Mohon tunggu...
Suci Amalia
Suci Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Islamic Studies Faculty UIN Syarif Hidayatullah

I'm learner

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bagaimanakah Islam Memandang Seorang Muslim yang Bergabung dengan Partai Politik

18 Desember 2022   21:07 Diperbarui: 18 Desember 2022   21:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Politik, ketika mendengar kata ini mungkin sebagian orang langsung mengklaim bahwa politik adalah sesuatu yang kotor. Klaim ini berkaitan erat dengan fenomena yang terjadi di era sekarang ini. Para pejabat yang tergabung dalam partai politik baik mereka yang berkedudukan di bangku eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tak lepas dari sorotan kritikan masyarakat karena kasus yang menjerat.

Banyak kasus yang menimpa para pejabat dengan tindakan korupsi, kolusi, nepotisme, dan sisi buruk lainnya. Bahkan yang terbaru ialah pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKHUP) pada 6 Desember 2022 kemarin. Pengesahan ini banyak ditentang masyarakat karena mengandung pasal-pasal yang dianggap merugikan masyaraka, sebaliknya menguntungkan para pemangku jabatan. Misalnya, larangan penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, dan keringanan hukuman bagi koruptor.

Oleh karena itu, jika seorang muslim bergabung dengan partai politik maka kemungkinan besar ia akan terjerumus dengan perilaku kotor di atas. Namun, di sisi lain, keikutsertaan seorang muslim juga bisa mendatangkan kemaslahatan. Terlebih jika ia memang memiliki kapabilitas dalam mengatur urusan negara. Ia mampu meyelesaikan masalah yang terjadi dengan kebijakan yang dibuat.

Ulama sendiri berselisih pendapat mengenai keikutsertaan muslim di dunia politik, baik itu eksekutif, legislatif, maupun yudikat. Ada yang mengatakan hal itu terlarang, sedangkan sebagian besar ulama membolehkannya. Di antara dalil yang mendukung pendapat dibolehkannya bergabung dengan partai politik yang tercantum dalam kitab Al-Musyarakat As-Siyasah Al-Muashirah karya Dr. Yusri Ibrahim.

  • Al-Qur'an Hadis

( :55)

Artinya:

Yusuf berkata: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan". (Q.A. Yusuf: 55)

Melalui ayat ini, disimpulkan dari sikap dan perilaku Nabi Yusuf as, raja tahu bahwa Nabi Yusuf as adalah seseorang yang cakap dalam mengatur setiap apa yang dikerjakannya. Ia pun merasakan hal tersebut. Ia meminta raja agar dirinya diangkat menjaga bendahara negara. Hal ini didasari dan dibuktikan dengan kinerjanya yang baik dalam mengurus urusan negara selama ini.

Menguatkan hal ini, Dr Umar Al-Asyqar mengatakan bahwa ayat di atas menjadi dalil diperbolehkannya muslim untuk bergabung dengan partai politik dengan catatan ia adalah seorang yang kompeten dan hal tersebut akan mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar.

  • Hadis

 ( )

Artinya:

"Barangsiapa yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak mampu mengubahnya dengan tangan maka ubahlah dengan ucapannya. Jika ia tidak mampu mengubahnya dengan ucapan maka ubahlah dengan hatinya. Itulah selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim)

  • Kaidah Fiqhiyyah
  • (Tiada politik kecuali yang selaras dengan syariat)

Politik tidak bertentangan dengan syariat Islam karena hakikatnya politik adalah setiap perilaku atau tindakan yang membuat manusia menjadi lebih dekat dengan kemaslahatan dan jauh dari kerusakan, meskipun kebijakan yang dibuat belum  dilakukan oleh Rasul SAW dan dijelaskan dalam Al-Qur'an.

Pada zaman sahabat saja banyak kebijakan politik yang tidak didasari wahyu dan hadis. Namun,kebijakan ini tetap dilakukan karena mampu mendatangkan kemaslahatan yang lebih besar. Contohnya adalah pembakaran mushaf pada zaman kekhalifahan Usman bin Affan guna menyelesaikan konflik tentang lahjat Al-Qur'an sekaligus menyatukan mereka dengan berpegang pada mushaf Usmani.

  • (Mengambil kemaslahatan yang paling besar dan menolak kerusakan yang lebih buruk)

Jika suatu kemaslahatan tidak bisa dicapai kecuali dengan adanya kerusakan atau jika suatu kemaslahatan hanya bisa teralisasikan dengan menghilangkan kemaslahatan lainnya, maka kaidah mengatakan kita harus mengedepankan maslahat yang paling besar. Sama halnya dengan bergabung dengan partai politik. Kita tahu bahwa menjadi politikus akan membuat seseorang berteman dengan politikus yang korupsi sehingga bisa menjerumuskannya ke lubang yang sama. Akan tetapi, di sisi lain, jika ia tidak bergabung dengan partai politik ternyata akan membuat korupsi semakin merajalela, padahal ia kemampuan untuk memberantasnya. Maka, ia bisa bergabung dengan partai politik sehingga kasus korupsi akan menurun.

  • (Segala sesuatu tergantung pada niatnya)

Jika seseorang bergabung dengan partai politik,ia haruslah niat dengan dasar bahwa ia mempunyai keinginan yang tulus untuk menegakan kebenaran, dan memerangi kebatilan.

Berdasarkan pemaparan tulisan di atas, diketahui bahwa sebenarnya Islam tidak melarang muslim untuk berkecimpung di dunia politik. Akan tetapi, Islam mensyaratkan beberapa hal seperti muslim tersebut memang kompeten dalam mengatur urusan negara dan mempunyai keinginan kuat untuk menegakan kebaikan dan memerangi kebatilan.

Suci Amalia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun