Mohon tunggu...
Suci Handayani Harjono
Suci Handayani Harjono Mohon Tunggu... penulis dan peneliti -

Ibu dengan 3 anak, suka menulis, sesekali meneliti dan fasilitasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sumur, Bagi Suku Jawa Sebagai Sarana Berbagi

25 September 2015   11:20 Diperbarui: 25 September 2015   14:15 3539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumur bagi orang Jawa tidak hanya sekedar tempat untuk mengambil air. Sumur tidak hanya sekadar fasiltas sumber air yang akan memenuhi kebutuhan air untuk keseharian seluruh keluarga.
Tetapi sumur bagi orang Jawa, sumur diibaratkan lambang sumber kehidupan. Dari sumurlah kebutuhan yang sangat penting, yaitu air bisa terpenuhi.

Pengalian sumur yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1-1,5 meter,  bagi orang Jawa diibartkan mengali sumber kehidupan.
Maka tak heran jika orang Jawa, saat akan membangun rumah tempat tinggal, biasanya mereka justru membangun sumur terlebih dahulu. Selain untuk memenuhi kebutuhan pambangunan rumah, air dari sumur tersebut juga menandakan ada sumber kehidupan yang menjanjikan bagi keluarga yang akan mendiami rumah itu kelak.

Pembuatan sumur juga tidak dilakukan dengan asal-asalan, biasanya orang Jawa akan mencari orang pintar, orang yang dianggap sebagai pawang sumur untuk menentukan dan mencari sumber mata air yang bagus. Setelah itulah, akan ditentukan hari baik (menurut perhitungan Jawa) untuk mulai mengali sumur.

Menentukan letak sumur juga tidak sembarangan, tidak asal melihat sumber air yang bagus. Tetapi juga mempertimbangkan arah rumah menghadap kearah mana. Karena pemilihan letak sumur diyakini juga akan mempengaruhi peruntungan dan kebahagiaan keluarga pemilik sumur.


Bagi masyarakat di Jawa, sulit sekali menemukan rumah (lama) yang tidak kelihatan sumurnya. Hampir semua rumah di Jawa membangun sumurnya di samping rumah bagian depan. Sehingga dari depan/jalan sumur tersebut bisa dilihat oleh orang lain. Mereka memang sengaja membangun sumur biar kelihatan dari jalan/kelihatan orang lain. Menurut penuturan orangtua saya, peletakan sumur dari jaman nenek moyangnya dulu memang selalu di depan, biasanya samping rumah bisa samping kanan atau kiri. Bagi yang rumahnya berhalaman luas, bisa diletakkan di samping dekat rumah atau terkadang justru di samping pojok yang dekat jalan. Intinya setiap orang yang lewat bisa tahu ada sumur di situ. Jadi tidak diletakkan di tempat yang tersembunyi/ atau di dalam rumah.

Makna yang terkandung di dalam penentuan letak sumur ini amat dalam. Para leluhur sudah mempertimbangkan bahwa sumur sebagai sumber penghidupan bagi keluarga tidaklah elok jika hanya di nikmati oleh anggota keluarga pemilik sumur itu saja. Tetapi sumur juga difungsikan sebagai sarana sosial, untuk menyediakan bagi siapapun yang membutuhkan air. Maka tak heran jika sumur diletakkan di luar rumah, di pinggir jalan, di tempat yang mudah diketahui orang lain. Tidak hanya untuk tetangga yang membutuhkan air saja, tetapi untuk orang yang tidak dikenalpun yang saat melintas membutuhkan air bisa mengambilnya sesuak hati.


Para leluhur sudah mengajarkan konsep berbagi kepada sesama yang sangat sederhana dan mungkin tidak terlalu disadari oleh anak cucunya. Maka tidaklah heran jika sumur di desa (waktu itu, dan saya juga merasakan sendiri saat masih kecil) sering dikunjungi orang yang lewat hanya untuk sekedar numpang cucimuka, atau petani untuk cuci tangan dan kaki setelah bergelut dengan lumpur, pengembala ternak untuk mengambilkan air minum ternaknya dan tetangga yang sumurnya kering saat kemarau panjang seperti saat ini.

Mereka memaknai sumur tidak ada bedanya dengan mata air, sendang, pancuran, belik, sungai yang disediakan Tuhan untuk seluruh makluk hidup di dunia ini. 

Selain itu, bagi orang Jawa juga, berkumpul di sumur saat mengambil air, dijadikan sarana untuk bertemu, berbincang, mengakrabkan diri sekaligus membicarakan hal-hal keseharian yang terjadi di sekitar mereka (bahasannya bisa beragam dari hal sehari-hari, pendidikan, sosial, sampai soal politik).


Saat ini, kalau ke desa, saya masih banyak menemumukan sumur-sumur yang terlihat di jalanan. Meskipun sebagian sudah diberikan dinding penutup setinggi 1,5 meter untuk sekedar tidak terlalu mencolok terlihat di jalanan.

Seiring dengan perkembangan jaman, orang yang tinggal di desa dan membangun rumah baru, sudah hampir tidak terlihat sumur di halaman/pekarangan rumah mereka. Kebanyakan sudah meletakkan sumur di dalam rumah/belakang rumah, yang intinya agar tidak terlihat dari jalan/luar. Seperti yang saya tanyakan kepada mereka, alasannya adalah sumur untuk kegiatan yang bersifat pribadi, sehingga kalau tampak dari luar apalagi jalanan ya malu. Oleh karena itu mereka meletakkan sumur di tempat yang tidak terlihat orang luar.

 

_Solo, 25 September 2015_

 

foto. Dok. pribadi

 

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun