, jika kita beli dengan pinjaman, kita bisa menikmati mobil itu sekarang dan angsuran mobil dianggap tidak terlalu berat, seimbang dengan kalkulasi inflasi. Oleh sebab itu, tidak sedikit dosen yang rela menghabiskan gaji bulanannya sebagai jaminan hutang di bank. Mereka yakin masih bisa hidup dengan bergantung dari sertifikasi. Nah, masalahnya, terkadang pencairan sertifikasi tidak lancar. Terkadang, sertifikasi baru cair tiga bulan kemudian. Akibatnya, dapur tidak bisa mengepul dan biaya hidup sehari-hari tidak terpenuhi. Stres tinggi pun datang yang kemudian berakibat munculnya berbagai penyakit berat.

Akhirnya, panjang pendeknya usia memang bukan urusan kita. Namun, ikhtiyar untuk bisa menikmati hidup lebih lama perlu dilakukan. Istirahat, pola makan sehat, olah raga, dan manajemen stres harus tetap dilakukan seorang dosen agar terus dapat mengabdi untuk bangsa dan negara secara maksimal. Semoga!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun