PEMBUKAAN
Di setiap sudut kota, kita bisa nemuin orang-orang yang lagi nongkrong. Ada yang di kafe dengan lampu remang-remang, di warung kopi pinggir jalan, bahkan di teras rumah sambil ngemil gorengan. Nongkrong udah kayak "ritual sosial" yang gak kenal waktu dan tempat. Tapi kalau nongkrong bisa jadi obat, sebenernya kita semua lagi sakit apa?
ISI
 Mungkin sakit karena lelah. Lelah sama rutinitas, sama tuntutan, sama pikiran yang gak berhenti. Di tengah hidup yang serba cepat, nongkrong jadi cara sederhana buat berhenti sejenak. Duduk, ngopi, ngobrol, kadang tanpa tujuan, tapi cukup buat ngerasa tenang. Karena di situ, kita gak perlu jadi siapa-siapa. Cukup jadi diri sendiri, bareng orang-orang yang bisa bikin nyaman.
Nongkrong juga bisa jadi ruang aman yang gak banyak kita sadari. Tempat di mana cerita-cerita jujur keluar tanpa takut dihakimi. Kadang cuma ngobrol receh, tapi dari situ muncul tawa yang tulus. Di momen-momen kayak gini, kita sadar kalau healing gak selalu harus ke tempat jauh atau mahal. Kadang cukup secangkir kopi dan teman yang ngerti kapan harus diam, kapan harus dengerin.
Tapi, di sisi lain, nongkrong juga bisa jadi bentuk pelarian. Kita datang bukan karena ingin ketemu, tapi karena takut sendirian. Kita tertawa keras, padahal di dalamnya ada capek yang belum sempat disembuhkan. Mungkin itu sebabnya nongkrong terasa menenangkan, karena di tengah keramaian, kita bisa menyembunyikan sunyi.
PENUTUP
Dan pada akhirnya, nongkrong bukan cuma soal ngopi atau buang waktu. Ini tentang rasa butuh, butuh didengar, butuh diterima, butuh jeda dari hidup yang kadang terlalu berisik. Jadi, kalau nongkrong bisa jadi obat, mungkin sakit kita sama, sama-sama butuh rasa tenang, meski cuma sebentar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI