Mohon tunggu...
Subagiyo Rachmat
Subagiyo Rachmat Mohon Tunggu... Freelancer - â—‡ Menulis untuk kebaikan (titik!)

(SR Ways) - Kita mesti peduli dengan sekeliling kita dan bisa berbagi sesuai kapasitas, kadar dan kemampuan masing-masing sebagai bagian dari masyarakat beradab.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Pemimpin dan Rakyat, Siapa yang Mesti Perbaiki Diri?

3 Juni 2020   00:30 Diperbarui: 4 Juni 2020   02:04 657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid tak berlangsung lama, Oktober 1999 dilantik Juli 2001 MPR menyelenggarakan sidang istimewa untuk mencabut mandatnya yang kemudian Mbak Mega menggantikan posisinya sebagai Presiden RI, dengan Wakilnya Hamzah Haz. 

Tak begitu jelas perseteruan apa yang terjadi antara presiden Gusdur dan DPR waktu itu sehingga terjadi pemakzulan, situasi "dapur" riil perpoltikan seperti apa masyarakat tak pernah tahu persis, yang ada hanya meraba-raba dan mencoba merasa-rasakan dengan indera perasa-nya sebagai rakyat. 

Kepemimpinan Gusdur dan mbak Mega yang seolah berbagi masa kepresidenan dalam satu periode 1999-2004 yang merupakan periode transisi kedua era reformasi setelah habibie, dan keduanya bisa dikatakan berhasil melaluinya dengan plus minusnya masing-masing sehingga di dalam masyarakat, di level grassroot relatif tidak nampak terjadi polarisasi politik yang menonjol walau ada sedemikian banyak partai yang muncul.

Tahun 2004 kita memasuki babak baru dalam transisi ke 3 era reformasi menuju demokrasi di mana untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan Pilpres secara langsung one man one vote, rakyat bisa pilih langsung capres dan wapresnya-nya, tak lagi melalui MPR. 

Hasilnya kita semua tahu pasangan SBY/JK berhasil unggul suara atas pasangan Mbak Mega/ Hasyim Muzadi, artinya SBY/JK akhirnya resmi menjadi Presiden dan Wakil untuk periode 2004-2009, menggantikan Mbak Mega/Hamzah Haz. 

Suksesi berjalan lancar, kalaupun ada friksi lebih ke antar individu diantara para tokoh. Pada pilpres 2009 SBY yang kemudian berpasangan dengan Boediono berhasil kembali menang vs pasangan mbak Mega/Prabowo untuk melanjutkan periode ke2-nya 2009-2014, proses pemilu bisa dikatakan sukses tidak terlalu menimbulkan polarisasi politik di level akar rumput yang menonjol, pemerintahan juga berjalan stabil. 

Saya memang sedang tidak membahas kinerja pemerintah, misalnya di bidang ekonomi secara khusus, tapi lebih menyoroti proses transisi kepemimpinan dan situasi di level grass root-nya.

Dua kali pilpres langsung 2004 dan 2009, dan pileg multi partai sejak 1999, memberi keyakinan bahwa proses demokratisasi akan berjalan dengan baik. Berlanjut ke pilpres 2014 untuk memilih presiden dan wapres periode 2014-2019, kemudian terpilih Jokowi/JK yang unggul atas pasangan Prabowo/Hatta. 

Dan pada pilpres 2019 kembali Jokowi vs Prabowo bertarung dg pasangan masing-masing yang berbeda Jokowi/Makruf vs Prabowo/Sandi, Jokowi kembali menang untuk meneruskan periode ke2 masa jabatan kepresidenannya 2019-2024.

Secara mekanisme demokrasi formal sebenarnya pilpres berlangsung lancar, sehingga transisi kepemimpinan berjalan lancar pula. 2014 Jokowi/Jk secara resmi menggantikan SBY/Boediono.

Barulah pada 2019 Jokowi kembali terpilih berpasangan dengan Kyai Makruf Amin, yang kemudian diluar dugaan Prabowo sebagai mantan rival justru bersedia bergabung masuk kabinet menjadi salah satu menteri, mestinya semua sudah kelar, ternyata polarisasi dan gesekan politik di masyarakat masih sangat tajam terjadi. Sungguh memprihatinkan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun