BUCARA: Ruang Murid  Berbagi Kisah dan Menyulam Prestasi tanpa Gaya Semu
BUCARA ini salah satu program yang saya gagas sebagai wadah untuk berbagi, ungkapkan, cerita, dan rasa yang dilaksanakan di setiap hari Jumat untuk merefleksikan semua keadaan, karakter, program kelas, dan lainnya. Melalui program ini, saya dapat mengenali bahwa setiap murid merupakan pribadi yang unik dengan memiliki kisah, rasa, dan mimpi yang tak sama. Namun, kita tak lantas memberikan label kurang baik pada murid jika melakukan kesalahan yang membuat hati geram. Justru dari keunikan itulah murid mengekspresikan dirinya untuk menunjukkan pada sekitarnya. Meskipun menurut pandangan setiap orang tidaklah sama.
Di tengah kemajuan zaman dan pengaruh sosial media serta gaya tren murid di sekolah melalui tayangan televisi tentu membawa dampak terhadap pola pikir murid SMA yang masih menemukan jati diri. Terkadang ada yang tak mampu hingga terjebak pada budaya pencitraan yakni ingin tampil keren dengan mengikuti tren yang sedang hangat dengan memperlihatkan gaya hidup berupa penampilan yang berlebihan. Padahal kewajiban belajar merupakan esensi belajar sempat terlupakan. Sehingga murid merasa terpaku pada penampilan luar yang menggoda daripada mengasah kemampuan diri guna persiapan masa depan yang penuh tantangan.
Sejatinya semua perempuan itu cantik. Hanya saja berpenampilan yang berlebihan juga menimbulkan kesan dan persepsi yang beragam. Apalagi didukung produk kecantikan dengan berbagai merek dan variasi harga yang memikat pembeli. Hal ini juga menimbulkan penasaran dan ingin tampil cantik dengan dipoles menggunakan lipstik yang menarik perhatian sekitarnya.
Sebenarnya tampil cantik itu hak setiap perempuan. Namun asal ditempatkan pada tempat yang sesuai dan penggunaan tidak melebihi batas. Segala sesuatu yang lebih juga kurang baik bagi murid. Untuk itulah, muncullah gagasan menyusun program BUCARA (Berbagi, Ungkapkan, Cerita, dan Rasa) sebagai program untuk mengembalikan konsentrasi murid pada hal yang jauh lebih penting yakni meningkatkan prestasi bukan gaya atau penampilan.
Melalui program ini murid dapat memberikan pandangan penggunaan alat kecantikan, berbagi pengalaman yang telah menggunakan make up dan yang belum, menyampaikan ungkapan rasa, dan menceritakan perjalanan hidupnya yang penuh liku, dan sebagainya. Ruang ini mengandung kesepakatan tidak ada unsur pembullyan dan saling mendukung serta menghormati pendapat teman meskipun itu berbeda pandangan. Sehingga program ini menjadi ruang yang nyaman untuk saling belajar menghargai pendapat diri dan orang lain.Â
Dari ruang diskusi ada berbagai pandangan yang mengajarkan kepada murid bahwa keberhasilan sejati tidak mutlak diukur dari seberapa menarik penampilannya tapi keberanian diri untuk selalu mencoba hal-hal baru, konsisten dalam proses, dan memiliki ketulusan dalam mengejar prestasi sehingga dengan program ini, murid tidak hanya dapat berkembang secara akademik tapi memotivasi diri untuk tumbuh secara emosional, karakter, dan sosial.
Saya berharap program BUCARA menjadi jembatan komunikasi yang menyulam prestasi melalui cerita-cerita sederhana menginspirasi yang penuh makna. Dari ruang inilah murid dapat belajar bahwa setiap perubahan perlu kita cari tahu penyebab tanpa harus menghakimi. Begitu halnya setiap perjuangan patut mendapat penghargaan sehingga layak untuk diungkapkan agar motivasi itu tumbuh dari kerja nyata bukan dari gaya semu.
Prestasi, Bukan Sekedar Gaya
Sambil mendengarkan semua kisah dan pandangan tentu, guru bisa menyelipkan sedikit pesan mengenai keadaan yang dilihatnya bahwa murid lebih sibuk dengan mengutamakan penampilan dan gaya bila dibandingkan usaha belajar sungguh-sungguh. Apalagi tantangan di depan tidak sama dengan tantangan sewaktu kita hidup. Sekarang justru lebih kompleks dan beragam sehingga perlu ikhtiar yang sungguh-sungguh agar semua cita-cita dapat tercapai.Â
Berpenampilan sih tak ada yang melarang tapi disesuaikan konteks tempat. Hal itulah yang mesti diketahui bahwa penggunaan me up yang berlebihan justru belum sesuai kondisi lingkungan sekolah. Sehingga perlu edukasi yang mengingatkan untuk tampil tanpa mengenakan make up yang mencolok sehingga tanpa mengabaikan  penampilan juga ada hal yang perlu dikejar yaitu prestasi. Prestasi merupakan sesuatu yang akan terus melekat. Selain itu, prestasi bukan mengenai memperoleh nilai yang terbaik di kelas tapi bagaimana murid selalu belajar tentang hal baru, disiplin dalam pemanfaatan waktu, tetap semangat meskipun banyak kegagalan, dan jujur dalam setiap prosesnya. Dari setiap proses belajar, murid dapat mengetahui prestasinya dapat dilihat dari sikapnya misal tanggung jawab, rajin, tekun, kerja sama, kepedulian, dan sebagainya. Hal inilah yang menjadikan murid berharga bukan sekadar gaya luar yang diperlihatkan.
Selain itu, dalam pesan yang guru sampaikan mengenai prestasi bukan gaya mengingatkan pada murid dan sekaligus refleksi diri bahwa keberhasilan tak perlu ditampilkan dengan kemewahan tapi melalui bukti nyata usaha dan hasil kerja keras. Melalui konsentrasi pada prestasi maka murid jauh lebih percaya diri sebab mempunyai kemampuan bukan hanya penampilan luarnya. Melalui prestasi yang diraihnya akan membuka pintu masa depan, membuka peluang, dan memberikan rasa bangga yang tak bisa dibeli dengan gaya semu.
Dengan demikian, saya percaya bahwa proses belajar memerlukan tahapan untuk mengenal dirinya sendiri apalagi kemampuan murid juga beragam dalam menyadari suatu hal. Sehingga perlu ada sarana untuk mengungkapkan cerita perjuangan, alasan dari setiap perubahan diri sehingga ada rasa yang diungkapkan, dan setiap usaha kecil sekalipun merupakan bagian penting dari perjalanan prestasi. Sehingga pada akhirnya murdi benar-benar akan bertahan itu prestasinya bukan gaya yang sedang ikut-ikutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI