Mohon tunggu...
Lyfe

Poster Concert “Kewer-kewer” ( Post Dangdut Elektronika ) dalam Pandangan Desain Grafis

30 Mei 2016   19:59 Diperbarui: 30 Mei 2016   20:25 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://libertaria.id/#stories

Setelah sukses dengan single “Ora Minggir Tabrak” yang menjadi soundtrack film “Ada Apa Dengan Cinta 2”, Libertaria, duo elektronika asal Yogyakarta yang baru berdiri Oktober 2015 lalu, akan merilis album dengan nuansa dangdut modern yang unik. Marzuki Mohamad a.k.a Kill the DJ bersama Balance menyebut album kewer-kewer ini sebagai post dangdut elektronika.

Nama album itu diambil dari salah satu lagu berjudul sama dalam album tersebut. Libetaria menyebutnya sebagai aliran musik post dangdut elektronika.

Bagi fans yang baru mengenal marzuki karena Jogja Hip Hop Foundation (JHF), pasti saat ini sangat heran kenapa marzuki membuat unit elektronika bernama Libertaria dan tiba-tiba menghentak lewat single “Ora Minggir Tabrak” di film AADC 2.

Mereka akan semakin bertambah heran karena Libertaria sebentar lagi akan merilis album “Kewer-Kewer” dengan tagline “Post Dangdut Elektronika”.
 Pada Tahun 2004, Marzuki Mohamad mengatakan bahwa sahabatnya Ifa Isfansyah, sutradara film Garuda di Dadaku itu, mempertanyakan keputusannya kenapa banting setir ke hip-hop, saat itu publik mengenalnya sebagai perupa dan musisi elektronika, apa tidak sayang dengan segala pencapaian-pencapaian yang sudah diraih? Jawabanya sederhana dan singkat, waktu akan menjawab dan membuktikan. Post Dangdut Electronika adalah proyek musik yang ia impikan sekitar lima tahun lalu, akan tiba saatnya dimana marzuki akan meproduseri album dangdut. Tentu saja ia tidak bisa memaksakan konsep seperti ini kepada teman-teman JHF.

 Setelah era Iwan Fals dengan lagu-lagu yang pedas mengkritik rezim Orde Baru dengan bahasa yang mewakili seluruh lapisan masyarakat Indonesia, tidak ada lagi musisi yang mengambil peran itu. Generasi musik kritik yang muncul berikutnya mempunyai kelas intelektualitas yang berjarak dengan realitas sosialnya. Betapa pun marzuki suka dengan lagu-lagu Efek Rumah Kaca contohnya, tetangganya di desa tidak paham dengan bahasa yang digunakan dan tidak bisa menikmati musiknya. ketika marzuki nongkrong bersama pemuda di desa, mereka protes jika marzuki memutar lagu-lagu ERK dan segera digantikan lagu-lagu dangdut atau Koes Ploes-an.

 Kadang kita ingin menyuarakan berbagai persoalan di negeri ini tapi bahasa kita tidak terpahami. Komunikasi yang baik bukan tentang intelektualitas, bukan tentang gaya, bukan tentang seberapa banyak buku yang kita baca. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang bisa dimengerti oleh pendengarnya. Tentu saja gaya bertutur dan ekspresi itu pilihan masing-masing yang tidak perlu diadili. Saat ini marzuki ingin berbicara dengan lapisan masyarakat terbawah dengan media yang diamini oleh mereka, media itu adalah dangdut, bukan yang lain

 Kadang marzuki berpikir bahwa dangdut adalah solusi untuk berbagai persoalan di negeri ini. Lihat saja, dari kawinan hingga pemilu, rakyat bergoyang tanpa ragu, seharusnya dengan dangdut negara ini bisa maju. Mungkin motto pemerintahan Jokowi “kerja, kerja, kerja” itu lebih pas diganti dengan “dangdut, dangdut, dangdut”. Sebab melalui dangdut marzuki menemukan banyak frase menarik seperti; orang miskin dilarang mabuk, rakyat bergoyang tak bisa dikalahkan, goyanganmu goyanganku juga, dan lain-lain.

 Kehidupannya di desa membantu marzuki memilih kata-kata yang sangat sederhana. dia tidak bisa ngobrol dengan tetangganya di desa sambil mengutip kata-kata intelek dari buku-buku yang dia baca. Seberapa pun berat dan rumit persoalan atau tema yang akan dinyanyikan, semua lirik lagu di album “Kewer- Kewer” dia tulis dengan bahasa yang paling gampang dipahami. Tentu saja itu sangat berbeda dengan cara berpikirnysa ketika dia menulis lirik rap seperti pada single “Ora Minggir Tabrak” contohnya, itu murni ekspresi tanpa peduli orang akan paham atau tidak.

 Dia berkata bahwa dia beruntung mempunyai teman-teman yang percaya dengan pemikirannya dan mau terlibat dalam proyek ini. mulai dari co-produserku Balance, Glenn Fredly, Heru (Shaggydog), Farid Stevy (FSTVLST), Riris Aristha (penyanyi orgen tunggal asli), hingga teman-teman gitaran nongkrong sambil menenggak anggur kolesom yang menjadi kolaborator. dia sangat berterimakasih untuk semuanya, Ketika musik kita belum diapresiasi secara luas, pilihan paling gampang adalah bersikap arogan menyalahkan pasar, mengadili publik yang belum siap, padahal sikap itu hanya membuktikan bahwa mereka kurang bekerja keras. Saat ini team Libertaria sedang bekerja agar album “Kewer-Kewer” sukses membuat Anda bergoyang dan mengamini bahwa “dangdut adalah darah kita”.

filosofi kata “Kewer-kewer” pada album ini

Marzuki mengatakan "Dalam kamus Jawa, di Indonesiakan, itu (Kewer-Kewer) tidak bisa dikontrol oleh diri sendiri. Tidak bisa berdiri tegak, kalau jalan sempoyongan," kata Marzuki.

Ia menjelaskan bahwa mereka memilih kata kewer-kewer dengan music dangdut karena musik itu bisa berkomunikasi dengan masyarakat paling bawah. Lirik-lirik yang digunakan pun bahasa yang mudah dipahami.

"Kami menyederhanakan bahasa dengan bahasa sehari-hari," kata dia. Cara komunikasi yang paling baik adalah menggunakan bahasa yang dipahami.

Dari sudut pandang desain

Desain Poster “Kewer-kewer” sangat menarik untuk ditunjau karena banyak memiliki cerita unik mulai dari kata “Kewer-kewer” itu sendiri hingga gambar dan elemen elemen pendukung lainnya, secara pengaplikasian kata kewer-kewer dan gambar tengkorak di desain sangat pas dan serasih dengan maksud album tersebut. Di poster ini terlihat memiliki style gaya desain Post-modern yaitu punk karna maksud dalam gambar tersebut banyak mengandung unsur perlawanan terhadap pemerintah. Ditambah dengan typografi bertuliskan “Kewer-kewer”

Sumber: Google search dan edit personal
Sumber: Google search dan edit personal
postmodern adalah sebuah gerakan di bidang desain yang tumbuh di pertengahan tahun 1960-an sebagai respon kritis atas dominasi dan kakunya aliran Modernisme. Dengan menerima bidang-bidang seni, arsitektur dan seni terapan, gerakan ini menyatakan ketertarikannya kembali pada ornamen, simbolisme dan humor visual. Terbebas dari ajaran-ajaran sebelumnya, para desainer post-modern menolak keinginan-keinginan aliran Modernisme dengan mengembangkan dan menantang keyakinan-keyakinan dasar tentang keteraturan dan disiplin yang dianut oleh Bauhaus dan pengikutnya. Berdasarkan pada gerakan International Typographic Style di Swiss yang percaya pada ajaran yang menyatakan bahwa bentuk mengikuti fungsi, namun pada akhir 1960-an sebuah generasi baru desainer grafis Swiss menantang keterbatasan gaya yang selalu dapat diprediksikan. Kita tahu bahwa gaya dari desain era Bauhaus, de Stijl dan Contructivism adalah selalu matematis dan tertata rapi.

Kesimpulan

Sebuah poster atau cover album memang harus menjadi identitas visual yang harus mempresentasikan isi dari album tersebut. Dari beberapa gambar diatas nampaknya sang pemilik atau pencipta album ingin mengajak lapisan masyarakat bawah untuk bernyanyi hingga bergoyang, bersenang senang tanpa ragu. Karna bersenang senang itu hak semua orang, bukan hanya politisi yang mabuk kekuasaan yang bisa senang senang, Penyampaian visualisasi yang berkonsep punk ini memang layak untuk di dengarkan.

 catatan

Artikel ini ditulis pada tanggal 29 mei 2016, sebagai mata kuliah Tinjauan Desain Komunikasi Visual, Institut Seni Indonesia.

Daftar pustaka

Aditiawan, arief, Tinjauan Desain Grafis, dari Revolusi Industri hingga Indonesia kini, Concept

Media: Jakarta selatan, 2010

Webtografi

http://entertainment.kompas.com/read/2016/05/18/151156610/beraliran.post.dangdut.elektonika.libertaria.suguhkan.kewer-kewer. (diakses pada tanggal 28 mei 2016)

http://krjogja.com/web/news/read/299691/Libertaria_Punya_Album_Baru_Kewer_kewer_Jadi_Hit_Singl (diakses pada tanggal 28 mei 2016)

https://gogorbangsa.wordpress.com/2011/04/04/gaya-desain-grafis/ (diakses pada tanggal 29 mei 2016)

http://pamityang2an.com/libertaria-rilis-album-free-download-kewer-kewer/ (diakses pada tanggal 28 mei 2016)

http://jogja.tribunnews.com/2016/05/26/tribun-jogja-tv-konser-perdana-album-kewer-kewer-di-xt-square (diakses pada tanggal 28 mei 2016)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun