Fenomena bersepeda di kawasan Watu Gede tak lepas dari tren pariwisata aktif yang kian populer pasca pandemi.
Rute menuju Watu Gede menawarkan kombinasi menarik: tanjakan menantang, hawa sejuk pegunungan, dan panorama Merapi yang megah.Â
Watu Gede kini tak hanya dikunjungi oleh komunitas sepeda, tapi juga pelari lintas alam, fotografer lanskap, hingga keluarga yang sekadar ingin menikmati sarapan ala desa dengan latar pegunungan.
Di sekitar Watu Gede, beberapa warga membuka lapak sederhana. Menu utamanya: soto ayam kampung dengan kuah bening yang gurih, serta cendol dawet gula Jawa yang disajikan dengan es serut.
Duduk di bangku kayu di pekarangan, pengunjung menikmati santapan sambil memandangi Merapi dari kejauhan.
Suasana akrab, dengan gelak tawa dan cerita-cerita tentang sepeda tua, medan berbatu, dan kenangan erupsi yang masih membekas.
Terkadang ada yang datang bukan untuk gowes, tapi cuma pengin makan sambil lihat pemandangan. Ketika cuaca cerah, Merapi dapat terlihat jelas, jadi makan soto pun terasa istimewa.
Bagi para pesepeda, Watu Gede adalah lebih dari sekadar tempat berhenti ia adalah bagian dari ritual, penanda perjalanan, dan simbol ketangguhan alam sekaligus manusia.
Dengan kian populernya kawasan ini, beberapa tantangan mulai muncul, mulai dari parkir liar, sampah yang menumpuk, hingga kebutuhan perawatan jalur sepeda yang belum sepenuhnya optimal.
Pemerintah desa telah bekerja sama dengan komunitas lokal untuk menjaga kebersihan dan keteraturan, namun partisipasi pengunjung tetap menjadi kunci utama.
Watu Gede menjadi bukti bahwa bekas bencana bisa menjelma menjadi ruang harapan.